Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Anak Ketiga

Anak Ketiga

tyas

5.0
Komentar
13
Penayangan
5
Bab

"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?" Lagi? Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya. "Kalau Cici dapet enggak, Yah??" Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri. *** Semenjak kematian Bunda nya, sikap Miftah berbeda dari biasanya. Selalu pilih kasih. Kifli dan Cici suka sekali dibelikan sesuatu sementara Nisha tidak. Padahal, ia perlu membeli keperluan sekolah akibatnya Nisha kerja di toko bunga sejak lulus SMP. Akankah kisah hidupnya berakhir tragis seperti kebanyakan film yang sering Nisha tonton?? Akankah dunia adil dengan mendatangkan seorang pria datang di kehidupan Nisha?? Di bulan suci ramadhan. Semoga ia bisa bahagia meski bukan Miftah orang yang membuatnya bahagia. Yah, semoga saja.

Bab 1 Pilih Kasih

"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?"

Lagi?

Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya.

"Kalau Cici dapet enggak, Yah??"

Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri.

Kifli--Abangnya Nisha sekaligus anak pertama kini tengah melanjutkan study di bangku kuliah semester akhir. Kampusnya dekat dari rumah. Jadi pp alias pulang pergi.

Merasa Nisha tidak ada keperluan, ia melangkah menuju kamar karena sebentar lagi Salsa dengan Dila mampir ke rumahnya untuk diniyah di masjid.

Selalu.

Selalu ada materi agama setiap bulan puasa oleh ustadz di pondok pesantren yang jaraknya sepuluh menitan menuju desa ini.

"Assalamualaikum,"

Baru juga Nisha membatin, mereka berdua sudah datang. Gadis berusia lima belas tahun segera memakai baju gamis hitam polos dipadukan kerudung segi empat coksu hasil dari tabungannya.

Mengambil buku, bolpoin, Al-Qur'an, kitab Safinah, kemudian memasukannya ke dalam tas selempangnya. Dirasa tidak ada yang ketinggalan, Nisha keluar kamar dan langsung dihadapkan kebersamaan Kifli juga Cici. Di sana, tepatnya ruang tamu. Abang Nisha amat telaten menyuapi si bungsu. Cici enggak puasa. Bocah itu tengah sakit. Hati gadis itu berdesir. Sedari dulu memang Kifli cuekan, bodo amatan. Namun saat Cici lahir, sikapnya agak hangat. Sampai detik ini, gadis memakai gamis hitam belum merasakan kasih sayang seorang Kakak laki-laki. Yah, karena tidak akan mendapatkannya. Entah salah apa Nisha kepada Kifli sehingga anak kuliahan tersebut enggan berbicara. Jangankan bicara. Senyum kepada Nisha saja tidak pernah.

Apa kalian pernah di posisinya Nisha??

Nisha, si gadis yang lahir sebagai anak tengah harus menanggung semuanya sendirian.

Ada perasaan iri kah selama dua tahun terakhir?

Nisha dengan tegas berkata hanya sedikit iri. Atau sudah terbiasa?? Entahlah. Hanya isi hati Nisha dan Tuhan yang tahu.

"Nanti bukber di restoran baru, yuk? Dekat kok dari sini. Cuma sepuluh menitan," ajak Dila usai Nisha memakai sandal jepitnya.

Kemudian mereka bertiga mengucap salam meski tidak dijawab oleh orang rumah.

Jalan berbondong-bondong menuju masjid sembari Dila menceritakan bagaimana restoran pilihannya ada spot foto selfie. Sangat aesthaetic dan Instagramable.

"Aku nggak bisa, Dil," sahut Nisha tanpa pikir-pikir lebih dulu. You know lah. Gadis itu tidak mempunyai banyak uang. Kerja pun tengah libur. Karena semingguan lagi hari raya Idul Fitri. Pemilik toko menyuruh ia cuti sampai tiga hari setelah lebaran.

Jadwal masuk diniyah pukul satu siang, dan sekarang masih jam setengah satu. Tidak malu atau pun gengsi mengingat tiga gadis tersebut berusia enam belas juga tujuh belas. Hanya Nisha dengan Dila masih sekolah. Salsa seharusnya kelas dua SMA. Namun, harus berhenti tengah jalan mengingat kondisinya anak yatim piatu. Tidak punya siapa-siapa lagi.

Ilmu bisa dicara kapan saja. Tidak ada kata terlambat bagi ketiga gadis itu. Walau kebanyakan bocil-bocil. Yang remaja hanyalah mereka bertiga.

"Ihh, kok gitu sih??" protes Dila.

Uang jajan dari Miftah?

Nisha kumpulkan guna membeli rok sekolah sebab yang lama bolong akibat ulah Kifli. Entah iseng atau tidak sengaja, Abangnya menyetrika baju menggunakan alas rok abu milik Nisha.

Dila cemberut kesal. Enggak lengkap bila Nisha absen.

"Gue traktir elo, Nis," sela Salsa sedari tadi diam mulai bersuara.

Nisha menggeleng tegas, "No?! Gak usah, Sal. Kamu juga 'kan lagi ngumpulin uang buat bayar kontrakan," pun setau Nisha, Salsa sudah nunggak hampir dua bulan lamanya. Untung pemilik kontrakan baik hati serta memaklumi keadaan Salsa.

Fyi, Salsa kerja menjual tisu dari warung ke warung. Kadang nyampe kota bermodal ikut tukang sayur menuju kota supaya bisa makan tiga hari sekali.

"Ya udah sih, gue traktir kalian aja," final Dila. Ia berjalan mundur sambil menghadap ke arah dua temannya.

"Tidak ada penolakan," imbuhnya mau tak mau Nisha dan Salsa mengangguk patuh.

***

"Kata bocah lelaki, ustadz Dulah gak bisa ngajar diniyah mulai hari ini dan seterusnya," perkataan Dila mengawali pergibahan saat sudah tiba di teras masjid.

Duduk-duduk santai seraya menunggu ustadz baru datang.

"Sama bocah aja kamu percaya, Dil," kekeh Nisha mengambil buku tulis. Mau memastikkan apakah ia sudah mengerjakan tugas dari ustadz Dulah atau belum. Loh, tapi kata Dila enggak ngajar lagi? Jadi, Nisha taruh lagi aja buku miliknya.

"Kenapa??" tanya Salsa tiba-tiba.

Nisha loading sebentar, "Owh ini, Sal. Mau ngecek tugas yang kemarin itu lho. Aku lupa udah ngerjain atau belum," jelasnya cepat tanggap maksud Salsa.

"Halah, biarin aja napa. Ustadz kita baru. Kagak mungkin dah ustadz Dulah beritahu semisal ada tugas ke-- "

"Dil? Kenapa diem??" tegur Nisha. Karena posisi Nisha membelakangi, ia tidak tahu apa yang terjadi.

"Itu?" tunjuk Salsa menggunakan dagunya.

Kepala Nisha meneleng, seolah berkata 'siapa'.

"Sudah hampir jam satu. Kalian enggak pada masuk?!" ucapan seseorang di belakang Nisha sangatlah tenang tetapi penuh penekanan.

Dan entah kenapa atmosfer sekitar mereka mendadak panas dingin.

"Tidak masuk dalam hitungan ketiga, kalian setor hafalan surat Ar-Rahman hari ini juga," penuh ancaman, membuat Salsa, Dila ngacir duluan. Tersisa Nisha bersama ustadz baru tersebut.

"Satu,"

Nisha mendengus sebal tak mengindahkan ancaman pria dewasa yang ia kira berumur dua puluh lima tahun atau kah lebih??

"Dua,"

Perlahan bangkit sambil merapihkan posisi dalaman kerudung kiranya miring sebelah.

"Ti-- "

"Dasar ustadz galak," gumam Nisha meninggalkan ekspresi datar pria itu.

Di awali bacaan basmallah dilanjut pembacaan do'a ketika belajar. Lalu bocah-bocah membaca surat pendek tanpa melihat buku. Begitu gadis remaja. Bedanya mereka bertiga membaca surat An-Naba.

"Sebelum dimulai ustadz akan memperkenalkan diri-- "

"Ustadz ganteng banget. Mau gak jadi suaminya aku??" potong seorang bocah perempuan yang gigi tengahnya ompong.

Haish, bocah kematian, batin Nisha. Ia kalem, diam tapi tangan kanannya tidak bisa diam. Terus memutar-mutar bolpoin punya Salsa.

"Diem eh," tegur Dila pelan.

"Mau lanjut?" tanyanya menatap seluruh anak diniyahnya.

"Lanjut?!" seru bocah ditambah teriakan Dila.

Hilih, Dila pasti udah kepincut sama ketampanan sang ustadz. Nisha sudah hafal betul kelakuan temannya. Esoknya mungkin Dila akan meminta nomor whatsapp nya beliau. Kita lihat saja besok. Perkataannya mengarang atau betulan.

"Nama ustadz Niyaz Zhafri Al-Fateh. Biasa dipanggil Iyaz. Lulusan pondok pesantren Al-Ikhlas desa sebelah. Apakah ada yang perlu ditanyakan??" perkenalan begitu singkat, tidak tercantum usia, status, loh?? Kenapa Nisha jadi kepo maksimal?

"Umurnya berapa, Ustadz?"

"Ustadz Iyaz ganteng. Mau jadi Kakak ipar aku nggak, Tad?"

"Nomor whatsapp nya kosong delapan berapa, Ustadz?"

"Ukuran kopiah nya berapa? Biar Mbak aku beliin buat ustadz,"

"Ustadz Iyaz suka Idol K-Pop tidak??"

Oke, pertanyaan mereka sangat di luar jalur. Kebablasan alias mengusik privasi Iyaz.

"Yap, kamu dari tadi geleng-geleng kepala sambil nunduk coba mau bertanya apa!?"

Yang dimaksud ialah Nisha. Gadis tersebut heran sekaligus jengkel. Ia diam saja tapi malah disuruh bertanya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh tyas

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku