Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ibuku dijadikan pengasuh anak anak kakakku

Ibuku dijadikan pengasuh anak anak kakakku

Dinda_Ramadani

5.0
Komentar
1.9K
Penayangan
18
Bab

Bukanya diurus dengan baik, ibuku justru dijadikan pengasuh untuk kedua anak kakakku Sarah. Sungguh tega dia menyiksa ibu saat aku sedang berada di luar negri. Namun kepulangku saat ini untuk membalas setiap perlakuannya terhadap ibuku.

Bab 1 Memergoki ibunya sedang disiksa

IBUKU di JADIKAN PENGASUH ANAK- ANAK KAKAKKU [1]

Bugh bugh bugh

"Sakit, nduk ampun! Ibu tidak bermaksud membuat anak-anak mu menangis, Hu hu hu."

"Itu adalah hukuman yang pantas ibu dapat, cuma ngurus dua anak saja tidak becus!"

Deg. Baru saja kaki ini melangkah di depan pintu. Aku sudah dikagetkan dengan suara tangisan ibu. Ya, tidak salah lagi itu adalah suara ibu. Dan suara pukulan itu disertai dengan teriakan kemarahan kakakku Sarah.

Niatnya aku ingin memberi kejutan kepada ibu dan kak Sarah atas kepulanganku yang sudah 3 tahun merantau di negri orang, namun ternyata justru aku yang dibuat terkejut dengan kelakuan kak Sarah terhadap ibu .

Hatiku benar-benar sakit, emosiku seketika naik. Tanganku terkepal kuat, apa yang dilakukan kak Sarah terhadap ibu. Ini tidak bisa dibiarkan.

Bugh! bugh!"Ampun, huhuhu."

Brak. Saat pintu kutendang, terlihat sosok ibu sedang meringkuk di bawah kaki kak Sarah. Seketika mereka berdua kaget dengan kedatangannku. Kulihat kak Sarah sedang memegangi ganggang sapu.

"Apa yang kau lakukan dengan ibu, Sarah" amarahku memuncak saat melihat tubuh kurus dan pakaian lusuhnya. Kemana uang yang selama ini aku kirimkan. Kenapa ibuku begitu tak terurus.

"Nduk." Ibu memanggilku. Matanya berkaca kaca, sejurus kemudian kuhampiri tubuh tua itu. Aku memeluknya, mencium pipi keriputnya. Ibu menangis di pelukan, dielusnya pipi ini, kulihat matanya sudah basah sedari aku datang hingga sekarang, Oh ibu kenapa jadi begini.

Setelah puas memeluk ibu, kini aku sudah berdiri di hadapan kak Sarah. Kutatap matanya dengan tajam untuk meminta penjelasan.

"I-ren, kamu sudah pulang dek? Ke-napa tidak mengabari kakak du- "

Plak!

Plak!

Ucapan kak Sarah menggantung begitu saja, dia sangat kaget karna aku lebih dulu menamparnya. Dia meringis kesakitan memegangi pipi.

"Kenapa ha? Kalau aku memberi tahumu dulu, aku tidak akan pernah tau dengan apa yang kau lakukan kepada ibu, Sarah!." aku benar-benar murka, kenapa masih saja pura-pura.

"Kau berani menamparku, Iren?" Kak Sarah Marah dan terlihat tidak terima.

"Kau tidak terima ha?" Kali ini aku mendekat ke arah tubuhnya. Bisa kurasakan nafasnya memburu seperti sedang menahan emosi.

Sungguh miris, di saat ibuku terlihat begitu buruk, justru berbeda dengan kak Sarah. Wajahnya yang dulu kusam sebelum aku tinggal merantau. Kini terlihat putih bersih bahkan Glowing. "Kulitmu halus sekali, Sarah, apakah uang yang kukirim selama ini hanya untuk menyenangkanmu saja." tandasku tepat di depannya.

Kulihat kak Sarah seperti gugup, matanya melirik kesana kemari, seperti tengah mencari jawaban yang tepat.

"Jangan sembarangan kau, Iren, aku bekerja, aku punya uang. Jadi wajar bukan kalau aku merawat diri." sinis kak Sarah.

"Lalu, kemana uang yang kukirim selama ini untuk ibu?" Aku masih memindai eksperesi wajah terkejutnya dari jarak Deket.

"Ibumu itu boros, dia selalu ingin makan enak, kau pikir mudah mengurus tua renta seperti dia!" Kak Sarah berbicara sambil menunjuk kearah ibu.

" hey! Ibuku juga ibumu, jangan kau kurang ajar terhadapnya, Sarah!" aku kembali emosi saat dengan entengnya dia menyebut hanya ibuku. Tak sadarkan dia terlahir dari mana.

"Kau itu tak perlu menasehatiku. Aku lebih tau segalanya." Setelah membalas ucapanku, kini dia hendak pergi.

Kucekal tangannya kuat, bahkan sampai dia meringis kesakitan. Bahkan akan kupatahkan tangannya yang sudah berani menyiksa ibuku.

"Arghh! Kau sudah gila ya?" Kak Sarah berusaha melepaskan tangannya.

"Kutanya sekali lagi! Kemana uang yang selalu ku kirim untuk ibuku?"

"Haha, Sudah kubilang ibumu itu boros. Dan karna aku yang sudah menampungnya di rumahku selama kau pergi. Jadi kuanggap uang itu sebagai upah untukku." Jawab kak Sarah dengan entengnya.

" Kau bilang ini rumahmu Sarah, apa kau lupa ini rumah peninggalan almarhum ayah, dan kau belum pikun,kau lihat!(aku menunjuk ibu), ibu masih ada! Jadi beliaulah yang lebih berhak dari pada kau, Sarah!" emosiku yang sudah mulai reda kini kembali muncul setelah mendengar ucapan dari kak Sarah.

Aku bahkan sudah tak memakai embel-embel kak lagi untuk memanggil namanya.

"Sebentar lagi dia juga m@ti! Jadi aku yang akan mewarisinya, haha!" Kak Sarah tertawa seperti orang gil@.

Biadab, saat tanganku terangkat ingin menampar kak Sarah, tiba-tiba ibu menahannya. Ibu menggelengkan kepalanya pertanda aku tidak boleh menampar anak pertamanya itu.

"Sudah, nduk, jangan di teruskan, ibu tidak apa apa. Ibu tidak mau kalian bertengkar lagi."

mendengar ucapan ibu, kak Sarah mendecih kan bibirnya. Dia beringsut mundur lalu pergi dari hadapanku.

Akhirnya ibu mengajakku kekamarnya.

****

Pandangan mataku nanar menatap sekeliling kamar ibu. Ranjang usang, lemari kayu yang lapuk, saat aku buka isinya hanya baju-baju lama ibu. Ah, ternyata uang yang aku kirim selama ini untuk ibu, digunakan kak Sarah untuk bersenang-senang.

Aku tidak akan tinggal diam, akan kuambil hak ibuku. Saat ini kulihat ibuku sedang berbaring menatap langit langit kamarnya.

"Nduk, ibu bahagia kamu sudah kembali." ungkapnya yang tak lepas menatap ke atas.

"Iren juga bahagia Bu, mulai sekarang aku akan menjaga ibu. Tidak akan kubiarkan ibu di perlakukan buruk lagi oleh kak Sarah."

Kami pun berpelukan, rinduku begitu besar, akhirnya aku bisa mendekap surgaku lagi. Tapi pelukanku tidak lama.

" uhuk uhuk! Sudah, nduk, ibu gak bisa napas kalau kamu kekepin terus." aku akhirnya melerai pelukan.

"Aduh maafin Iren ya, Bu, soalnya kangen banget sama, ibu." kami tersenyum bahagia.

Tiba-tiba aku teringat dengan anak-anak kak Sarah, sedari tadi aku datang tak melihat mereka.

"Oh ya Bu kemana anak-anak kak Sarah? Kok mereka gak ada di rumah." tanyaku kepada ibu.

"Itu, nduk, emh-emh-." ibu menjawab dengan gugup.

Kenapa, Bu-?"

Sarah ! Sarah !

"Ini anakmu dari tadi nangis terus, pusing aku denger tangisan mereka."

"Iya bang maaf tadi Sarah habis mandi."

"Mana nenek tua itu, panggil dia kemari, suruh untuk menenangkan mereka!."

Belum sempat ibu menjawab, terdengar suara gaduh dari luar. Dan siapa nenek tua yang orang itu maksud. Atau jangan-jangan ibu. Dan suara laki-laki itu, aku seperti mengenalnya.

Saat memori otakku tersadar emosiku memuncak lagi. " kurang ajar!" Tanganku terkepal kuat.

Ibu! Ibu ! Suara itu semakin mendekat.

Brak.

Pintu kamar ibu dibuka dengan paksa.

Muncul sosok laki-laki yang kubenci, dia terlihat kaget, matanya melirik ke arah kak Sarah meminta penjelasan.

Kusunggingkan senyum sinis, ternyata ini yang membuat kak Sarah berulah...baiklah tunggu pembalasanku.

Terimakasih yang sudah baca, jgan lupa like dan komen ya ❤️

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku