/0/21612/coverorgin.jpg?v=e60d6bd2c0a776a47dc1740ac270ceed&imageMogr2/format/webp)
“Hei, minggir!” teriak Arhan ke pengendara itu. “Kamu pikir ini jalan nenek moyangmu!” teriaknya lagi.
Sayangnya teriakan itu sama sekali tidak digubris oleh wanita yang mengendarai motor matik berwarna putih tersebut. Pria yang ada di dalam mobil itu bernama Arhan Bramantio, dosen baru di kampus ternama yang ada di Ibukota. Ia merasa kesal sekali dengan pengendara motor yang melintas lambat di depannya.
“Astaga, tuh orang budek kali ya,” kesal Arhan.
Sontak ia melihat sebuah kubangan air yang berada di dekat motor wanita itu. Lalu ia pun berpikir untuk menjaili wanita tersebut. Dan memaksa mobilnya untuk menyalip motor tersebut.
Srettt!
Air cipratan itu langsung membasahi motor itu. Namun, bukan hanya motornya yang terkena cipratan air kubangan, melainkan celana serta baju berwarna putih yang dikenakan oleh wanita itu pun ikut terkena air tersebut.
“Mampus kamu!” ucap Arhan di dalam mobil. Ia sama sekali tak peduli dengan kejadian tersebut.
Ia melihat dari kaca spion mobilnya, wanita itu menghentikan motornya dan merasa kesal dengan kejadian yang barusan terjadi.
“Siapa suruh pakai jalan seenaknya. Emang enak kena cipratan air kotor. Sekalian aja pulang, nggak usah kuliah,” kekeh Arhan seraya melajukan mobilnya dengan cepat hingga ke Fakultas.
Ia langsung turun dari mobilnya, lalu bergegas menuju ke ruangan dekan untuk menghadap. Dekan itu tidak lain adalah ayahnya sendiri, Profesor Demian Bramantio.
Tok tok tok!
Ia mengetuk pintu sebelum ia masuk ke ruangan Demian. Setelah itu, ia masuk ke ruangan dan mendapati ayahnya sudah menunggunya sejak tadi.
“Arhan, kamu langsung ditugaskan di semester 5 ya, kebetulan dosen Aljabarnya sudah menjabat sebagai pembantu rektor. Dan kamu akan menggantikannya mulai hari ini,” tutur Demian.
“Baiklah, aku terima.”
“Lima belas menit lagi kamu masuk ke kelas, karena ada jadwal ujian tengah semester,” ujar Demian.
“Sekarang juga?” Arhan terbelalak. Ia merasa malas sekali untuk masuk ke kelas di hari pertamanya menjadi dosen di kampus ini.
Tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa, karena perintah dari Demian hukumnya mutlak dan tak bisa diganggu gugat. Itulah prinsip yang dia tahu dari sosok ayah yang ada di depannya.
“Bersikaplah profesional, kamu seorang dosen bukan mahasiswa. Mengerti!”
“Iya, Pa.”
“Apa, papa?” Demian mengerutkan dahinya. “Ini kampus, panggil papa dengan panggilan PAK. Paham!”
“Iya, Pak.”
Setelah itu, Arhan pun bangkit dan bergegas pergi ke kelas yang dimaksud. Kebetulan Demian juga sudah memberitahu Arhan posisi kelas itu berada.
Arhan melangkah ke lift, karena kelas itu berada di lantai 3 gedung Fakultas MIPA. Setelah keluar dari lift, banyak mahasiswa memandangnya dengan tatapan yang berbeda. Ia tak bisa menerka maksud dari tatapan tersebut.
“Ganteng banget, sumpah!” ujar salah satu mahasiswi yang terpesona dengan ketampanannya. Arhan bersikap biasa saja dengan kalimat yang barusan terdengar di telinganya.
“Mahasiswa baru kayaknya, calon gebetan gua,” sahut salah satunya lagi.
“Dia jatah gua ya,” sahut yang lain.
Arhan tak memperdulikan semua omongan para wanita yang terdengar di telinganya. Ia bergegas masuk ke kelasnya. Lalu menutup pintunya.
Ia hanya berdiri santai di depan dua puluhan mahasiswa yang ada di kelas tersebut. Suasana kelas menjadi sedikit gaduh dengan kedatangannya.
Buk!
Tangan Arhan langsung memukul meja yang ada di depannya. Sontak suara gaduh itu langsung menjadi hening. Semuanya mendadak membisu dengan tatapan penuh ketakutan.
“Kalian pikir ini pasar!” bentak Arhan dengan tegas. Tatapannya tajam mendominasi keadaan. “Saya tidak suka keramaian di kelas ini. Mengerti!”
Tak ada suara apapun yang terdengar dari puluhan mulut yang ada di kelas itu. Sebagian dari mereka menundukkan kepala, dan sebagiannya lagi memandang ke arahnya dengan tatapan penuh pertanyaan.
“Maaf, Pak. Anda siapa?” celetuk salah seorang pria. Dia ketua tingkat di kelas tersebut.
/0/13618/coverorgin.jpg?v=aab15d9bad99d5a408270c875b6054a0&imageMogr2/format/webp)
/0/2271/coverorgin.jpg?v=cee7b8f96f143390feaac003409d6d7f&imageMogr2/format/webp)
/0/15325/coverorgin.jpg?v=20250123120751&imageMogr2/format/webp)
/0/20480/coverorgin.jpg?v=20250317134611&imageMogr2/format/webp)
/0/2382/coverorgin.jpg?v=20250120162341&imageMogr2/format/webp)
/0/10800/coverorgin.jpg?v=20250122182857&imageMogr2/format/webp)
/0/17802/coverorgin.jpg?v=f5003c6624880c47706b7f7a18f2466d&imageMogr2/format/webp)
/0/2850/coverorgin.jpg?v=20250120142850&imageMogr2/format/webp)
/0/3577/coverorgin.jpg?v=9a10b40436f7abf9f3b857b8ccdd06e1&imageMogr2/format/webp)
/0/10760/coverorgin.jpg?v=d889c5707dfa6983bfd76d75e6104822&imageMogr2/format/webp)
/0/28398/coverorgin.jpg?v=20251124182459&imageMogr2/format/webp)
/0/21651/coverorgin.jpg?v=20250302053811&imageMogr2/format/webp)
/0/2471/coverorgin.jpg?v=3227eeca995c0603b7717b752a524884&imageMogr2/format/webp)
/0/21580/coverorgin.jpg?v=af0cab4eb45e24ae39aefd5785fd410f&imageMogr2/format/webp)
/0/5790/coverorgin.jpg?v=9af903677fa8001e4c6d90e49bf62d0a&imageMogr2/format/webp)
/0/6758/coverorgin.jpg?v=764eba096ac126b500ed635d82081357&imageMogr2/format/webp)
/0/7843/coverorgin.jpg?v=fd5abd8393c59ee69f53adb1cf5258c0&imageMogr2/format/webp)
/0/10720/coverorgin.jpg?v=26db13cb8316e205f96f641575c80282&imageMogr2/format/webp)
/0/29970/coverorgin.jpg?v=8468e320cc264639e38e064c33f62408&imageMogr2/format/webp)
/0/16078/coverorgin.jpg?v=c3990aa00c0bc5f2524051abfe2f061d&imageMogr2/format/webp)