Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
GODAAN PAK DOSEN

GODAAN PAK DOSEN

Heri Satria

5.0
Komentar
10.7K
Penayangan
55
Bab

"Pernikahan ini akan jadi mimpi burukmu." "Kita lihat saja, kamu yang akan menyesal." "Kalau begitu, ayok buat anak!" "What!!!" ______ Tak pernah terpikirkan oleh Naina Alexandra harus dijodohkan dengan pria paling ia benci bernama Arhan Bramantio, dosen killer yang menjadi dosen pembimbing skripsinya. Sifat Arhan yang dingin, killer dan angkuh itu membuat Naina berpikir dua kali untuk menikah dengan dosen killer tersebut. Namun, sisi lain ia tak punya pilihan lain selain memenuhi permintaan terakhir mendiang ibunya yang disampaikan oleh neneknya saat sekarat. Hingga akhirnya, ia pun terpaksa menikah dengan Arhan demi memenuhi wasiat sang ibu. Akankah Naina dan Arhan bisa hidup bahagia? Lalu bagaimana cara mereka menjalani rumah tangga dengan sifat yang bertolak belakang?

Bab 1 Dosen Idaman Kaum Hawa

“Hei, minggir!” teriak Arhan ke pengendara itu. “Kamu pikir ini jalan nenek moyangmu!” teriaknya lagi.

Sayangnya teriakan itu sama sekali tidak digubris oleh wanita yang mengendarai motor matik berwarna putih tersebut. Pria yang ada di dalam mobil itu bernama Arhan Bramantio, dosen baru di kampus ternama yang ada di Ibukota. Ia merasa kesal sekali dengan pengendara motor yang melintas lambat di depannya.

“Astaga, tuh orang budek kali ya,” kesal Arhan.

Sontak ia melihat sebuah kubangan air yang berada di dekat motor wanita itu. Lalu ia pun berpikir untuk menjaili wanita tersebut. Dan memaksa mobilnya untuk menyalip motor tersebut.

Srettt!

Air cipratan itu langsung membasahi motor itu. Namun, bukan hanya motornya yang terkena cipratan air kubangan, melainkan celana serta baju berwarna putih yang dikenakan oleh wanita itu pun ikut terkena air tersebut.

“Mampus kamu!” ucap Arhan di dalam mobil. Ia sama sekali tak peduli dengan kejadian tersebut.

Ia melihat dari kaca spion mobilnya, wanita itu menghentikan motornya dan merasa kesal dengan kejadian yang barusan terjadi.

“Siapa suruh pakai jalan seenaknya. Emang enak kena cipratan air kotor. Sekalian aja pulang, nggak usah kuliah,” kekeh Arhan seraya melajukan mobilnya dengan cepat hingga ke Fakultas.

Ia langsung turun dari mobilnya, lalu bergegas menuju ke ruangan dekan untuk menghadap. Dekan itu tidak lain adalah ayahnya sendiri, Profesor Demian Bramantio.

Tok tok tok!

Ia mengetuk pintu sebelum ia masuk ke ruangan Demian. Setelah itu, ia masuk ke ruangan dan mendapati ayahnya sudah menunggunya sejak tadi.

“Arhan, kamu langsung ditugaskan di semester 5 ya, kebetulan dosen Aljabarnya sudah menjabat sebagai pembantu rektor. Dan kamu akan menggantikannya mulai hari ini,” tutur Demian.

“Baiklah, aku terima.”

“Lima belas menit lagi kamu masuk ke kelas, karena ada jadwal ujian tengah semester,” ujar Demian.

“Sekarang juga?” Arhan terbelalak. Ia merasa malas sekali untuk masuk ke kelas di hari pertamanya menjadi dosen di kampus ini.

Tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa, karena perintah dari Demian hukumnya mutlak dan tak bisa diganggu gugat. Itulah prinsip yang dia tahu dari sosok ayah yang ada di depannya.

“Bersikaplah profesional, kamu seorang dosen bukan mahasiswa. Mengerti!”

“Iya, Pa.”

“Apa, papa?” Demian mengerutkan dahinya. “Ini kampus, panggil papa dengan panggilan PAK. Paham!”

“Iya, Pak.”

Setelah itu, Arhan pun bangkit dan bergegas pergi ke kelas yang dimaksud. Kebetulan Demian juga sudah memberitahu Arhan posisi kelas itu berada.

Arhan melangkah ke lift, karena kelas itu berada di lantai 3 gedung Fakultas MIPA. Setelah keluar dari lift, banyak mahasiswa memandangnya dengan tatapan yang berbeda. Ia tak bisa menerka maksud dari tatapan tersebut.

“Ganteng banget, sumpah!” ujar salah satu mahasiswi yang terpesona dengan ketampanannya. Arhan bersikap biasa saja dengan kalimat yang barusan terdengar di telinganya.

“Mahasiswa baru kayaknya, calon gebetan gua,” sahut salah satunya lagi.

“Dia jatah gua ya,” sahut yang lain.

Arhan tak memperdulikan semua omongan para wanita yang terdengar di telinganya. Ia bergegas masuk ke kelasnya. Lalu menutup pintunya.

Ia hanya berdiri santai di depan dua puluhan mahasiswa yang ada di kelas tersebut. Suasana kelas menjadi sedikit gaduh dengan kedatangannya.

Buk!

Tangan Arhan langsung memukul meja yang ada di depannya. Sontak suara gaduh itu langsung menjadi hening. Semuanya mendadak membisu dengan tatapan penuh ketakutan.

“Kalian pikir ini pasar!” bentak Arhan dengan tegas. Tatapannya tajam mendominasi keadaan. “Saya tidak suka keramaian di kelas ini. Mengerti!”

Tak ada suara apapun yang terdengar dari puluhan mulut yang ada di kelas itu. Sebagian dari mereka menundukkan kepala, dan sebagiannya lagi memandang ke arahnya dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Maaf, Pak. Anda siapa?” celetuk salah seorang pria. Dia ketua tingkat di kelas tersebut.

“Oh. Saya belum memperkenalkan diri ternyata. Maaf,” sesal Arhan. “Saya dosen baru di kampus ini dan menggantikan Prof Deva Mahardika yang udah menjabat sebagai pembantu rektor. Ada lagi yang mau bertanya?”

Tak ada suara apapun yang terdengar dari semau mahasiswa yang ada di depannya. Setelah itu, ia pun membuka amplop ujian tengah semester yang dia bawa.

“Kamu, ketua tingkat, sini!” panggil Arhan dengan tatapan serius. Ketua tingkat itu pun langsung maju dengan gugup.

“I-iya, Pak. Kenapa?”

“Bagikan soalnya ke semua teman-temanmu.”

Ketua tingkat itu pun membagikan lembar ujiannya. Tak lama berselang, semua selesai dibagikan. Sisanya ia kembalikan ke Arhan. Lalu ketua tingkat kembali ke kursinya.

Ceklek!

Pintu kelas terbuka. Sontak membuat pandangan Arhan langsung beralih ke arah pintu yang terbuka itu. Muncul seorang mahasiswi seraya memasang senyum yang memaksa.

“Kamu! Sini!” panggil Arhan yang duduk di kursinya.

Wanita itu pun melangkah ke arahnya. Lalu menatap Arhan dengan penuh penyesalan karena sudah telat hampir dua puluh menit dari waktu normal.

“Kamu tahu ini jam berapa?” bentak Arhan.

“Delapan lebih dua puluh menit, Pak,” jawab wanita itu dengan polos.

“Siapa namamu?”

“Na-ina A-lexan-dra,” jawab wanita itu dengan gagap.

“YANG JELAS NYEBUTNYA!” bentak Arhan dan membuat semua mahasiswa terkejut.

“Naina Alexandra,” ulang wanita itu.

“Bagus,” sahut Arhan. “Kamu pulang dan mengulang tahun depan di mata kuliah ini,” titah Arhan.

“Apa? Ngulang?” Naina terbelalak. Semua mahasiswa pun langsung terkejut dengan keputusan yang diambil oleh Arhan. “Tolong, Pak. Kasih saya kesempatan, tadi saya telat karena ...”

“KELUAR!” potong Arhan tanpa ampun seraya menunjuk pintu.

“Tapi, Pak. Saya ...”

“KELUAR SAYA BILANG!” titah Arhan dengan mata yang melotot.

Naina pun tak punya pilihan selain keluar dari kelas itu. Ia juga tak mau mempermalukan diri dihadapan teman-temannya.

Ia melangkah menyusuri koridor ruangan tersebut. Lalu duduk di bangku panjang tempat mahasiwa sering duduk menunggu mata kuliah dimulai. Hanya ada dia di bangku itu, karena semua mahasiswa sedang mengikuti ujian tengah semester.

“Mimpi apa aku semalam, kenapa nasibku sesial ini,” keluh Naina.

Ia tak bisa mengelak lagi dari masalah yang baru saja terjadi. Ia terpaksa harus mencari uang tambahan untuk biaya kuliahnya di semester berikutnya. Padahal ia sudah berencana untuk menyelesaikan semuanya di semester ini.

“Tuhan, apa yang harus kulakukan,” lirihnya.

Ia mengasihi dirinya sendiri dengan keadaan yang dia alami. Tiba-tiba ia teringat dengan kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia semenjak dia masih SMA. Sehingga sekarang ia tinggal bersama neneknya. Satu-satunya keluarga yang dia miliki.

“Maafin aku ya, Nek. Aku udah mengecewakanmu,” sesal Naina. “Ini semua gara-gara mobil sport merah maroon itu. Dia harus bertanggung jawab dengan semua ini. Dia harus ganti rugi dan membayar biaya kuliahku yang molor ini,” sambungnya dengan kesal.

Di tengah lamunannya itu, ponselnya bergetar. Lalu ia menerima panggilan dari tetangganya tersebut.

“Iya, Bu. Ada apa?”

“Nenekmu ditabrak motor. Naina.”

Deg! Hati Naina langsung tak karuan.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Heri Satria

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku