Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Godaan Sang Mantan Istri

Godaan Sang Mantan Istri

Rose White

5.0
Komentar
6
Penayangan
5
Bab

Altair Nanggala bersama istrinya Zoe Zivana menjalani hidup yang membosankan meskipun mereka nampak serasi dari luar. Altair dulunya menikahi Zoe karena ibunya hanya menginginkan keturunan jadi mereka menikah karena terpaksa khususnya Alta. Dulu Altair punya istri bernama Naura zoffany, Altair sangatlah mencintai Nau tapi karena ia tak kunjung hamil, akhirnya pernikahan mereka kandas dan setelah perceraian tanpa sepengetahuan Alta, Nau ternyata positif hamil 2 Minggu. Ia merahasiakan itu karena ia takut hanya di manfaatkan mertuanya saja, sebagai mesin membuat keturunan. Hadirnya Nau di tengah kehidupan Alta dan Zoe membuat bahtera rumah tangganya sedikit goyah. Jadi bagiamana kisah selanjutnya? akankah Zoe dan altair kembali rujuk atau Zoe dan Altair tetap mempertahankan pernikahan mereka yang rapuh.

Bab 1 Tidak seperti kelihatannya dari luar

---

----

Langit Jakarta malam itu terlihat gelap, seperti halnya hati Zoe Zivana yang tengah termenung di balkon apartemen mewahnya. Si manis tengah memeluk lututnya sendiri, ia mengenakan kaus putih longgar dan celana pendek. Angin malam menyapu rambut hitam panjangnya yang berkilau, membuatnya tampak seperti model dalam iklan di televisi. Namun, Zoe bukan lagi model. Ia kini adalah istri dari seorang pria kaya dan berpengaruh, Altair Nanggala-seorang CEO sukses yang hampir selalu absen dari rumah mereka.

Zoe memandang kosong ke arah lampu-lampu kota yang berkilauan, mencoba mengusir kesepian yang selalu menyelimutinya. Ia mendengar suara langkah kaki yang berat di belakangnya, mengiringi suara pintu balkon yang terbuka.

"Kenapa duduk di sini? Sudah malam," suara dingin Altair memecah keheningan.

Zoe menoleh, tersenyum tipis. "Cuma ingin menghirup udara segar. Kamu baru pulang?"

Altair mengangguk sambil melonggarkan dasinya. Wajah tampannya yang tegas terlihat lelah. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berjalan masuk ke ruang tamu. Zoe mendesah pelan. Sudah setahun lebih mereka menikah, tapi Altair selalu terasa seperti orang asing.

Zoe mengikuti Altair ke dalam. Ia melihat suaminya menuangkan segelas air dingin lalu setelahnya duduk di sofa.

"Makan malamnya sudah aku siapkan, tapi mungkin sudah dingin," kata si manis dengan suara lembut.

"Aku sudah makan," jawab Altair singkat tanpa menatapnya.

Zoe menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa sakit di hatinya. Hal ini selalu terjadi di setiap hari, pikirnya.

"Mas Al," Zoe akhirnya memecah keheningan.

"Aku tahu kamu sibuk, tapi ... bisa nggak kita luangkan waktu bersama, seperti dulu?"

Altair mendongak, menatap Zoe dengan tatapan datar. "Seperti dulu? Zoe, kita menikah bukan karena cinta. Kamu tahu itu, bukan."

Kata-kata yang terucap dari bibir Alta seperti sebuah pisau yang menghujam hati Zoe, rasanya sungguh menyakitkan. "Aku tahu," jawab si manis pelan, suaranya hampir gemetar.

"Tapi aku hanya ingin mencoba, Mas. Aku ingin mencoba membuat semuanya lebih baik."

Altair menghela napas panjang, meletakkan gelasnya di meja.

"Aku tahu kamu mencoba, Zoe. Tapi aku ... aku nggak tahu bagaimana harus menjalani ini. Aku terlalu lelah."

"Lelah? Dengan aku?" suara Zoe semakin lirih.

Altair mengalihkan pandangannya. "Lelah dengan semuanya. Jangan salah paham."

Zoe terdiam. Ia ingin bertanya lebih jauh, tapi takut mendengar jawaban yang menyakitkan.

----

Di ruangan kerjanya, dalam pikiran yang penuh kekacauan, Altair teringat masa lalunya bersama Naura Zoffany. Wanita itu adalah cinta sejati sekaligus istri pertamanya dulu. Jadi Altair ini dulu pernah menikah dan mereka menikah atas dasar cinta, sesuatu yang kini terasa asing baginya. Naura selalu berhasil membuat hidupnya berwarna, meskipun pernikahan mereka tidak sempurna.

Namun, tekanan dari keluarga membuat segalanya berubah. "Aku ingin punya cucu dari kamu, Altair. Jangan sampai kamu hanya menikah untuk bersenang-senang saja," ucapan ibunya masih terngiang jelas di telinganya.

Altair dan Naura mencoba segalanya, tapi tak kunjung dikaruniai anak. Hal itu membuat hubungan mereka menjadi rapuh, dan akhirnya, perpisahan menjadi jalan yang terpaksa mereka pilih. Altair tidak tahu bahwa perpisahan itu menyisakan luka yang dalam pada Naura, juga sebuah rahasia yang akan menghantuinya di kemudian hari.

---

Zoe menatap Altair yang duduk membelakanginya, tubuhnya terlihat tegang. Dengan hati-hati, ia mendekat dan duduk di samping suaminya.

"Mas Al ... apa aku pernah salah?" tanya Zoe, mencoba memberanikan diri.

Altair mengerutkan kening, lalu menatap Zoe. "Maksudmu?"

"Maksudku ... aku nggak tahu apa yang salah dengan kita. Aku selalu merasa bahwa aku seperti bukan bagian dari hidupmu."

Altair terdiam sejenak, menimbang kata-katanya. "Zoe, kamu nggak salah. Aku yang mungkin nggak pernah benar-benar mencoba."

"Kalau begitu, kenapa kamu nggak mencoba?" Zoe mendesak, matanya mulai berkaca-kaca.

Altair menghela napas panjang, lalu berdiri. "Aku nggak tahu. Mungkin karena aku nggak pernah benar-benar menginginkan pernikahan ini. Aku hanya melakukan apa yang diinginkan keluarga."

Zoe terpaku. Meski ia sudah sering merasakan hal ini, mendengar Altair mengatakannya secara langsung tetap saja masih menyakitkan.

"Jadi aku hanya kewajiban untukmu? Sebuah kompromi?" suaranya nyaris berbisik.

Altair menatap Zoe, matanya menunjukkan rasa bersalah, tapi tidak ada cinta di sana. "Zoe, kamu tahu bagaimana awalnya. Aku menikahimu karena ... ibu menginginkan cucu. Itu saja."

Air mata Zoe akhirnya jatuh. Ia berdiri dan berjalan ke arah kamar mereka tanpa berkata apa-apa lagi. Di belakangnya, Altair hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk.

Di dalam kamar, Zoe duduk di tepi ranjangnya dengan memeluk bantal untuk menahan isakannya. Ia tahu sejak awal menikah, Altair tidak pernah mencintainya, tapi ia berharap waktu bisa mengubah segalanya.

Sebagai seorang mantan model yang biasa hidup dalam sorotan, Zoe selalu terbiasa berpura-pura bahagia di depan orang lain. Tapi sekarang, tidak ada yang bisa ia sembunyikan dari dirinya sendiri.

"Kenapa aku tetap di sini?" tanyanya pada dirinya sendiri. Jawabannya selalu sama yaitu karena ia mencintai Altair, meskipun pria itu tidak pernah mencintainya.

Altair, di sisi lain, merasa dadanya sesak setiap kali melihat Zoe menangis. Bukan karena ia merasa bersalah, melainkan karena ia tahu ia tidak pernah memberikan Zoe apa yang pantas ia dapatkan.

Ia membenarkan kacamatanya lalu membuka laci, dan mengambil sebuah foto lama. Foto itu adalah satu-satunya kenangan yang masih ia simpan dari Naura. Dalam foto itu, Naura tersenyum hangat, dengan mata yang berbinar penuh cinta.

"Apa yang sedang kamu lakukan sekarang, Nau?" bisiknya pelan.

Altair tahu bahwa pernikahannya dengan Zoe tidak akan pernah seperti pernikahannya dengan Naura. Ia tidak pernah bisa melupakan wanita itu.

Malam semakin larut, dan kedua penghuni apartemen itu terjebak dalam kesunyian masing-masing. Zoe akhirnya tertidur dengan mata bengkak, sementara Altair tetap terjaga, memandangi foto Naura dalam diam.

Kehidupan mereka terlihat sempurna dari luar, tapi hanya mereka yang tahu betapa kosongnya hati masing-masing.

Altair dan Zoe tidak tahu bahwa takdir sedang merancang pertemuan yang akan mengubah segalanya. Kehadiran seseorang dari masa lalu akan menguji kekuatan pernikahan mereka yang rapuh dan menghadirkan pertanyaan besar. Aapakah cinta sejati akan selalu menang, ataukah kewajiban dan komitmen akan menjadi pemenangnya?

TBC šŸ„€šŸ„€---

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rose White

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku