Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Nadia Anindita menurunkan sepedanya dengan tergesa. Napasnya masih terengah ketika ia melewati gerbang sekolah.
Sinar matahari pagi menyelinap di sela-sela dedaunan, menambah hangat suasana hari itu. Nadia tersenyum kecil, mencoba mengusir rasa panik karena terlambat.
Namun, baru saja ia melangkahkan kaki di halaman sekolah, suara familiar menyambutnya dan Nadia menoleh.
"Telat lagi ya? Kebiasaan deh lo selalu datang telat, untung belum bel masuk lho!" suara Lisa, sahabatnya, terdengar sambil menatap dengan senyum meledek.
Nadia hanya nyengir. "Eh, tidak usah ngompor-ngomporin deh, ini bukan salah gue deh sepenuhnya, alarm jam gue rusak soalnya, hehee.."
Lisa menggeleng sambil tertawa kecil. "Alasan klasik lo, Nad. Basi tahu! Nanti ketahuan guru BK lo pasti di hukum deh, Nad, mau Lo?"
Nadia menoleh nyengir. "Ya, tidak mau lah gue, buat apa juga gue mau di hukum. Jangan doain gitu dong, Lis."
Lisa tertawa kecil. "Takut juga Lo ternyata di hukum?"
"Ya lah takut, masa tidak sih? Apalagi ketemu guru Bk males banget deh gue diceramahin panjang lebar kayak kereta api!" Nadia sedekap dengan wajah kesal.
"Hahaha. Ya sudah, asal lo tidak ketahuan hari ini tapi yang gue takutin sih nanti lo di tegur seseorang."
"Siapa tuh? Gue kenal ya?"
**
Ekheemm
Nadia dan Lisa menoleh, dan Lisa tersenyum kecut sambil berbisik.
"Ini maksud gue Nad, orang ini yang gue takutin."
Nadia menoleh dan diam saja merespon tanpa takut.
"Apa, deheman segala Lo sama gue?"
Lisa bergedik takut. 'astaga malah nyolot nih orang'.
Tiba-tiba, suara datar dan tegas memecah percakapan mereka. "Lo yang telat datang bukan kesekolah? Cepat berdiri disini Lo!"
Nadia menatap dengan dahi berkerut. Seorang pria muda, berseragam rapi dengan emblem Ketua OSIS di dadanya, berdiri menatapnya tanpa ekspresi.
"Kalau Lo terus-terusan telat, jangan salahkan kalau saya lapor ke guru BK. Mau Lo?"
Nadia melotot. "Apa urusan lo? Emangnya hidup gue ganggu hidup lo?"
Pria itu tidak menjawab. Dengan sikap dingin, ia menunjuk kening Nadia, membuat gadis itu semakin naik darah.
"Tugas saya memastikan semua siswa disiplin. Termasuk lo Nadia Anindita. Gue catat lo telat hari ini dan lo juga berani bentak gue!"
"Malah ancam gue lo! Gue tidak takut sama lo ya! Berani banget lo ancam gue walau lo itu ketua osis gue tidak takut!"
Raka bergedik bahu dan berlalu begitu saja tanpa mau mendengar teriakan marah Nadia yang kesal.
"Balik lo! Sini!"
"Disiplin apanya? Gue cuma telat, tidak bunuh orang!" Nadia balas berteriak.
Nadia hampir melangkah maju, ingin membalas dengan lebih tegas, tapi Lisa buru-buru menahannya.
"Nad, sudah lo harus sabar nanti jadi masalah kepanjangan sama dia lho Nad, sudah ya!"
"Gue tidak mau berhenti Lis, gedeg gue songong sumpah malah pake nunjuk kening gue pakai telunjuk dia, gue tidak terima Lis!"
"Sudah-sudah, Nad! Jangan bikin masalah sama dia. Dia itu, kan, Ketua OSIS! Ayo balik kelas saja." bisik Lisa cemas.
Nadia menghentakkan kakinya dengan kesal. "Ketua OSIS sok kuasa! Cih menyebalkan!" gumamnya pelan, meski Lisa hanya bisa menarik napas panjang dan menyeretnya masuk ke kelas.
'Moga-moga deh, tidak ada masalah antara Raka dan Nadia, gue tidak mau Nadia terkena masalah sama dia, mana dia hukum keterlaluan'
**
Setelah duduk di tempat mereka, suasana kelas mulai tenang. Guru Matematika, Bu Anita masuk membawa setumpuk kertas di tangannya.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Anita dengan suara lantang.
"Selamat pagi Bu!" Semua siswa-siswi serempak.
Tanpa basa-basi, guru matematika itu segera mengumumkan,
"Hari ini kita akan ada ujian dadakan. Keluarkan alat tulis kalian, dan jangan coba-coba berani menyontek. Atau Ibu akan mencoret nama kalian."
Sontak, seluruh kelas meratap kecil.
"Yah, Ibu kok ujian sih?"
"Yah, baru ketemu kita Bu!"
"Nanti saja ya, Bu?"
Bu Anita menggeleng pelan. "Tidak ada tapi-tapian buat kalian semua, kalian harus ujian hari ini!"
Lisa, yang duduk di sebelah Nadia, langsung cemberut.
"Ugh, kenapa harus ujian MTK sih? Tidak ada pelajaran yang lebih manusiawi, ya? Males banget sumpah tahu!"
Nadia hanya tertawa kecil sambil mengeluarkan buku catatan dan alat tulis.
"Santai saja, Lis. Aku suka MTK, kok. Seru tahu, coba kamu belajar pasti lo suka."
Lisa melirik Nadia dengan tatapan tidak percaya.
"Lo tuh manusia apa robot, sih? Kok suka pelajaran berhitung begitu, yang ada gue pusing tahu!"
Nadia tersenyum kecil dengan menanggapi respon Lisa.
Ketika suasana kelas mulai serius, pintu mendadak terbuka.
Tok Tok Tok
Semua kepala menoleh. Seorang siswa laki-laki masuk dengan langkah tergesa. Ia menghela napas panjang sebelum berbicara kepada Bu Anita.
"Maaf, Bu. Saya terlambat. Tadi saya harus mengantar mama ke rumah sakit. Boleh masuk kan Bu?"
Guru matematika itu mengangguk, terlihat memahami situasi. "Baiklah. Duduk dan mulai ujianmu. Ibu izinkan karena alasanmu masuk akal."