Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mama untuk Alfa

Mama untuk Alfa

deestory

5.0
Komentar
90
Penayangan
2
Bab

Angga Karna menemukan kembali senyum milik mendiang istrinya pada sosok Arimbi. Gadis yang kini sudah tiga bulan menjadi sekretaris pribadinya di kantor yang belakangan ini membuat Angga sulit tidur karena senyum itu. Sehingga lambat laun Angga merasa bahwa ia dapat mengutarakan cintanya kepada Arimbi, dan meminta gadis itu untuk menjadi Mama bagi Alfa. Anak semata wayangnya.

Bab 1 Permainan Panas

Cahaya matahari yang mulai meninggi menelusup melalui celah-celah jendela. Sedangkan dua insan ini masih asyik bergumul di bawah selimut. Suara kecupan dan desahan terdengar dari mulut mereka.

Malam tadi mereka bercinta dengan sangat panas dan keras. Tentunya dengan hasrat yang begitu tinggi dari laki-laki yang pagi ini sudah memulai kembali aktifitas ranjang itu dengan mata penuh amarah.

Bagaimana tidak? Sejak semalam laki-laki itu tampak sangat marah dan ia melampiaskan amarahnya dengan menikmati tubuh perempuan yang ia anggap sebagai kekasihnya. Tidak, ia tidak pernah memproklamirkan bahwa wanita itu adalah kekasihnya karena ia tidak hanya memiliki satu. Tapi, mereka semua selalu merasa bahwa pria ini adalah kekasihnya.

Stevan Morgan. Itulah nama laki-laki yang sedang bercumbu panas di ranjang pagi ini. Bersama salah satu 'kekasih'nya.

Ia tak pernah mencintai mereka semua. Ia hanya ingin mencicipi tubuh mereka. Termasuk Arimbi. Sayangnya, ia belum berhasil menikmatinya dan gadis itu telah pergi. Gadis yang sangat lurus itu mungkin sudah sangat muak dengan tingkahnya. Arimbi yang selama ini ia perjuangkan dengan sepenuh hati, namun nyatanya tak pernah benar-benar dapat ia gapai. Morgan muak juga masih berharap mengingat gadis itu.

"Ssshhh.... aaahh.... faster, Baby ..."

Perempuan itu meracau pemuh kenimatan saat Morgan memainkan lidahnya di bagian kewanitaannya. Entah, sudah berapa kali mereka melakukan ini dan mereka sama-sama menikmati. Ah, tidak ... Morgan tidak sepenuhnya menikmati permainan ini, laki-laki itu sepenuhnya tengah melepaskan kemarahannya pada perempuan asing yang ia temukan di sebuah Bar.

"Ooohhh.... yaa..."

Permainan lidah Morgan semakin membuat perempuan itu melayang jauh. Menggeliat merasakan geli di seluruh tubuh. Diremasinya kedua payudaranya dengan liar. Morgan mempercepat permainan lidahnya. Perempuan itu mengerang dan menjerit kenakan. Ia hampir sampai ke surga dunia lagi.

"Aaaahh... ooohhh.... Morgaaann.... ssshhhh...." Tubuh perempuan itu mengejang. Ia meremas sprei kuat-kuat. Ia kembali mencapai klimaks entah yang ke berapa kali.

Cairan hangat meluber keluar dari lubang vagina perempuan itu bersamaan dengan tubuhnya yang sedikit bergetar.

Morgan bangkit dan merebahkan tubuhnya di samping perempuan tadi. Napas perempuan itu masih terengah naik turun. Namun, berbeda dengan Morgan, laki-laki Itu kehilangan mood untuk bercinta, pikirannya sudah hancur karena ia teringat akan Arimbi. Ia belum pernah semarah ini karena di putuskan oleh wanita.

"Sayang, kok berhenti?"

Morgan bangkit dan meraih pakaiannya. Perempuan itu bangkit dari rebahnya dan melayangkan tatapan protes. Hanya seperti ini pagi ini? Padahal ia sudah berharap banyak.

"Morgan?"

"Aku udah gak mood. Goyangan kamu udah gak enak lagi. Kita selesai."

Perempuan itu terbelalak. Dengan mudahnya Morgan berkata seperti itu?

"Apa-apaan kamu? Setelah kamu dapetin apa yang kamu inginkan, kamu tinggalin aku gitu aja?" protesnya tak terima.

"Ya, iyalah. Kalau aku udah dapet apa yang aku mau, buat apa lama-lama bertahan di kondisi yang gak aku suka?" Morgan menaikkan sebelah alisnya menatap wanita itu

"Kalau kurang, besok aku tambahin, Jalang," ucapnya santai sembari masuk ke kamar mandi.

Perempuan itu mendengus. Tidak. Ia tidak akan membiarkan Morgan pergi begitu saja.

***

Sedangkan di tempat lain, kilau embun di atas dedaunan menambah indah suasana pagi. Decit burung yang saling bersahutan menggantikan senyapnya malam. Dingin. Pagi ini sedikit berbeda dari biasanya.

Jika kebanyakan kaum adam masih terbuai oleh mimpinya, maka tidak dengan pria yang satu ini. Siapa lagi kalau bukan Angga Karna? Pria tampan beranak satu ini baru saja selesai menyiapak sarapan untuk dirinya dan putra semata wayangnya.

Disekanya peluh yang mengalir di pelipis setelah siap menyajikan telur mata sapi dan roti bakar juga susu vanila dan kopi hitam untuknya. Angga tersenyum bangga dengan keterampilan memasaknya yang semakin hari kian meningkat. Kini pria itu berjalan menuju ke kamar putra tercintanya.

Ceklek ...

Pintu perlahan terbuka. Angga tersenyum. Ia bahkan belum sampai di depan pintu tapi pintu itu telah terbuka. Seorang anak kecil berusia lima tahun tampak berjalan keluar sembari mengucek matanya. Angga segera mendekatinya.

"Eh, Alfa udah bangun. Yuk, cuci muka dulu! Habis itu sarapan, terus mandi," ajak Angga menyentuh kedua pundak Alfa yang tengah menggeliat.

"Ayo, semangat dong, Sayang. Anak Papa masa gak semangat gini, sih?" ucap Angga tersenyum gemas sambil mengusap pipi gembul anaknya itu.

"Ngantuk, Pa."

"Ya udah, Papa bantu cuci muka, yuk. Nanti ngantuknya dijamin ilang."

Angga pun menuntun Alfa menuju ke kamar mandi setelah mendapat anggukan dari bocah kecil tersebut. Senyum di bibirnya mengembang saat melihat wajah polos anak lelakinya itu.

***

Angga menginjak pedal remnya saat mobilnya mendekati area sekolah. Dari arah berlawanan, tampak mobil Ilham yang juga terparkir. Terlihat Tania sedang menuntun Keyna, putrinya, menuju gerbang sekolah. Alfa segera menurunkan kaca mobil dan berteriak.

"KEYNAAA!!!"

Gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu menoleh dan tersenyum lebar. Ia melambaikan tangannya sambil balas memanggil Alfa.

"HAI ALFAAA!!"

Tania berhenti berjalan dan ikut menoleh. Senyumnya merekah saat melihat Alfa.

"Pa, Alfa sekolah dulu ya," pamit Alfa. Ia membuka pintu mobil dan melompat turun.

"Hati-hati, Al!"

"Siap, Papa!"

Alfa berlari mendekati Keyna setelah Angga mengusap rambut Alfa dan memberikan kecupan kepada putranya itu. Dan Angga dapat melihat Tania menyambut Alfa dengan begitu ramah. Dari dalam mobil, Angga tersenyum kemudian menutup kaca mobil sebelum kemudian bergegas melajukan kembali kendaraan beroda empat itu menuju kantornya.

"Dada Papa," teriak Alfa yang masih bisa di dengar oleh Angga.

Angga pun berhenti sebentar saat Tania berjalan mendekati mobilnya, laki-laki itu kembali membuka kaca mobil.

"Titip ya, Tan. Nanti kalau gak ada yang jemput, tolong telepon aku."

"Tenang, aku sama Ilham bisa kasih tumpangan buat Alfa, Ngga."

Tania mengacungkan jempolnya. Angga menutup jendela mobilnya dan menginjak pedal gasnya. Dibunyikannya klakson saat melewati mobil Ilham, kemudian dibalas oleh Ilham. Ia melaju ke kantornya.

***

Satu-satunya alasan Angga rajin ke kantor adalah karena gadis itu. Gadis yang meja kerjanya hanya berjarak beberapa meter dari meja kerjanya. Gadis yang tiga bulan lalu berhasil membuatnya linglung dalam sekejap padahal Angga adalah tipe orang yang sulit akrab dengan orang baru.

Gadis yang terlalu rajin dan bahkan terlalu sempurna untuk menjadi sekretarisnya. Angga berjalan perlahan menuju ruang kerja tanpa melepaskan tatapan dari gadis itu.

Siapa lagi kalau bukan Arimbi?

Angga tersenyum tipis saat melihat gadis itu telah duduk di kursinya, menghadap laptop dan setumpuk kertas laporan-laporan, juga berbagai berkas yang memerihkan mata. Angga mendekati Arimbi dengan senyum manis yang masih menghiasi wajahnya.

"Rajin sekali kamu?"

Arimbi spontan sedikit terlonjak mendengar suara atasannya itu. Ia tidak menyadari kehadiran Angga karena terlalu fokus pada pekerjaannya. Gadis itu segera berdiri dan tersenyum kikuk seraya membungkuk untuk menghormati Angga.

"Selamat pagi, Pak Angga."

Angga mengangguk sekilas menanggapi sapaan dari sekretarisnya itu.

"Kamu sudah sarapan?" tanya Angga.

Laki-laki ini memang tipe orang yang ramah kepada semua bawahannya. Gadis itu kemudian mengangguk tipis menanggapi pertanyaan bos-nya.

"Nanti saja, Pak. Saya nggak terbiasa sarapan," balas Arimbi sopan.

Angga kemudian mengangguk paham, pria itu kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke meja kerjanya sendiri.

"Ya sudah kalau gitu, silakan lanjutkan kerjaan kamu."

"Baik, Pak," ucap Arimbi dengan senyum tipis seperti biasa.

Kini Angga sepenuhnya berlalu meninggalkan ruangan setelah meletakkan tas kerja di meja. Sedangkan Arimbi kembali duduk dan mengerjakan tugasnya.

Senyum itu...

Senyum yang sudah lima tahun tak dilihatnya.

Angga menghela napas. Ia selalu tak karuan saat harus berhadapan dengan Arimbi. Kehadirannya memutar kembali memori lama dalam benak, melayang pada kejadian lima tahun lalu saat sang istri melahirkan pangeran kecilnya. Kenangan-kenangan di mana ia bersama Eleena kembali teringat jelas saat ia bersama Arimbi. Kemiripan senyum dan tatapan Arimbi dan Eleena membuat Angga sering kali goyah. Angga ingin memeluk dan menyampaikan seluruh kerinduannya, namun, ia juga harus sadar pula bahwa Arimbi bukanlah Eleena.

Mereka dua orang yang berbeda. Meski senyum itu jelas membuka luka sekaligus kenanagannya.

To be continued ...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh deestory

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku