Mak Bayah seorang dukun kampung yang memiliki dua orang suami yang tinggal di satu atap dengan akur, Mak Bayah akan melakukan apa saja asalkan laki-laki yang ia inginkan, ia dapatkan.
1975, Berau (East Kalimantan)
Part 1
"Heran sama kehidupan Mak Bayah! Punya suami dua tapi suaminya akur semua, Apa nggak cemburu ya pas di ranjang?" tanya Asnah, salah satu tetangga Mak Bayah.
Asnah sedang asik bercerita dengan Lusi mengenai Mak Bayah, dukun di kampung mereka yang sudah beberapa tahun ini memiliki suami dua dan anehnya, suaminya berada di satu atap.
Kehidupan merekapun sangat akur.
Bahkan kedua suaminya saling membantu saat Mak Bayah begitu repot menangani pasien berobat kampung yang datang tak hanya dari kampung saja, namun hingga luar daerah.
Sesekali suaminya yang bernama Rizal dan Suwito tertawa bercanda.
"Iya ... ya, padahal kalau mau dibilang bodoh juga ya enggak. Soalnya si Rizal kan sekolahnya tinggi sampai SMA dan pernah bekerja juga di ladang Pak Tejo sebagai mandor, tapi kok mau-maunya dijadikan suami kedua Mak Bayah. Ini aneh!" Seru Lusi.
Asnah langsung menyilangkan jari telunjuknya ke mulut, meminta Lusi untuk mengecilkan volume suaranya. Mereka yang tengah duduk di teras menunduk saat Mak Bayah lewat tak jauh dari tempat mereka. Tatapan sinis Mak Bayah membuat mereka menunduk.
"Kalian itu kalau tidak ada kerjaan, tidak perlu menggunjing orang apalagi orang seperti aku. Memangnya kalian dapat apa! Urusi saja suami kalian, sebelum aku ambil nanti!" Bentak Mak Bayah lantas melintasi mereka, sementara Suwito, suami pertamanya mengekor di belakangnya.
"Sebaiknya aku pulang dulu, Lus. Aku lupa belum masak nasi buat suamiku." Tukas Asnah gegas meninggalkan Lusi sendirian.
Lusi menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Sepulang Asnah dari rumahnya, Lusi memikirkan suami-suami Mak Bayah, terutama Rizal.
Rizal sendiri sejatinya mantan kekasih Lusi dulu, kurang lebih hampir enam tahun mereka menjalin kasih.
Namun, tiba-tiba Rizal berubah dan memutuskannya tanpa alasan, dua pekan setelahnya Rizal menikah dengan Mak Bayah yang usianya terpaut lima belas tahun.
Pernikahan Rizal dan Mak Bayah sempat membuat geger kampung. Orang tua Rizal sendiri bahkan tidak mau mengakuinya sebagai anak.
"Ibu sudah setuju kamu dengan Lusi, tapi kenapa kamu ngotot mau menikah dengan perempuan yang usianya hampir sama dengan Ibu? Di mana akal sehatmu, Rizal? Kamu benar-benar sudah dibutakan oleh Mak Bayah!" sengit Ibu Rizal, Suri kala itu.
"Aku tak peduli, Bu. Aku cinta mati sama Mak Bayah. Pokoknya aku harus menikah dengannya, entah Ibu mau setuju atau tidak, aku sudah tak peduli lagi," kata-kata Rizal benar-benar menghancurkan kokohnya dinding hati Suri. Begitu juga Lusi yang saat itu berada di tempat.
Suri dan Lusi menangis bersama tak dipedulikan oleh Rizal, saat terlontar kata-kata tak mengakui sebagai anak. Bukannya takut, Rizal malah menantang dengan mengangkut semua pakaiannya dan serta merta ke luar dari rumah tanpa ampun.
Rizal sudah menikah jelang dua tahun dengan Mak Bayah. Apa yang dilakukan oleh Mak Bayah dengan bersuami
dua, pernah ditegur oleh kepala kampung, Jamal.
Tapi, sepulang dari rumah Mak Bayah, Jamalpun sudah tak peduli lagi dengan keinginan warga.
"Biarlah Mak Bayah bersuami dua, Toh, dia tidak merugikan kita juga sebagai warga kampung, apalagi selama ini Mak Bayah selalu menolong orang yang sakit baik karena disantet atau karena sakit biasa, semuanya ditolong dan Mak Bayah tak pernah sungkan membantu kita, hanya karena dia punya suami dua membuat kita marah, buat apa ... kalau dia pergi dari kampung kita, kita juga yang akan rugi. Jadi biarlah dia dengan urusannya."
Warga kampungpun pasrah mendengar kata-kata Jamal.
Meski sudah lama putus dengan Rizal dan Rizal menikah dengan dukun kampung itu, perasaan Lusi tak pernah berubah bahkan semakin bertambah karena dia yakin jika mantan kekasihnya itu hanya salah jalan saja dan berharap suatu saat nanti, mereka akan kembali lagi.
Dia yakin Rizal terkena pelet Mak Bayah. Logika saja, tidak mungkin ada seorang laki-laki yang dengan tulus, ikhlas dipoliandri begitu. Benar-benar tak masuk akal.
Lusi menghela napas mengingat semua rentetan kejadian, tak lama dia masuk ke dalam rumah, memasak nasi dan lauk untuk kepulangan orang tuanya dari ladang. Sebagai anak tunggal, Lusi tak diperbolehkan membantu kedua orang tuanya bekerja, mereka tidak mau anak cantiknya hitam karena terkena sengatan matahari.
***
"Apa kamu masih cinta sama si Lusi itu?" tanya Mak Bayah ke pada Rizal saat mereka sedang duduk bertiga menyantap makan siang.
Rizal mendongakkan kepala kemudian menggelengkan kepalanya. Mak Bayah nampak menyunggingkan senyumnya.
"Kamu jangan pernah dekat-dekat lagi dengan perempuan manapun, termasuk sama mantan pacarmu itu, aku tak pernah suka dan sampai itu terjadi, kamu akan tahu akibatnya!" Ancam Mak Bayah sambil terus mengunyah. Rizal hanya mengangguk tanpa banyak bicara.
Selesai makan siang, Mak Bayah mencuci tangan lalu masuk ke dalam kamar sementara kedua suaminya bergotong royong membersihkan sisa makanan dan mencuci piring. Kegiatan seperti ini setiap hari mereka lakukan, makan siang yang baru saja mereka santap adalah hasil karya kedua suaminya.
"Kamu jangan sampai membuat Mak Bayah marah, nanti dia akan mendiamkan kita berhari-hari. Lebih baik apa saja maunya, kita ikuti karena mendapatkan senyumannya saja kita sudah sayang sama dia." Titah Suwito sambil menyapu bekas makan siang mereka yang lesehan di lantai.
"Ya, aku selalu mengikuti apa maunya, tidak pernah tidak. Aku juga sudah tidak pernah mengangkat wajahku ke pada perempuan-perempuan manapun di luar sana." Sahut Rizal mengangkut piring dan mangkuk untuk dicuci.
Mak Bayah yang mendengar percakapan mereka dari dalam kamar tersenyum. Dia senang dengan kedua suaminya yang akur dan tak pernah sekalipun melawan dirinya. Dia tahu dengan pelet kotoran dari kemaluannya membuat kedua laki-laki itu tunduk dan patuh padanya sampai kapanpun.
Setiap ia datang bulan, maka Mak Bayah dengan teganya akan mencampurkan sedikit kotoran darah haidnya ke dalam kopi yang ia suguhkan dan wajib diminum oleh mereka, setelahnya dia akan bercinta dengan kedua suaminya di ranjang dalam keadaan kotor.
Para suaminya tidak jijik sama sekali, bahkan mereka menikmati permainan dengan penuh gelora. Mak Bayah sebenarnya memiliki wajah yang lumayan manis dengan kedua lesung pipinya, sebelum menikah dengan Suwito dan Rizal.
Dia pernah menikah dengan Hamzah, suami yang meninggalkannya karena ada perempuan lain di hatinya.
Berbekal pengetahuan yang diturunkan dari ibunya, Mak Bayah mengamalkan memberi kotoran darah haid ke dalam minuman untuk laki-laki yang disukai atau bakal menjadi suaminya kelak.
Untuk membalas dendam atas apa yang dilakukan Hamzah ke padanya, Mak Bayah pernah memberi darah tersebut pada minuman Hamzah, setelahnya Mak Bayah meninggalkan laki-laki yang telah membuat sakit hatinya itu.
Sebelum Mak Bayah meninggalkan tanah kelahirannya dan berdiam diri di Pulau Kalimantan. Dia hanya mendengar kisah Hamzah yang kini mengalami gangguan jiwa akibat ditolak oleh Mak Bayah.
Mak Bayah puas karena pelakor yang merebut Hamzah darinya, hanya kebagian jatah mengurus Hamzah yang dinyatakan gila.
Begitu kedua suaminya menyelesaikan pekerjaan, Mak Bayah meminta mereka berdua memijat tubuhnya.
Gegas Suwito dan Rizal melakukan tugasnya. Dengan mata berbinar mereka memijat dan selang beberapa menit, merekapun bercinta dengan dahsyatnya.
Suara erangan dan desahan terus ke luar dari mulut ketiganya, keringat yang menitik dan membasahi sebagian tubuh, tak mereka pedulikan.
Mereka terus melakukan aksinya, tilam lusuh yang beralaskan tikar menjadi saksi ketiganya.
"Aku mau beristirahat dulu, kalian siapkan bahan pengobatan karena nanti siang ada orang yang mau ke sini." Perintah Mak Bayah yang melanjutkan tidurnya setelah pertempuran sengit mereka.
Tanpa banyak tanya, Suwito dan Rizal segera menggunakan pakaian dan menuju dapur mempersiapkan bahan yang diperlukan untuk pengobatan.
Berbagai daun yang telah dikeringkan sudah mereka masukkan dalam wadah seperti mangkuk besar dan berbagai ramuan lainnya pun selesai ditata di atas meja yang ditempatkan di ruangan khusus persis bersebelahan dengan ruang makan.
Mak Bayah memang melakukan pengobatan di dalam ruangan khusus, hanya dia dan orang yang sakit saja yang boleh masuk, tugas kedua suaminya menunggu perintah dari balik pintu ruangan yang hanya disekat oleh gorden bunga-bunga saja.
Kehebatan Mak Bayah, orang sakit menahun dan sulit disembuhkan akan sembuh dalam hitungan jam saja ditangannya.
Mak Bayah juga tak pernah meminta mahar yang ditukar untuk jasa pengobatannya. Dia hanya meminta jarum atau rokok saja sebagai ganti uang.
Meski tak sedikit yang memberinya uang, dia juga tak menolak asalkan mahar terpenuhi.
Tak sedikit pula yang membawakannya beras, bahan dapur sehingga tanpa bekerjapun Mak Bayah sangat tercukupi dari hasil pengobatan.
Mak Bayah bangun dari tidurnya, kemudian menampung sperma milik kedua suaminya dan menaruhnya dalam gelas kecil yang sudah dia siapkan. Sperma kedua suaminya itu berguna untuk peletnya agar suaminya tak macam-macam.
Bab 1 Part 1
25/12/2023
Bab 2 Part 2
25/12/2023
Bab 3 Part 3
25/12/2023
Bab 4 Part 4
25/12/2023
Bab 5 Part 5
25/12/2023
Bab 6 Part 6
25/12/2023
Bab 7 Part 7
25/12/2023
Bab 8 Part 8
25/12/2023
Bab 9 Part 9
25/12/2023
Bab 10 Part
25/12/2023
Bab 11 Part 11
03/01/2024
Bab 12 Part 12
03/01/2024
Bab 13 Part 13
03/01/2024
Bab 14 Part 14
03/01/2024
Bab 15 Part 15
03/01/2024
Bab 16 Part 16
03/01/2024
Bab 17 Part 17
03/01/2024
Bab 18 Part 18
03/01/2024
Bab 19 Part 19
03/01/2024
Bab 20 Part 20
03/01/2024
Bab 21 Part 21
03/01/2024
Bab 22 Part 22
03/01/2024
Bab 23 Part 23
03/01/2024
Bab 24 Part 24
03/01/2024
Bab 25 Part 25
03/01/2024
Buku lain oleh RA. Adisti
Selebihnya