Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Jangan Main-Main Dengan Dia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
Hari itu, seperti biasa, Rey datang lebih awal di PT. Maya Food. Suara deru mesin kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan Surabaya sudah menjadi musik pagi yang akrab di telinganya. Dengan langkah ringan, Rey melangkah memasuki gedung perusahaan yang cukup megah itu. Dia adalah office boy, tapi bagi Rey, gelar itu bukanlah penghalang untuk bersinar.
"Pagi, Rey! Siap-siap bikin kopi?" sapa Dika, salah satu karyawan bagian pemasaran, sambil tersenyum lebar.
"Pagi, Dik! Siap, siap! Kopinya mau yang kayak biasa, kan?" jawab Rey sambil mengangguk, matanya berbinar penuh semangat. Rey memang dikenal sebagai orang yang supel dan mudah bergaul. Setiap pagi, dia selalu menyapa semua orang dengan semangat, membuat suasana kantor terasa lebih hidup.
Rey cepat menuju pantry, mengambil bahan-bahan untuk membuat kopi. Di sana, dia mulai bercanda dengan beberapa karyawan yang sedang sarapan.
"Eh, Rey! Kapan nih kita bisa traktir kamu makan? Mau makan di mana, nih?" tanya Lisa, salah satu karyawan HRD, dengan senyum nakal.
"Traktir? Haha, jangan harap! Kalian yang sering makan enak, gue masih nabung buat beli sepatu baru!" balas Rey sambil tertawa. "Tapi, kalau mau ajak gue makan, ya boleh aja. Asal kalian bayar, hahaha!"
Suara tawa mengisi pantry. Rey memang punya cara tersendiri untuk mencairkan suasana. Dia tidak hanya sekadar OB; dia adalah jembatan komunikasi antara karyawan. Setelah menyajikan kopi dan makanan ringan, Rey kembali ke meja kerjanya.
"Rey, tolong ambilin dokumen di ruang rapat," teriak Pak Budi, manajer keuangan, dari ujung koridor.
"Siap, Pak!" Rey menjawab dengan sigap. Dia cepat-cepat berlari ke ruang rapat, mengambil dokumen yang diminta, dan kembali lagi ke meja Pak Budi.
"Thanks, Rey! Sehat selalu ya!" ucap Pak Budi sambil tersenyum.
"Siap, Pak! Sehat demi gaji, hehe!" Rey menjawab dengan senyuman.
Setelah menyelesaikan beberapa tugas, Rey meluangkan waktu untuk duduk di bangku taman kecil di luar gedung. Di sinilah tempat favoritnya untuk bersantai sejenak. Dia sering melihat Bu Maya, pemilik perusahaan, berjalan di sekitar dengan aura yang kuat. Namun, Rey tahu bahwa hubungan mereka lebih dari sekadar karyawan dan bos; dia sudah menganggap Bu Maya seperti seorang ibu.
"Rey, kamu ngapain di sini? Kerja dong!" tegur Rina, salah satu staff marketing, yang lewat dengan langkah cepat.
"Wah, Rina! Lagi nyantai sedikit, lah. Nanti kerja lagi. Santai itu penting biar otak enggak seret," jawab Rey sambil melambai.
"Ya, ya! Santai-santai, tapi ingat deadline!" Rina melanjutkan perjalanannya, sambil tertawa.
Tak lama kemudian, Rey kembali ke dalam. Dia menyapu lantai dan merapikan tempat-tempat yang berantakan. Setiap kali ada karyawan yang lewat, mereka pasti melempar senyum dan sapaan. Rey sangat menghargai hubungan baik yang dia jalin dengan mereka.
"Oh, Rey! Ini ada paket buat Bu Maya," kata Sinta, receptionist, sambil menyerahkan dokumen.
"Siap, Sinta! Makasih ya!" Rey mengambil paket itu dan bergegas menuju ruang kerja Bu Maya.
Ketika dia mengetuk pintu, suara tegas Bu Maya terdengar dari dalam. "Masuk!"
Rey membuka pintu dan masuk. "Bos, ada paket untuk ibu," katanya sambil menyerahkan dokumen.
"Terima kasih, Rey. Sudah berapa kali saya bilang, panggil saja saya Bu Maya?" jawab Bu Maya, matanya menatap Rey dengan serius namun hangat.
"Maaf, Bos. Kebiasaan. Jadi, saya tetap panggil Bos," Rey menjawab sambil tersenyum.
"Ya sudah, terserah kamu. Tapi, tolong jangan panggil saya Bos kalau kita di luar kantor, ya?" Bu Maya menambahkan sambil tersenyum.
"Siap, Bu!" Rey mengangguk, merasa senang bisa bercanda dengan Bu Maya.
Seharian itu, Rey terus menjalani rutinitasnya dengan semangat. Baginya, pekerjaan ini bukan hanya sekadar mencari uang, tetapi juga tentang membangun hubungan dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Dia tahu, di balik kesederhanaan pekerjaannya, ada kekuatan untuk mengubah suasana hati banyak orang.
Rey sedang duduk santai di meja kerjanya setelah menyelesaikan tugas-tugas harian ketika tiba-tiba Dika, Rina, dan Bagas masuk ke ruang pantry. Wajah mereka tampak suram, seolah baru saja menerima kabar buruk.