"Lebih baik aku melajang seumur hidup daripada menikahi gadis seperti dia!" Akibat kesalahan satu malam, Juan terancam harus menikah dengan Asheela Daniella, seorang gadis miskin yang tidak ia kenali. Juan jelas tidak terima. Sejak dahulu, Juan bermimpi menikahi seorang perempuan yang setara dengannya. Paling tidak, harus jelas babat-bibit-bobotnya dan pantas untuk bersanding dengan Juan selaku pewaris tunggal Naratama Group. Di luar dugaan, sang ayah justru menuntut pertanggungjawaban hingga Juan terdesak untuk menikahi Asheela. Alih-alih mewujudkannya, Juan mulai memberikan teror kepada Asheela agar gadis itu menolak pernikahan. Sebagai gantinya, Juan akan menawarkan ganti rugi senilai ribuan dollar. Apakah Asheela menerima tawaran itu? Mampukah Asheela menghadapi teror demi teror dari pria dingin seperti Juan? "Sudah kubilang, lebih baik aku melajang seumur hidup daripada menikah dengan gadis sepertimu," tutur Juan dengan tatapan dingin menusuk. "Kau benar-benar pria kejam!" balas Asheela dengan mata berkaca-kaca.
"Kau yakin tidak akan menginap, Bro?" Satu suara terdengar dari seorang pria berwajah tampan. Dia adalah Lukas. Pria itu tersenyum cerah ke arah sahabatnya.
Untuk meraih gelar master dalam bisnis, ia dan teman-temannya dikirim ke daerah yang cukup pelosok dan ditugaskan untuk mengembangkan usaha di daerah itu.
Karena letaknya yang jauh dari perkotaan, sebagian besar teman mereka memilih untuk menginap di indekos yang disediakan. Tak terkecuali Juan.
Pria itu tergoda untuk menginap. Namun, ayah dan ibunya tengah berlibur dan menitipkan ketiga adiknya hingga ia harus pulang dan memeriksa keadaan mereka.
"Aku akan pulang dan kembali ke sini besok pagi," ucap pria berwajah tampan itu.
"Sayang sekali," tutur Lukas seraya menggelengkan kepala, "Padahal anak-anak sudah menyiapkan ini."
Lukas sedikit membuka tasnya dan memperlihatkan beberapa botol kaca berisi minuman. Mereka berniat berpesta malam ini dan Juan hanya tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala.
"Ck." Lukas mendecak. "Kau itu terlalu baik, Juan. Sesekali kau harus menjadi lelaki yang nakal," tuturnya.
"Aku tidak akan meraih keinginanku jika menjadi seperti itu," jawab Juan seraya memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas.
"Memangnya, apa keinginanmu?" Lukas bertanya penasaran.
Namun, Juan tidak menjawabnya. Pria itu memilih meraih tasnya dan beranjak pergi dari sana.
"Hati-hati! Katanya, malam ini akan turun hujan deras!" Lukas berseru, tetapi Juan tidak menjawab dan terus berjalan pergi. Meninggalkan indekos tempat menginap dan melangkah menuju mobilnya.
Nama pria itu adalah Juan Mateo Naratama. Pria itu sedang menempuh pendidikan S2 di sebuah kampus elit. Tak banyak yang mengetahui bahwa pria itu adalah pewaris utama dari Naratama Group. Wajahnya yang tampan dengan tubuh tinggi atletis membuat Juan digemari banyak wanita. Sayang, pria itu selalu bersikap cuek.
Juan sangat pemilih soal wanita. Impiannya adalah menikahi wanita yang setara dengannya dan bagus babat, bibit, bobotnya. Paling tidak, Juan ingin menikah dengan seseorang yang mirip ibunya: lembut, penuh kasih, dan bermartabat. Oleh sebab itu, pria itu terus menjaga sikap dan menolak menjadi laki-laki tidak benar.
Begitu Lukas beranjak memasuki mobil, sebuah petir menyambar. Awan gelap semakin mendekat di kejauhan. Ia harus pergi sebelum turun hujan deras.
Pria itu sudah menyalakan mobilnya, tetapi perhatiannya teralihkan oleh seorang perempuan yang berdiri cemas di sebuah halte terdekat.
Dia adalah Sheela, seorang mahasiswi yang dijuluki sebagai Dewi Keberuntungan. Jelas, julukan itu tidak dibuat untuk memujinya, melainkan untuk merendahkannya karena Sheela berasal dari keluarga miskin yang beruntung bisa kuliah bersama mereka.
Mana mungkin mendapatkan bis malam-malam seperti ini? Ditambah, akan turun hujan deras, pikir Juan.
Juan berniat mengabaikan gadis itu dan melajukan mobilnya. Akan tetapi, ia terpaksa harus menginjak rem saat tahu-tahu gadis itu merentangkan tangan di depan mobilnya.
"Ada apa?" Juan bertanya dengan dingin melalui kaca jendela yang sedikit terbuka.
Wajah Sheela terlihat cemas dan tergesa.
"Apakah aku bisa menumpang di mobilmu? Ada keadaan mendesak dan aku harus kembali malam ini juga," ucap Sheela dengan gelisah.
"Tidak," jawab Juan tanpa berpikir panjang.
Jika gadis itu berpikir ia akan merasa kasihan dan membantunya, maka salah besar.
Juan sangat menjaga dan membatasi lingkungan pertemanannya. Ia tak akan sudi berada satu mobil dengan gadis miskin seperti Sheela.
Tanpa mendengarkan penjelasan Sheela lebih lanjut, Juan kembali melajukan mobil sport hitamnya. Sekilas, matanya melirik ke arah kaca spion mobil. Terlihat Sheela kembali ke halte dan menunggu. Hujan mulai turun dan udara bertambah dingin hingga gadis itu mulai memeluk tubuhnya yang menggigil.
Juan sangat ingin mengabaikannya. Namun, dia mengingatkan Juan akan adik perempuannya. Ia tak akan tega membiarkan adiknya terjebak dalam situasi seperti itu.
"Sial." Juan bergumam.
Tanpa pikir panjang, dia memundurkan mobilnya hingga berhenti tepat di hadapan Sheela seperti sebelumnya.
"Naiklah," tukas pria itu dengan tidak ramah. Wajahnya terlihat kusut.
Terlihat jelas pria itu terpaksa melakukannya. Meski demikian, akhirnya Sheela benar-benar beranjak masuk dan duduk di kursi penumpang mobil sport itu.
"Te-terima kasih," ucapnya.
"Hanya sampai kota!" Juan berkata dengan dingin. "Aku akan langsung menurunkanmu begitu tiba di kota," tukasnya dengan alis mengerut sempurna.
Sheela hanya menanggapi ucapan dingin itu dengan anggukan patuh dan mobil itu mulai melaju kencang di jalanan.
Kontras dengan bising di luar, suasana di dalam mobil amat hening. Tidak ada yang bersuara. Hujan turun semakin deras dan jalanan kian gelap hingga Juan memacu kecepatan mobilnya lebih tinggi. Namun, tahu-tahu mobil mereka menghantam lubang di jalanan. Mobil itu seketika bermanuver dan Juan cepat-cepat membanting stir ke kanan untuk menghindari jurang di sisi kiri.
Kendaraan roda empat itu mulai berputar-putar tanpa bisa dikendalikan. Beruntung, tak ada kendaraan lain di jalan tersebut hingga mobil Juan berakhir terperosok dari jalan raya, terjebak pada tanah berlumpur yang merendam ban mobilnya.
Di kursi belakang, wajah Sheela berubah pucat. Ia kira mereka tidak akan selamat.
"Sial!" Juan mendecak.
Pria itu mencoba memajukan mobilnya, tetapi roda itu terendam dalam lumpur hingga tak bisa bergerak ke mana pun. Deru hujan masih begitu deras di luar.
Ia mengecek ponselnya, berniat mencari pertolongan, tetapi tak ada sinyal yang bisa didapatkan.
Juan mengembuskan napas kasar. Bahkan meski Juan memberikan tumpangan pada Dewi Keberuntungan, justru kesialan bertubi-tubi yang menghampirinya.
"A-apa yang harus kita lakukan?" Sheela bertanya pelan dan hati-hati.
Juan tidak menjawab, berusaha mengabaikan pertanyaan gadis itu. Sejak tadi, pikirannya berusaha mencari cara, tetapi berakhir buntu hingga justru perutnya yang berbunyi.
Juan memang belum memakan apa pun sejak siang.
"Kemarikan tasku," titah Juan dengan dingin dan angkuh.
Seingatnya, ia menyimpan beberapa roti di dalam tas.
Tas pria itu berada tepat di sisi Sheela. Gadis itu mencoba mengambilnya, tetapi talinya justru tersangkut pada tuas di kursi. Dia mencoba menariknya, tetapi Juan kehilangan kesabaran.
"Biar aku saja!" sergah pria itu.
Dari kursinya, dia menoleh ke belakang dan berusaha mengambil tasnya. Pada saat yang sama, Sheela mencoba membantu hingga tanpa sadar wajah mereka jadi berdekatan.
Tak hanya itu, tubuh Sheela pun berada tepat di dekat wajah Juan. Hingga ketika pandangan keduanya bertemu, suasana menjadi sangat canggung.
Hujan di luar membuat udara terasa sangat dingin, tetapi intensitas mereka justru membuat Juan mulai merasa panas.
"I-ini." Sheela menyerahkan tas hitam pria itu.
Juan menyambarnya tanpa berpikir panjang dan kembali duduk di joknya. Jantung pria itu masih bertalu-talu dengan tidak normal. Tanpa pikir panjang, Juan membuka tasnya dan meraih sebuah botol dari sana, kemudian langsung menenggaknya sampai habis.
Alis Juan mengernyit dalam.
Rasanya aneh.
Juan menatap ke arah botol di tangannya dan memejamkan mata saat menyadari itu adalah salah satu minuman yang dibawa Lukas.
Ini pasti ulah pria itu.
Juan mengembuskan napas panjang. Bagus sekali. Sekarang, ia tak akan menyetir sepanjang malam dalam keadaan seperti ini.
"Sepertinya masih lama hingga hujannya berhenti." Sheela kembali berbicara tanpa diminta. "Kamu tidur saja. Aku akan berjaga," tutur gadis itu.
Entah karena Sheela selalu menjadi bahan ejekan di jurusannya atau Juan yang menyesal mengajak gadis itu dan membuat semuanya menjadi kacau, kekesalan pria itu jadi makin mudah tersulut.
"Ini mobilku. Jangan memerintahku," tukasnya dengan angkuh.
Sedetik kemudian, minuman itu seakan bereaksi dan membuat kepala Juan terasa pusing.
Tanpa mengacuhkan Sheela, ia mulai menurunkan jok mobilnya sampai menemukan posisi yang nyaman dan memejamkan mata untuk meredam rasa pusing di kepalanya.
Tubuh Juan pun sudah letih setelah beraktivitas sepanjang hari hingga tak butuh waktu lama bagi pria itu untuk terlelap. Tubuhnya sesekali menggigil karena hawa dingin menusuk.
Tiba-tiba ia merasakan sebuah kain menyelimuti tubuhnya.
Juan membuka mata. Ia sedikit tersentak saat mendapati Sheela sudah berada tepat di hadapannya. Ia membalut tubuh Juan dengan jaket milik gadis itu.
Pandangan mereka bertemu. Tangan mungil Sheela berada tepat di bahu Juan dan ia bisa merasakan kehangatan menjalar di sana.
"Ma-maaf. Kamu menggigil. Aku hanya mencoba menghangatkanmu," tuturnya.
Sorot mata Juan masih terlihat sayu.
Ia mungkin gila, tetapi entah mengapa gadis itu tampak begitu cantik di matanya. Hingga tanpa sadar tatapan Juan sudah diliputi kabut gairah.
Juan berkedip, berusaha menghilangkan fantasi liar itu dari pikirannya. Ini pasti karena minuman itu. Akan tetapi, semakin ia menatap pada bibir mungil Sheela, semakin dia bisa membayangkan hangat manis bibir itu, dan semakin jantung Juan bertalu-talu.
Ia menelan saliva berat.
"Kalau begitu, hangatkan tubuhku," ucap Juan.
Dia menarik tengkuk Sheela, lalu menyatukan bibir mereka dengan intim.
Buku lain oleh This Is Stralin
Selebihnya