Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MENGGODA CEO KEJAM

MENGGODA CEO KEJAM

This Is Stralin

5.0
Komentar
3.8K
Penayangan
46
Bab

MEMBAWA LARI ANAK CEO! Reaneta Alisha harus menelan fakta pahit setelah mengetahui ayahnya berselingkuh. Ia mengetahui tepat setelah kematian sang ibu. Tak tanggung-tanggung, ayahnya berselingkuh dengan seorang gadis seusia Reaneta. Muak dengan perbuatan keduanya, Rea bertekad membalaskan dendam sang ibu. Hingga ia tahu gadis selingkuhan ayahnya itu tertarik pada seorang pria tampan dan dingin, yang tentunya lebih kaya dari sang ayah. Dia adalah Logan Asher Maverick. Pria kaya raya, tampan, dan sukses. Dia nyaris sempurna. Hanya satu kekurangannya, yaitu sikapnya yang dingin dan tidak tersentuh. Rea bertekad menggunakan Logan sebagai alat balas dendam. Dia akan menaklukan Logan lebih dahulu. Mau tak mau, dia harus menggoda pria itu! Keadaan makin kacau saat Logan mengetahui niat terselubung Rea. Dia marah besar. Bagaimana nasib Rea di tangan pria berdarah dingin itu? Visual dan info follow ig penulis : thisis_stralin

Bab 1 Papa Berselingkuh

Mata Rea terlihat sembab karena menangis sejak pagi.

Napasnya pun masih terasa sesak dan berat. Mental dan pikirannya bagai diterjang badai setelah ibunya mengembuskan napas terakhirnya pagi ini.

"Rea! Apa yang kau lakukan? Masih banyak tamu yang berdatangan!" sergah Lydia, saudara jauh yang sering ia panggil bibi itu.

Rea berkedip untuk mengaburkan lamunan. Benar saja. Tamu yang datang untuk berbela sungkawa semakin banyak. Entah sudah berapa lama Rea termenung di sini. Wajah gadis itu pun terlihat pucat dan lesu karena bersedih sejak pagi.

"Ayahmu juga tidak ada! Cepat cari dia. Siapa yang akan mengurus semua tamu-tamu ini jika bukan Ryan? Bibi tidak mengenal mereka!" gerutu Lydia.

Tak heran jika ia menjadi temperamental, sebab wanita yang sebenarnya saudara jauh ibunya itu pun sudah lelah sejak pagi.

Rea menghapus air mata di pipinya dan cepat-cepat berdiri untuk mencari sang ayah. Padahal, Rea melihat pria itu masih berada di antara tamu-tamu beberapa menit lalu.

Gadis itu mencari ke mana-mana, tetapi tidak berhasil menemukannya hingga ia melihat siluet sang ayah di area belakang rumahnya.

Rea mencoba menjulurkan kepala dan ia melihat sang ayah tengah berbicara dengan seseorang. Dalam jarak ini, ia tak bisa melihat lawan bicaranya karena terhalang mobil yang terparkir.

Gadis itu berniat berjalan mendekat, tetapi langkahnya terhenti saat tahu-tahu sang ayah memeluk lawan bicaranya.

Deg

Jantung Rea seolah berhenti saat itu juga. Seluruh tubuhnya membeku, tak dapat digerakkan sedikit pun.

"Sabar sedikit, Baby." Suara sang ayah terdengar, mengusap lembut rambut wanita di pelukannya.

Rea tak bisa melihatnya karena wajahnya tertutup dekapan sang ayah. Namun, ia bisa melihat rambut panjang, lurus, dan berwarna kemerahan itu.

"Aku benar-benar merindukan Mas." Wanita itu menjawab.

Ryan mengangguk dan memeluknya lebih erat. Mata Rea membelalak dan terpaku seolah lupa berkedip. Baru kali ini melihat sang ayah bersikap begitu hangat dan lemah lembut. Sebelumnya, kepada ibunya yang sakit pun Ryan tak pernah menunjukkan kasih sayang.

"Aku tahu, tapi aku masih disibukkan dengan upacara pemakaman ini."

"Wanita itu benar-benar merepotkan, ya? Untung saja sekarang dia sudah mati. Mas tidak akan kerepotan lagi," jawab wanita itu.

Napas Rea menjadi semakin berat mendengarnya. Jantungnya berdenyut nyeri tiap kali ia bernapas.

Rea tak percaya dengan apa yang dilihat. Makam ibunya bahkan masih basah dan ayahnya justru bermadu kasih dengan wanita lain.

"Kau benar. Mulai sekarang, aku bisa fokus menghabiskan waktu bersamamu," jawab sang ayah, kemudian mengecup puncak kepala wanita itu.

Rea yang menjadi anaknya saja belum pernah dikecup semenjak ia kecil.

"Bagaimana jika putrimu mengetahuinya?"

"Dia sibuk dengan kuliahnya. Dia tidak akan tahu sampai kapan pun. Lagi pula, jika dia curiga, aku hanya perlu menyentaknya."

Wanita dalam dekapan sang ayah itu terkekeh. Rea masih tak bisa melihat wajahnya. Hanya satu langkah. Rea akan mengetahui wajahnya jika ia maju satu langkah. Namun, hal itu juga akan menunjukkan keberadaan dirinya.

"Baiklah. Mas pasti capek. Aku akan memberi pelayanan tambahan jika kita bertemu nanti," jawab wanita itu dengan nada manja.

Rea nyaris muntah mendengarnya. Daun telinganya terasa panas dan air mata nyaris tak bisa ia bendung lagi.

Gadis itu cepat-cepat pergi dari sana. Hingga saat ia tiba di dalam rumah, air mata kembali tumpah membasahi wajahnya.

Rea tak bisa mempercayai ini. Ayahnya sendiri berselingkuh tepat pada hari pemakaman ibunya.

Tidak, mungkin saja ayahnya sudah sebelum hari ini? Semenjak ibunya sakit-sakitan?

Gadis itu masih berusaha menghapus air matanya saat tahu-tahu ayahnya berjalan masuk. Dia menatap ke arah Rea dengan tidak senang.

"Nangis melulu," komentarnya, "Apakah kamu tidak capek menangis sejak pagi? Cepat! Banyak tamu yang berdatangan!" omel Ryan.

Pria itu memang selalu bersikap galak dan tegas kepada Rea dan ibunya. Oleh sebab itu, ia terheran-heran menatap sikap lembut Ryan terhadap wanita itu.

Rea masih terisak saat Ryan berjalan pergi meninggalkannya. Pria itu bersikap seolah tak terjadi apa-apa, tetapi satu noda di sisi leher Ryan berhasil menarik perhatian Rea. Warnanya kemerahan dan tampak samar. Namun, dari ukurannya, Rea bisa langsung menerka apa itu.

Ia sungguh merasa jijik.

***

***

Pikiran Rea masih berkecamuk sehari setelah pemakaman ibunya.

Benaknya dibanjiri kesedihan, tetapi pikirannya terus tertuju pada wanita yang memeluk ayahnya kemarin.

Siapa dia? Tidak ada kenalan mereka yang berambut kemerahan. Apakah dia dari kantor ayahnya?

Pikiran-pikiran itu terus memenuhi otak Rea hingga rasanya mau meledak.

Dering ponsel tanda pesan masuk seketika mengalihkan perhatiannya.

"Biaya kuliah untuk mahasiswi atas nama Reaneta Alisha masih belum dibayar dan sudah menunggak dua minggu. Jika belum dibayarkan sampai akhir bulan, yang bersangkutan tidak akan diizinkan menghadiri kelas."

Rea seketika memejamkan mata membacanya. Belakangan ini, ia terlalu fokus mengurus sang ibu yang sakit-sakitan sampai lupa jika SPP kuliahnya belum terbayarkan.

Tanpa pikir panjang, Rea menghampiri sang ayah di kamarnya. Rasanya aneh berbicara dengan pria itu setelah menyaksikan semuanya.

"Papa belum membayar SPP kuliahku?" Rea bertanya tanpa basa-basi. Bahkan kini gadis itu tak bisa berbicara lembut kepada ayahnya. Nadanya selalu datar ataupun kecewa.

Ryan yang tengah mengelap tongkat golfnya seketika mendelik ke arah sang putri.

"Dasar anak tidak tahu diri!" bentaknya, "Kamu tidak lihat kemarin Papa sudah mengeluarkan berapa banyak untuk kematian ibumu? Berani-beraninya kamu menagih uang itu! Kamu pikir Papa ladang uang!?"

Bahu Rea berjengit kaget karena tahu-tahu sang ayah meledak. Ini bukan kali pertama Rea terkena semprotan emosi pria itu.

Dahulu, Rea selalu merasa bersalah dan ketakutan tiap ayahnya murka. Kini, entah mengapa Rea justru merasa kecewa.

"Aku bisa dikeluarkan dari kampus jika tidak segera bayar, Pa," ucapnya.

"Masa bodoh!" sergah Ryan, "Sudah Papa bilang, seharusnya kamu bekerja saja, tidak usah kuliah segala! Kalau bekerja, kamu bisa dapat uang dan membantu keluarga, bukan justru terus-menerus menyusahkan Papa seperti ini," komentarnya.

Tangan Rea tanpa sadar mengepal erat mendengar cacian sang ayah.

"Mama ingin aku kuliah agar hidupku lebih terjamin, Pa," jawab gadis itu.

"Hidupmu terjamin, tapi hidup Papa sengsara! Ibumu sudah sakit-sakitan dan Papa juga harus bayar uang kuliahmu! Kamu dan ibumu sama saja, sama-sama menjadi beban bagi keluarga ini," tukas Ryan dengan wajah penuh emosi.

Bibir Rea terbuka untuk menjawab, tetapi terhenti karena tiba-tiba ponsel ayahnya berdiring. Wajah Ryan yang semula jengkel seketika berubah saat melihat layar ponselnya. Namun, ia tak langsung menjawab panggilan itu. Dia kembali menatap tajam ke arah Rea.

"Papa tidak mau tahu, kau harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahmu itu! Terserah bagaimana caranya. Jual diri juga tidak masalah! Minggir!" Dia menyentak tubuh Rea dan melewatinya begitu saja.

Hati Rea berdenyut nyeri mendengarnya.

"Ya, aku akan segera ke sana." Suara sang ayah masih terdengar sementara dia berjalan pergi.

Rea langsung menoleh ke arah sang ayah dengan curiga. Penampilan pria itu jauh lebih rapi dari biasanya.

Tidak salah lagi, dia pasti hendak menemui wanita selingkuhannya itu.

Ini kesempatan bagi Rea untuk melihat identitasnya!

Tanpa berpikir panjang, Rea mengikuti sang ayah. Pria itu pergi dengan mobil dan Rea menyewa taksi untuk membuntutinya. Gadis itu sedikit heran saat mobil sang ayah memasuki mal yang terkenal mewah.

Rea terus mengikuti Ryan dengan hati-hati dan benar saja Ryan bertemu dengan wanita berambut kemerahan yang sama. Rea memicingkan mata berusaha melihat wajahnya dan matanya membelalak seketika.

Ia tak mengenal wanita itu, tetapi dia terlihat sangat muda. Tubuh dan wajahnya bahkan nyaris sepantar dengan Rea.

Tenggorokan Rea seakan tercekat saat melihat keduanya bergandengan tangan.

"Apa-apaan ini?" Rea bergumam dalam hati. Ia tidak salah lihat, bukan?

Seketika merasa jijik dengan sang ayah yang berselingkuh dengan gadis seusia putrinya.

Masih tak percaya, Rea mengikuti mereka memasuki toko yang khusus menjual tas dan sepatu. Ryan tampak setia mengikuti wanita—gadis— di sisinya melihat-lihat.

"Benar tidak apa-apa Mas membelikan ini untukku?" Gadis itu bertanya dengan nada manja seraya memegang sebuah tas yang Rea yakin harganya menyentuh belasan juta.

Ryan mengangguk ringan dan tersenyum.

"Tidak masalah. Aku akan membelikan apa pun untukmu."

Jawaban itu bagaikan panah yang melesat langsung menembus jantung Rea.

Ayahnya menyuruh dia untuk menjual diri demi biaya kuliah, tetapi membelikan gadis itu tas bernilai belasan juta.

"Tapi, Mas pasti sudah keluar banyak untuk pemakaman wanita sakit-sakitan itu." Gadis itu berkata lagi. Masih dengan nada manja yang membuat Rea jijik.

"Biayanya aku bayar dengan uang wanita itu. Enak saja aku mengeluarkan banyak uang untuk dia. Lebih baik aku simpan untuk membahagiakanmu, Baby," ucap Ryan, kembali merangkul mesra bahu sang kekasih.

Kesabaran Rea sudah habis. Cara mereka membicarakan ibunya dan sikap sang ayah sungguh menyulut emosinya hingga ke ubun-ubun.

Tanpa pikir panjang, Rea meraih salah satu tas di sisinya dan berjalan mendekati keduanya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh This Is Stralin

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku