Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menikahi Gadis Lumpuh

Menikahi Gadis Lumpuh

Dewigya

5.0
Komentar
263
Penayangan
5
Bab

Cerita sudah tidak tersedia Cerita sudah tidak tersedia Cerita sudah tidak tersedia

Bab 1 Chapter 1

"Aku tidak mau menikahinya, Pa!"

"Itu berarti kamu memilih dicoret dari ahli waris."

"Ah, shit! Sungguh tidak adil! Kenapa bukan kakak saja yang menikahinya!"

"Semua bukan salah Gen, kenapa harus dia yang menikah? Tanggung jawabmu menyelamatkan perusahaan kita, Bio,"

Andra masuk kembali ke dalam kamarnya saat sudah puas mengancam Bio anaknya. Di dalam kamar sudah menunggu sang istri dengan wajah cemas bercampur penasaran.

"Apa kata Bio, Pa? Dia sudah pasti menolaknya, kan? Apa tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini. Mama mana mau punya menantu dari keluarga tidak jelas apalagi cacat." Renata berkacak pinggang, duduk kemudian berdiri lagi dengan gelisah.

"Ma, diamlah. Papa pusing. Mereka semakin menyudutkan kita. Beberapa investor bahkan membawa isu ini sampai ke meja rapat."

Renata langsung terdiam. Memang tidak ada yang bisa mereka lakukan setelah berita satu persatu terus memanas akibat kecelakaan yang diperbuat oleh anak kedua mereka-Axelle Bio Atalaric.

Rival bisnis memanfaatkan berita buruk itu untuk menjatuhkan nama keluarga Atalaric. Kenyataan bahwa gadis yang Bio tabrak adalah yatim dan kini menjadi yatim-piatu, semakin membuat publik menyalahkan dan menghujat putra kebanggaan Andra.

"Mama tidak mau tahu urusan ini, Pa. Papa harus menyelesaikan semuanya. Mama malu jadi perbincangan teman-teman sosialita terus menerus gara-gara berita itu!" ucap Renata dengan jengkel sambil berjalan keluar kamar meninggalkan suaminya.

Andra terlihat begitu frustasi. "Argh! Anak dan ibu sama saja, menyusahkan semuanya!" teriaknya sambil mengacak rambut.

Drrttt! Drrttt! Drrttt!

Getar ponsel di saku baju membuat Andra segera mengeceknya. Wajahnya langsung panik saat membaca nama yang tertera di layar ponsel.

"Dirga?" gumam Andra merasa gamang akan mengangkat atau tidak panggilan dari mertuanya.

"Ya, ayah? Apa ada masalah?"

"Menantu tidak berguna! Cepat kau selesaikan semua masalah yang anakmu timbulkan! Dua hari kau tidak bisa, siap-siap hengkang saja dari keluarga besarku!"

Tutt!

Andra bahkan sedikit menjauhkan ponsel itu sebelum panggilan berakhir. Suara Dirgantara terlalu keras di telinganya, namun ancaman dari mertuanya itu membuat Andra tidak bisa harus santai untuk saat ini.

"Tidak ada cara lain. Aku harus segera menikahkan mereka. Ayah tidak akan main-main dengan ucapannya."

***

"Argh! Sial! Sial! Berita sialan!"

Ponsel seharga belasan juta itu langsung retak saat dibanting dengan sekuat tenaga oleh Bio. Dia emosi membaca berita yang semuanya sedang membahas tentang tragedi kecelakaan itu.

"Sayang sekali Hp itu. Ah, pasti sepenting itu nama Bio di perusahaan besar Atalaric?" tanya wanita cantik yang mengenakan dress merah merona mengambil ponsel yang masih menyala meski sebagian layarnya sudah pecah.

"Sang putra mahkota Atalaric tidak mau bertanggung jawab setelah mengakibatkan kematian ibu dari gadis yang juga ditabraknya? Dia-"

"Diam, Cath! Aku sedang pusing dengan berita sialan itu. Mereka bahkan memberitakannya dengan berlebihan!" bentak Bio pada Catherine yang membaca berita mengenai sang kekasih.

Catherine meletakan ponsel retak itu, berjalan dengan lenggak-lenggoknya menuju Bio yang berada di balkon. Udara malam hari menusuk kulitnya yang putih dan mulus itu.

"Tenanglah, Baby. Kenapa sangat pusing memikirkan semua ini? Om Andra pasti sudah punya rencana untuk menyelesaikannya, bukan?" ujar Catherine mengelus permukaan dada bidang milik Bio.

Sentuhan lembut Catherine sedikit mendinginkan kepala Bio. Akan tetapi, itu hanya sesaat setelah Bio kembali mengingat apa yang diinginkan sang ayah dalam masalah ini.

"Ada apa? Bukankah itu hal yang mudah untuk om Andra?" Catherine merasa heran kala Bio perlahan menyingkirkan tangannya.

Bio menggeleng, membuang muka untuk menatap langit gelap. "Kamu tidak mengerti, Cath. Aku harus menikahi gadis lumpuh itu untuk menarik kembali perhatian publik pada perusahaan kami," ucapnya datar.

"APA?!!!" Catherine sama menggeleng, menolak percaya pada kalimat yang diutarakan oleh kekasihnya. "Baby, aku tahu kamu memang sedikit pusing. Jangan bercanda, please. Itu tidak lucu," lanjutnya dengan senyum yang dipaksakan.

Bio tidak bercanda, terlihat dari raut wajah seriusnya. Itu semakin membuat dada Catherine berdebar kencang.

"Tidak ada candaan dalam hidupku. Kamu tahu itu, Cath."

"Tidak! Akulah yang akan menjadi istrimu, Bio. Kenapa harus mau menikahi gadis lumpuh yang bahkan tidak kamu kenal?!!" Catherine berteriak kencang, dia tidak mau menerima apa yang didengar dari mulut Bio.

Sebelum Bio menenangkan sang kekasih yang mulai emosi, ketukan pintu terdengar begitu kencang.

"Siapa yang berani menggangguku saat ini!" Bio begitu marah.

Dia hendak membuka pintu dengan rencana akan melayangkan tinjunya pada orang yang dianggapnya mengganggu karena ketukan pintu kencang itu. Akan tetapi, Catherine yang duluan berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Siapa kamu?" tanya Catherine datar pada seorang pria berkemeja hitam.

"Saya mencari tuan muda Bio. Say-"

"Tidak ada!" Catherine langsung menyelanya dan akan kembali menutup pintu, namun langsung dicegah oleh pria itu.

"Jangan bohong, Nona. Saya tahu, tuan muda ada didalam. Tolong, jangan halangi saya!"

Dari balik pintu, Bio akhirnya keluar karena penasaran dengan orang yang mencarinya. Dia menenangkan Catherine yang mencegahnya untuk tidak usah keluar dari kamar VIP di hotel mewah itu.

"Rupanya kamu, berani sekali mengganggu waktuku!" Bio menarik kerah kemeja pria itu.

"Tenang, Tuan Muda. Tuan besar Andra sudah menunggu di rumah sakit saat ini juga."

Bio mengernyit. Dia tidak tahu jika ayahnya sakit. Tiba-tiba ia merasa cemas sekarang.

"Ada apa? Kenapa dengan papa? Apa dia sakit? Katakan yang jelas!" cecar Bio yang menduga kalau Andra di rumah sakit karena sebuah penyakit lama yang kambuh.

Pria utusan Andra menggeleng. "Semua anggota keluarga besar sudah kumpul di rumah sakit. Tuan muda akan menikah malam ini juga dengan gadis itu," ucapnya dengan serius.

Deg!

***

"Nak, kamu harus kuat. Tidak ada yang bisa menjagamu lagi sekarang. Ibu pergi, Nak. Jaga dirimu baik-baik, anakku ...."

Tiba-tiba bayangan wajah wanita paruh baya itu memudar di pandangan Sepia.

"Bu!" Sepia berusaha berteriak, namun tenggorokannya terasa tercekat.

Kakinya hendak berlari ke arah sang ibunda yang perlahan menghilang, akan tetapi dia tidak bisa. Bak di rantai, kedua kaki Sepia tidak bisa digerakkan.

"Ibu! Ibu mau kemana? Kita dimana, Bu? Ayo pulang, Bu!"

Air mata menetes deras dikedua pipi tirus itu. Bayangan wajah sang ibunda lenyap sudah dan Sepia tidak bisa menyentuhnya sama sekali.

"Ibuuu!!!" Sepia berteriak lagi, entah terdengar oleh ibunya atau tidak.

Matanya yang sudah basah mengedar ke sekeliling. "Aku dimana? Aku mau pulang," ucapnya.

Dia berusaha lagi untuk berjalan, namun entah apa yang terjadi pada kedua kakinya sehingga dia tidak bisa berjalan. Sepia tidak mengingat apapun apalagi bisa sampai ditempat asing nan sepi itu.

"Ada apa dengan kakiku? Kenapa susah sekali untuk berjalan?" Sepia bergumam, mengecek kedua kakinya yang terlihat baik-baik saja.

Keheningan itu tiba-tiba berubah ramai saat dia mendengar suara beberapa orang yang terasa begitu dekat akan tetapi dia tidak melihat siapapun disekitarnya.

"Apa? Siapa di sana? Tolong, aku sendiri disini!" teriak Sepia.

Kini pemandangan yang tadinya hanya sebuah taman dan bunga saja sudah berubah menjadi tempat yang tidak asing bagi gadis itu.

Sepia diperlihatkan oleh adegan demi adegan didepan matanya tentang kecelakaan tragis yang merenggut nyawa sang ibunda. Sepia syok saat itu juga dan berteriak histeris kala melihat ibunya meregang nyawa didepannya.

"TIDAAAKKK!!! IBUUU!!!"

Sepia memejamkan mata tak sanggup melihatnya, namun suara ramai yang terdengar begitu dekat dengan dirinya membuat gadis itu kembali membuka matanya secara perlahan.

"Apa dia tidak apa-apa, dok? Kenapa dia berteriak seperti itu?"

Samar-samar suara seorang wanita terdengar lembut di telinganya. Suara wanita itu persis seperti sang ibu dan membuat Sepia tidak sabar untuk segera membuka penuh kedua matanya.

"I-ibu," Sepia bergumam lirih seraya mengedarkan pandangan ke ruangan yang dominan berwarna putih itu.

Tidak ada sang ibu. Dia merasa aneh karena keberadaan orang-orang asing disekitarnya. Tak jauh berada didepannya terdapat dua orang yang sedang memegang sebuah kamera.

"Hari yang bagus untuk kita semua. Pengantin wanita sudah sadar tepat dihari pernikahannya."

Deg!

"P-pengantin?"

"Selamat untukmu, Nak. Jangan bersedih lagi karena keluarga besar Atalaric sudah menunggu sang menantu di istananya," ucap seorang pria berkemeja putih yang mengenakan kopiah hitam lalu beranjak dari tempatnya.

Mata Sepia mengikuti gerakan pria paruh baya itu, lalu mencegahnya pergi. "Tunggu! Tolong jelaskan apa yang terjad- Akkhhh!!!"

Sepia berteriak saat mencoba bangun dari posisinya yang setengah berbaring, namun kedua kakinya terasa sangat sakit dan tidak bisa digerakkan.

"Ada apa dengan kakiku??? Tolong, kalian semua jelaskan apa yang sedang terjadi padaku!"

Pikiran Sepia sudah mengarah ke berbagai hal buruk saat matanya menatap kedua kaki yang diperban. Gadis itu juga baru menyadari jika dirinya mengenakan sebuah gaun putih semacam gaun pernikahan.

Sepia ingin kembali berteriak untuk mempertanyakan lagi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya ke semua wajah asing yang tengah menatapnya dengan datar.

Dia baru akan membuka mulutnya, namun seseorang menarik tangannya kasar dari sebelah kiri ranjang pasien yang ia tempati.

"Diam atau kamu akan mati jika terus berteriak seperti itu!"

Deg!

Wajah pria tampan yang duduk disampingnya mengingatkan Sepia tentang kecelakaan itu. Dia mengenakan sebuah jas yang sepadan dengan warna gaunnya. Tangan Sepia bergetar, keringatnya kembali bercucuran mengingat wajah yang menjadi pelaku kecelakaan tragis itu.

Pria itu mendekatkan wajahnya tepat ditelinga Sepia untuk berbisik. Ketakutan Sepia membuat dirinya tidak bisa berbuat apapun selain mematung dan syok.

"Jangan banyak bicara. Aku Axelle Bio Atalaric, suamimu sekarang. Jangan harap setelah ini kamu akan bahagia. Selamat datang di neraka."

Cup!

Kecupan dari Bio mendarat di kening Sepia. Bersamaan itu kilatan cahaya putih menyapa sepasang pengantin itu dari arah dua orang yang memegang kamera tadi.

Bibir Sepia bak terkunci. Dia begitu ketakutan dengan orang bernama Bio. Pelaku kecelakaan, ditambah ancaman yang ia tujukan pada Sepia membuat dirinya tidak bisa berkutik.

Agak lama mereka berdua berada di posisi yang terlihat begitu manis. Jepretan kamera pun beberapa kali memenuhi ruangan serba putih itu. Hingga pada akhirnya, suara seorang wanita mengakhiri kegiatan mereka.

"Sudah cukup semua ini. Kalian berdua, pergi dan sebarkan berita pernikahan ini ke semua sosial media. Buat nama keluarga Atalaric kembali bersih dengan pernikahan sialan ini." Renata memberi titah lalu meninggalkan ruangan itu dibuntuti Andra yang sedari tadi juga menyaksikan.

Seorang pria tua juga keluar dari ruangan itu, bersamaan dua orang yang memegang kamera. Dokter pun keluar tanpa mengatakan apapun.

Kini, tinggallah Bio dengan seorang wanita tua yang masih didekat Sepia.

"Mau pergi juga, Bi?" ucap Roslina, nenek Bio saat Bio juga beranjak dari tempatnya.

"Menurut Oma? Memang apa lagi yang harus aku lakukan untuk keluarga ini. Aku tidak mau berlama-lama dengan gadis miskin ini." ucap Bio sembari berulang kali membersihkan bibir yang usai ia gunakan untuk mengecup kening Sepia.

"Dia istrimu, Bio,"

"Hentikan omong kosong itu, Oma. Aku mau menemui Catherine sekarang." Bio membuang sembarang jas yang ia kenakan lalu tanpa menatap ke arah Sepia dia kembali berbicara, "untukmu gadis sialan, jangan senang dengan pernikahan ini. Asistenku akan membawakan beberapa dokumen tentang sebuah kontrak. Kamu tidak akan mengerti, cukup tanda tangani saja kontrak itu."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku