Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sejak lahir aku tak pernah menemukan banyak pilihan untuk dijalani. Terlahir dari orang tua yang tidak menginginkan kehadiranku, termasuk diantaranya.
"Jangan tinggalin aku dan Kasih, Bang!" Jerit Ibuku waktu itu masih terngiang hingga hari ini.
Pertengkaran demi pertengkaran di rumah kecil kami saat itu bukanlah hal yang baru bagiku. Sudah tak terhitung lagi berapa kali mereka bertengkar, hingga akhirnya aku terbiasa dengannya.
"Salah sendiri kau melahirkan anak itu! Aku kan sudah bilang dari dulu, tidak mau punya anak darimu!"
"Tapi kenapa nanti sekarang kamu perginya, Bang? Kenapa justru saat Kasih sudah berumur tujuh tahun? Aku pikir kamu sudah menerimanya!"
"Aku memang sengaja menunggunya besar dulu! Setidaknya aku pernah membesarkan anak itu, biarpun terpaksa, tapi cukup sampai di sini. Aku rasa dia juga sudah cukup besar untuk mengerti keputusanku. Sekarang aku akan kembali pada keluargaku, jangan halangi aku!"
"Lalu bagaimana aku dengan Kasih tanpa kamu, Bang?"
"Jangan tanyakan padaku! Kau yang memilih jalan ini, Aku tidak merasa perlu bertanggungjawab pada anak yang tidak kuinginkan, tujuh tahun kurasa cukup untuk membesarkan anak itu, apa pendengaranmu juga sudah bermasalah? Baru juga aku bilang! lagian selama ini kita itu hanya menikah siri, jadi kau tidak akan pernah bisa menuntut!"
"Aku memang tidak akan menuntut, Bang ... pulanglah seperti biasa, aku juga bakal nunggu kamu seperti biasanya. Kamu akan pulang ke istri pertamamu itu, dan akan balik lima hari lagi ...."
"Kali ini tidak ada kata balik, jangan banyak berharap!"
"Tapi Bang, bukannya nikah siri pun tetap sah secara agama? Bagaimanapun kamu menolaknya, tetap saja Kasih ini darah dagingmu sendiri, tidak boleh kamu melepaskan kewajibanmu darinya, sebelum dia menikah nanti."
"Silahkan gunakan namaku padanya, tapi aku sudah tidak perduli lagi pada kalian berdua. Aku tak akan bisa lagi membohongi istriku. Mulai hari ini, aku bebaskan semua kewajibanmu sebagai istriku, aku talak tiga kau saat ini juga! Kita cerai!"
"Tidak! Aku tidak mau! Jangan pergi Bang ...."
Ayah tetap melangkahkan kakinya dengan tas ransel yang penuh dengan pakaiannya, meninggalkan Ibu yang histeris memanggil namanya dan berusaha menahan langkahnya, walau akhirnya gagal.
Dia yang ku panggil Ayah, ternyata tak pernah menganggap ku ada. Bahkan aku baru tahu, jika Ayah dan Ibuku hanya menikah secara siri, tentu saja waktu itu aku tak tahu artinya, sesuai kesepakatan keduanya, karena ia sudah memiliki istri dan anak di kota lain. Pantas saja, Ayah jarang di rumah.