Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Nina mencoba bernegosiasi dengan Axelle bayi laki-laki yang kini berusia 7 bulan, nampak serius menyesap nipple-nya setelah lelah mengoceh dan bermain memutar-balikan tubuh kecilnya mulai belajar merangkak di atas kasur. Sejengkal atau tiga jengkal, ia belum terlalu masif bebas menumpu lutut dan tangannya. Sekali-kali ia menjatuhkan dadanya karena gagal mengulangi uji cobanya merangkak.
"Tidak apa, pelan-pelan saja Axelle."
Nina menghiburnya. Karena Axelle kesal dan menangis usahanya belum begitu gigih untuk bisa merangkak.
Awalnya hanya rengekan kecil, lama kelamaan berubah menjadi tangisan kencang. Suaranya memenuhi seisi kamar. Nina tak langsung menggendong Axelle mengganti tangisannya dengan asi. Ia harus selesaikan dulu melipat menata baju-baju Axelle ke dalam lemari. Tadi pagi bi Marni mencucinya.
"Sudah olahraganya? Haus banget ya?" Axelle tak sabaran mencari ujung susunya. Dua bukit kembar penghasil ASI-nya sudah penuh dan kencang akibat setengah harian Nina tak memberikan ASI-nya. Akhir-akhir ini ia tengah sibuk mengurus skripsinya. Jadi ia harus meninggalkan Axelle beberapa jam menitipkannya pada bi Marni, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah orang tua Axelle hampir belasan tahun.
Bayi itu lebih suka minum asi secara langsung ketimbang meminum asi yang disimpan terlebih dahulu karena Nina meninggalkannya, ia harus menyimpan stok asi terlebih dahulu.
"Den Axelle sepertinya tidak suka tuan kalau ASI-nya di hangatkan." Bi Marni memberikan penjelasan pada Hans, ayah Axelle. Pria matang berusia 39 tahun yang menduda karena ditinggal istrinya sejak Axelle lahir.
"Apa Nina sudah pulang?" Pria itu harus lebih awal pulang ke rumahnya setelah mendengar penjelasan bi Marni dari ujung telpon. Axelle rewel dan terus-menerus gumoh tidak cocok minum asi yang diawetkan.
"Tuan sudah pulang?"
"Heemmm." Seperti biasa wajahnya datar, dingin dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Masuk dengan pakaian kantor dan tas jinjing hitam ditangannya.
Pokoknya, jika berhubungan dengan anak semata wayangnya Hans selalu nomor satu dan mengutamakanya. Ia tidak mau Axelle kenapa-napa. Itulah makanya ia sering rewel dan overprotektif.
"Dimana mereka bi?" Hans masuk ke ruang kerjanya maneuh tas dan terlihat melonggarkan dasi serta menaikan lengan kemeja birunya ke atas siku.
"Di kamar tuan." Jelas bi Marni mengantarnya.
"Tidak usah bi. Aku saja, bibi kembali saja bekerja."
Masalahnya bukan itu bi Marni hanya berjaga-jaga kalau tuannya itu tidak sembarangan masuk kamar saat Nina menyusui bayinya. Setidaknya jika bi Marni yang masuk terlebih dahulu Nina bisa merapikan pakaiannya sebelum Hans memergoki ibu asi bayinya dengan payudara kemana-mana.
"Mau saya buatkan minum, tuan?" Tawarnya.
"Nanti saja, bi." Hans menolak semua tawaran bi Marni berjalan menaiki tangga menuju kamar bayinya yang berada di lantai dua bersama Nina.
"Repot kalau begini." Jengah bi Marni melihat tuannya mendekati pintu kamar Nina yang tertutup namun entah di kunci atau tidak.
.
.
.
Hans meraih kenop pintu kamar Nina. Tidak terkunci rupanya, tidak ada niat macam-macam ia hanya ingin melihat kondisi bayinya setelah Nina tinggal setengah harian. Bukannya bersalah atau memukul kepalanya agar amnesia permanen, pemandangan pertama yang Hans lihat ketika membuka pintu kamar. Axelle tertidur di sebelah Nina yang juga tertidur masih dengan mulut menyusu.
Alih-alih segera keluar atau malu mendapati pemandangan 18 +, Hans berlagak jika hasratnya tidak akan tergoda. Ia malah berjalan ke sisi ranjang memeriksa bayinya sudah tak rewel lagi karena langsung menyusu dari pabriknya secara langsung.
'Syukurlah Axelle kalau kamu tidak rewel lagi'
"Dasar bayi pemilih." Seringai Hans seraya mengelus-elus pucuk kepala lucu Axelle yang tidur. Lalu mencium kulit kepalanya yang mulai ditumbuhi rambut-rambut kecil.
Sengaja atau bagaimana, ia tidak hanya mengelus bayinya. Tapi menatap wajah Nina lekat hingga ada Axelle yang memisahkan jarak Hans dengan Nina. Mata hazelnya terpaku pada dua tonjolan besar milik Nina yang terbuka tanpa penutup. Serta wajah ayu gadis yang tengah tertidur bersama puteranya menyita atensinya. Cantik. Batinnya.
"Apa-apa ini?" Umpatnya. Ia tidak pernah memuji wanita secara gamblang sepeninggalan Alya. Wanita yang
telah membuatnya patah hati. Nina Paramitha, gadis yang ia temukan di bank asi saat hendak mencari ibu susu untuk bayinya.
Ia menganalisa setiap inchi wajah Nina yang masih pulas tertidur belum menyadari kehadiran laki-laki yang sekarang sedang mengabsennya.
Hans menelan salivanya. Otaknya tiba-tiba berpikir kotor, sepertinya ia harus memanggil petugas kebersihan untuk membuang pikiran cabulnya mengenai ibu susu di sebelah bayinya. Ia masih single, tapi karena kelebihan hormon prolaktin dan sempat terkena alergi berlebih Nina bisa mengeluarkan asi di usianya yang masih muda belum pernah hamil dan menikah.
Jakpot.
Istilahnya Hans mendapatkan ibu susu untuk bayinya. Rasanya ia ingin menerkam tubuh Nina yang kini terkulai dengan posisi membangkitkan sisi kelaki-lakiannya. Axelle masih menyedot ASI-nya sedangkan satu tangan kirinya menempel ke sisi gumpalan daging kenyal lainnya. Nina. Hans memindahkan tangan imut Axelle tapi tak sengaja malah jari-jari tangannya yang menyentuh bukit terbuka milik Nina.
Sadar ada pergerakan, Nina perlahan membuka matanya.
"Heuuum." Berusaha menetralkan manik matanya yang mengantuk. "Aaauuu." Bersamaan jerit kesakitan karena Axelle menarik nipple-nya berganti posisi tidur.
"Pak, sejak kapan ada disini?" Nina gelabakan, langsung bangun menyimpan pabrik susunya ke dalam bra dan merapikan pakaiannya.
"Sejak kamu tidur." Jawabnya datar.
'Dasar cabul'. Runtuk Nina. Tak ada penyesalan sama sekali setelah melihat benda berharga milik perempuan.
'Atau jangan-jangan dia malah menikmati.'
"Aku hanya mau memastikan Axelle baik-baik saja, Nin. Setelah bi Marni telepon kalau Axelle rewel dan gumoh terus-terusan."
Kebetulan, bonusnya. Ya, melihat Nina menyusui Axelle apalagi Nina selalu menghabiskan waktu menyusui bayinya dengan pakaian yang memudahkan bisa dengan cepat Axelle mengakses payu***anya ketika ia haus dan lapar. Dress ala busui.