Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Akibat Salah Pergaulan

Akibat Salah Pergaulan

Pixie

5.0
Komentar
1.2K
Penayangan
28
Bab

Arabella Raveen, seorang gadis yang memiliki kehidupan sempurna bak seorang putri. Akan tetapi semua itu harus lenyap dalam hitungan detik akibat perbuatan beberapa orang dengan pelaku utama bernama Oscar. Setelah hidup bagaikan neraka, perlahan semua mulai berubah dengan datangnya seorang Louise Saveero dalam hidup gadis itu. Tawa, senyum dan kebahagiaan menghampirinya sampai Oscar muncul ke hadapannya lagi. Akankah Arabella dapat meneruskan kebahagiaannya atau malah sebaliknya? Dia berpisah dari Louise dan hidup dalam keterpurukan? Ikuti dan nantikan bagaiamana caranya Arabella berjuang demi kebahagiaannya dan perjuangan Louise atas Arabella.

Bab 1 Pertemuan

"ARAAA!!!!!!" terdengar teriakan keras dari belakang.

"Araa Ara Araaa!!!! Tungguin dong, Ra!" seru Yasti sembari berlari mengejar sahabatnya, Ara.

"Apaan sih, Yas?" tanya Ara kesal. Karena teriakan Yasti terlalu kencang, semua orang yang ada di sekitar mereka memandangi dengan heran.

"Lu tuh kebangetan ya, Ra! Gue panggil, tapi lu cuekin aja," protes Yasti.

"Sudahlah, Yas. Lu teriaknya kaya lagi kejar maling, bikin malu aja," celetuk Ara kesal sambil menggelengkan kepala dan menampar pelan kepala Yasti.

"Hehehe. Biar rame gitu dong, Ra. Hari pertama masuk SMA harus seru, kan. Lu mah udah kaya apa gitu," ujar Yasti dengan santai, mengabaikan omelan Ara.

"Iya, seru sih seru. Tapi nggak usah sampe bikin malu juga dong. Lihat aja, orang-orang jadi nengok-nengok gitu," ucap Ara sedikit kesal.

"Sudah, cepat. Nanti kita terlambat," ajak Ara sambil mempercepat langkah. Waktu yang tersisa sudah sangat sedikit, dan Ara tidak ingin terlambat di hari pertama mereka masuk SMA.

"Ra, semoga kita sekelas lagi ya. Katanya SMA itu menyeramkan, gue takut nih," kata Yasti dengan wajah cemas.

"Hahaha, malu sama sabuk hitam, Yas," terkekeh Ara saat mendengar perkataan sahabatnya. Yasti adalah pemegang sabuk hitam dan pernah menjadi juara pertama dalam kejuaraan Taekwondo.

"Ih, Ra! Lu ngeselin tau," protes Yasti.

"Lagian, nggak usah takut-takut. Kita kan berdua. Sabuk hitam kayak lu, kok takut sih," balas Ara sambil tersenyum.

Lima menit telah berlalu dan mereka akhirnya tiba di gerbang sekolah. Meskipun terlambat, beruntung mereka tidak dikenai hukuman apa pun. Terlihat di depan gerbang bahwa para murid telah berbaris di tengah lapangan, jadi keduanya berlari menuju barisan.

"Tess, Tess. 1,2,3," terdengar suara mikrofon.

Di depan mereka, seorang wanita dewasa siap memberikan arahan pada para siswa yang berbaris rapi di lapangan.

"Halo semuanya! Selamat pagi bagi para siswa dan siswi baru yang bergabung di sini. Saya adalah Rita, Kepala Sekolah Oakmont."

Setelah memberi sapaan dan sambutan pada para siswa baru, kegiatan orientasi dimulai dengan bantuan kakak osis yang bertanggung jawab. Mereka membagi para murid baru menjadi empat kelompok, masing-masing terdiri dari lima belas orang dan didampingi oleh dua anggota osis.

Mengapa begitu sedikit?

Alasannya karena tes masuk ke sekolah ini cukup sulit dan rumit. Biayanya juga cukup mahal, dan persyaratan serta ketentuannya sangat rumit. Tidak semua orang bisa masuk ke sekolah ini. Untuk mendapatkan beasiswa saja, siswa harus mencapai nilai tertentu dalam setiap mata pelajaran dan nilai keseluruhan juga harus dipertimbangkan. Jika nilai di mata pelajaran tertentu kurang, maka nilai keseluruhan akan dipertimbangkan sebelum diputuskan apakah siswa tersebut layak diterima atau tidak. Masuk ke sekolah ini membutuhkan perjuangan yang keras.

Dan, Arabella Raveen berhasil! Semua itu terjadi berkat kerja kerasnya belajar siang dan malam.

"Wooohooo!! Ra, kita satu tim!" teriak Yasti sambil melompat kegirangan. Meskipun Ara masih kesal padanya, tapi Yasti tak kehilangan semangat.

"Seriusan? Baguslah," jawab Ara dengan tak terlalu antusias.

"Hah! Mulai sombong nih!" komentar Yasti.

"Jangan marah lagi, Ra. Gue kan sudah minta maaf," kata Yasti dengan suara penuh permohonan.

"Iya, iya. Tapi jalannya jangan kayak kura-kura. Coba berjalan lebih cepat. Untungnya kita tidak kena hukuman, kalau tidak bagaimana?" keluh Ara pada Yasti yang hanya tertawa. Dia tahu bahwa sahabatnya itu tidak akan benar-benar kesal padanya.

"Iya, Bu Ketua!" seru Yasti dengan lantang, tanpa sadar menarik perhatian orang sekitar.

"Eh, kamu dengan rambut kuda! Jangan berisik! Perhatikan dan dengarkan arahan Ketua OSIS," tegur kakak kelas, membuat mereka di sekitar mulai menatap mereka.

"Rambut gue kayak kuda?! Apa-apaan itu?!" terkejut Yasti, namun juga merasa kesal.

"Diam-diam sedikit, Yas. Nanti lu lagi-lagi ditegur," pintanya Ara pada Yasti yang tampak tidak senang disebut seperti itu. Memang suara Yasti terlalu keras sehingga terdengar oleh orang di sekitar mereka dan membuat mereka mendapatkan teguran.

Setelah pengarahan, semua peserta mulai berkumpul dengan grup masing-masing untuk memulai kegiatan orientasi.

"Halo, salam kenal sekali lagi. Jika ada yang lupa atau tidak memperhatikan, saya Reas Navarro. Tadi sudah diinfokan secara garis besar, jadi sekarang saya hanya akan menambahkan beberapa hal yang perlu kita lakukan hari ini." Reas Navarro memperkenalkan dirinya dengan ramah di hadapan grup yang berisi Ara dan Yasti.

Menurut Ara, tampaknya Reas sedikit menyindir mereka berdua, terutama Yasti. Karena suara Yasti terdengar sangat kencang pada saat itu. Ara sendiri tidak pernah membuat suaranya bekerja keras seperti Yasti.

Terlihat seperti orientasi yang melelahkan, meskipun kegiatan yang diadakan bermanfaat bagi Ara, Yasti, dan peserta lainnya.

"Hah! Gila! Capek banget, deh!" gerutu Yasti dengan marah. "Ini orientasi apa neraka? Kenapa cuma gue yang disiksa?!" Terus-terusan mengeluh dan meluapkan kekesalannya, seakan-akan masih belum cukup.

"Maafkan gua, Yas. Sepertinya mereka sudah menandai lu karena kejadian tadi. Jadi, mereka sengaja menumpahkan semua tugas kepada lu. Padahal, gua juga bersuara saat itu. Gua sangat menyesal," jelas Ara dengan penuh rasa bersalah.

"Mereka yang salah, Ra. Kenapa lu yang minta maaf sih! Kebiasaanmu banget, suka menggantikan orang meminta maaf," gerutu Yasti pada Ara.

"Bukan begitu, Yas. Gua merasa tidak enak dan bersalah pada lu. Lu jadi kesulitan sendiri," ujar Ara dengan suara lirih.

"Tidak apa-apa. Selain itu, lu juga membantu gue dan ini bukan salah lu. Mereka yang merasa tersinggung pada gue. Awas saja kalau uuph..." Ara cepat-cepat menutup mulut Yasti ketika melihat Ketua Osis dan Wakilnya mendekat ke arah mereka.

"Sssttt! Diam saja, Yas. Ketua Osis dan Wakilnya datang ke sini," bisik Ara pada Yasti sambil menunjuk dengan wajahnya ke arah kedua orang itu.

"Ishh! Mau apa lagi coba mereka datang ke sini. Gue benar-benar tidak suka, apalagi dengan wakilnya," ujar Yasti dengan rasa tidak suka.

"Sabarlah dan tahan saja," Ara mencoba menenangkan Yasti karena dia tahu betul sifat sahabatnya itu. Dia berani mengambil tindakan dan tidak kenal takut selama dia tidak melakukan kesalahan.

"Halo, kalian sudah bekerja keras, terutama kamu. Nama kamu siapa?" sapa Ketua Osis dengan ramah.

"...," Yasti diam dan menunjukkan rasa tidak suka. Ara mencubit pinggang Yasti pelan agar dia mau menjawab.

"Yasti," jawabnya singkat.

"Baik, Yasti Radinka. Lalu, kamu siapa?" balas Ketua Osis dengan sopan.

Ara diam dan memikirkan apapun yang dia ingin katakan. Sudah diketahui nama mereka, mengapa masih harus bertanya? Ara memilih untuk diam saja.

"Saya, Arabella Raveen, Kak," ujar Ara dengan sopan.

"Baik, kalian berdua melakukan tugas yang sangat baik tadi. Saya datang untuk meminta maaf karena salah satu anggota kami melakukan hal yang tidak adil pada kalian, terutama pada Yasti. Orang tersebut adalah wakil saya. Jadi, maafkan saya karena tidak dapat mengatur anggota kami. Teman saya juga ingin mengatakan sesuatu pada kalian. Silakan, Lesti," jelas Reas pada mereka berdua.

"...."

Menurut Ara, Ketua Osis yang bernama Reas Navvaro terlihat keren karena ia memiliki keberanian untuk meminta maaf, meskipun bukan ia yang melakukan kesalahan. Lebih dari itu, Reas juga meminta temannya untuk meminta maaf kepada Yasti.

Ara memandang ke arah Yasti, dan melihat ekspresinya yang sedikit lebih baik dari sebelumnya. "Lesti, bisakah kamu mengatakan apa yang telah kita diskusikan sebelumnya, terutama kepada Yasti?" dengan sopan meminta Lesti untuk bertindak.

Dengan enggan dan terpaksa, Wakil Ketua Osis meminta maaf kepada Yasti, ''Maaf, saya meminta maaf atas kejadian tadi.'' Kalau bukan karena Reas yang meminta, Lesti tidak akan mungkin melakukannya, gumam Lesti dengan raut muka yang kurang senang. Sebenarnya, Lesti sangat memperhatikan harga dirinya, terlebih lagi ia menyukai Reas yang tidak pernah memberikan respon. Namun Lesti tak bisa menahan perasaannya ketika melihat Reas tertarik pada Ara, seorang anak baru di sekolah yang juga merupakan teman dari si pembuat onar yang mereka kerjai.

Tentu saja, mereka tidak hanya mengejek Yasti, tapi juga Ara. Hanya saja, porsi ejekan yang diterima Ara tidak sebanyak Yasti.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku