Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dunia mimpi (bxb)

Dunia mimpi (bxb)

Purnama79

5.0
Komentar
726
Penayangan
10
Bab

Namanya Bening, anak remaja yang penuh dengan misteri.... Riko belum tahu siapa sosok Bening sebenarnya, bahwa dibalik penampilan kalemnya menyimpan suatu misteri yang cukup membuat hati berpacu. Namun, tak ada yang tahu rahasia apa yang dimilki oleh seorang Bening. Ikuti kisahnya yang sangat menegangkan dalam 'Penjerat Mimpi'

Bab 1 Chapter 01

01. Rencana...

★★★

________________

Kembali aku mendengar rencana kedua orang tuaku yang akan mengadu nasib di ibu kota Jakarta, karena ada saudaraku yang bekerja di sana. Dia pamanku bernama Sarifudin dan bibiku Rosmalia dan sudah punya dua orang anak yang sudah besar bernama Angga Saputra dan Riana saputri. Pernah aku mengetahui perihal keduanya melalui video call dari whatsapp. Paman dan bibiku ramah juga baik serta kedua anaknya juga sangat baik.

Rencananya Minggu ini, kami sekeluarga akan berangkat naik travel, karena lebih aman ketimbang naik bus, karena kami akan di antar sampai tujuan. Yang mengantar kami pun masih saudara, namanya pakde Soimen, dia orangnya baik, begitu pun istrinya bulek Sa'adah.

Semua barang barangku sudah ku kemasi, ada dua tas besar. Aku sudah bersiap untuk pergi ke Jakarta. Begitupun kedua orang tuaku sudah bersiap siap dengan barang bawaan maupun uang selama nanti di Jakarta.

"Nak, kenapa sedih?" tanya ibuku, karena aku sudah selesai mengemasi barang barangku dan masih duduk di pinggir ranjang tempat tidur aku selama ini. Rasanya berat meninggalkan kamarku yang penuh dengan kenangan yang tak akan pernah aku lupakan, juga sahabat sahabatku, saudaraku, tetanggaku dan masih banyak lagi yang lainnya, yang membuatku sangat berat untuk melepaskan semuanya.

"Gak bu. Aku hanya berat untuk meninggalkan rumah ini. Terlalu banyak kenangan yang ku lalui disini. Aku harus pergi meninggalkannya" balasku dengan perasaan sedih, ku hela nafas berat.

"Nak, kita pasti kembali setelah berhasil di Jakarta nanti" ucap ibuku membesarkan hatiku.

"Ibu juga berat nak meninggalkan rumah ini" imbuhnya dengan wajah sedih membuatku tak enak karena ibuku merasakan hal yang sama, bahkan lebih sedih dari aku. Aku kira aku saja yang sedih, ternyata ibuku juga. Namun, ini juga untuk merubah keadaan ekonomi kami yang serba pas-pasan, agar lebih baik.

"Maafkan aku Bu, karena telah membuat ibu bersedih" ibuku hanya memelukku, membuatku lebih tenang. Ibuku hanya mengedipkan matanya tanda memaafkan ku, lalu air matanya luruh disudut matanya, serta diusapnya dengan menghembuskan nafas pelan.

"Besok kita berangkat pagi pagi" ucapnya lagi setelah tenang, menghempaskan nafas dalam. "Kamu jangan sedih lagi nak, nanti di Jakarta kamu pasti banyak teman kayak disini"

"Iya Bu" jawabku singkat, walaupun rasanya sangat berat hati untuk meninggalkan rumahku, terlebih kampung halamanku yang penuh dengan kenangan, baik itu manis , pahit, sedih ataupun indah.

Entah kapan aku akan kembali lagi ke kampung halamanku yang masih asri, bebas dari polusi udara? Bahkan aku mendengar berita kalau di Jakarta itu udaranya sudah tidak bersih lagi karena banyaknya kendaraan, tapi disini masih bersih, tanpa ada polusi.

_________________

Ketika dini hari, kami sekeluarga telah sampai di Jakarta. Benar-benar tempat yang tak pernah sepi, bahkan keramaiannya sangat terlihat jelas, bahkan sangat bising, banyak orang lalu lalang, bahkan masih ada yang begadang. Ibukota ternyata tempatnya tidak pernah tidur. Apa orang orangnya tidak butuh istirahat?. Jawabannya, entahlah?.

Untunglah, tempat paman dan bibi ku sangat luas. Kedua anak bibiku sedang tidur.

Aku sedang duduk diruang tamu dengan rasa lelah yang tak terkira, mana ngantuk berat, karena masih dini hari. Rasanya, aku ingin merebah kan tubuh lelahku untuk sekedar beristirahat.

Kami disambut dengan ramah oleh keluarga pamanku...

Rumahnya cukup lega. Walaupun tidak mewah, keadaannya berkecukupan, menurutku, setelah meneliti keadaan rumahnya yang apik.

"Mas Rahman, mbak Khatijah, gimana perjalanannya, pasti melelahkan?" tanya bibiku, sepertinya agak lelah. Mungkin seharian sibuk bekerja, jadi kurang tidur.

"Iya Ros, perjalanan yang cukup melelahkan" jawab ibuku dengan wajah lelahnya karena kurang istirahat.

"Ini Bening-kan?. Wah, sudah besar, ganteng, manis lagi" ucap bibiku, membuatku tersipu, mengatakan aku manis. Dari mananya?. Aku kan cowok, masa manis sih. Ada ada saja bibiku ini.

"Iya bibi, paman. He he ...." balasku berbasa basi. Tadi, waktu datang sudah menyalaminya.

Bibiku pergi ke dapur dan kembali membawa teh hangat dan kopi serta camilan dinampan.

"Mas, mbak, silahkan diminum" bibiku meletakan dimeja. "Bening, kamu nanti tidurnya sama Angga. Kalian sama sama cowok. Biar mas Rahman dan mbak Khatijah tidur diruang tamu" terangnya memberitahu kami.

Sebenarnya, aku sudah lelah, capek, ngantuk. Namun, aku tahan. Aku merasa tak enak, jika satu kamar dengan sepupu laki laki ku, walaupun aku sudah mengenalnya dengan baik di sosmed serta sudah ngobrol banyak.

"Iya bibi" balasku. Namun, aku putuskan untuk merebahkan diri di sofa saja karena rasanya kantuk ku sudah tak tertahankan lagi.

Hingga, ku rasakan mendengar Lamat Lamat obrolan antara orang tuaku, paman, dan bibiku perlahan lahan menghilang dari pendengaranku.

Aku benar benar terbang ke alam mimpi.

Mimpi yang tak pernah ku alami sebelumnya, bahkan tak pernah ku bayangkan seumur hidupku. Mimpi tentang keindahan kota Jakarta, ibukotanya negara Indonesia.

_____________

Rasanya, aku baru saja sekejab terlelap. Ibuku sudah membangunkan ku, ketika suara adzan telah berkumandang terdengar dari mushola yang tidak terlalu jauh dari sini.

"Nak, sholat subuh dulu. Sholat lebih baik dari pada tidur. Ingat, dimana pun kamu berada, utamakan sholat. Mengerti nak?" ucap ibuku mengingatkanku sambil tersenyum lembut. Ayahku sepertinya tidak tidur. Di meja ada kopi serta camilan. Ayahku sedang ngobrol sama pamanku. Ibuku kemudian pergi ke dapur untuk membantu bibiku memasak, karena aku mendengar seperti ada gorengan yang lagi dipanaskan.

"Ramai banget?!. Ayah, siapa yang datang. Semalam aku tidak dibangunkan" kata seorang lelaki seumuranku yang baru bangun. Umurnya hampir sama denganku. Mungkin terganggu karena suara berisik kami. Hanya memakai celana kolor warna hijau, serta memakai singlet putih. Terlihat jelas jendolan dicelananya, karena morning eretions. Sepertinya dia tidak menyadari hal itu karena aku cuma meliriknya sekilas. Kini, tatapannya mengarah padaku, sejurus kemudian nampak senyumnya mengembang di bibirnya yang maroon serta kumis tipisnya yang mulai tumbuh, dengan tatapan tajam, hidung tidak mancung amat, namun pas dengan rahangnya yang kokoh. Wajahnya mirip dengan pamanku. Setelah menyadari kehadiranku, serta ku balas senyumannya.

"Mas Bening, pakde Rahman, kapan kalian datangnya?. Mana bude Khatijah?" tanyanya dengan pertanyaan bertubi tubi.

Aku memilih untuk diam, karena harus menjawab semua pertanyaan nya...

"Budemu lagi di dapur membantu ibumu Ga. Datangnya dini hari, kamu pasti sedang pulas, jadi gak dibangunin" jelas ayahku tersenyum ramah, lalu Angga menghampiri ayahku serta menyalaminya takjim, kemudian menuju kearahku. Sekilas, ku lirik kebawah sudah tidak jendol kayak tadi. Tanpa ragu Angga memelukku. Tentu saja pamanku hanya tertawa, ayahku hanya terkekeh serta geleng geleng kepala.

"Ga, lepas!. Peluknya gak usah kenceng kenceng, gak bisa nafas, tahu,,," sungutku, buru buru Angga melepaskan pelukannya, cuma cengengesan sambil garuk kepalanya yang tidak gatal. Type laki laki yang suka slengekan.

Awas kau nanti ya, kena gemplang tau rasa.

"Habisnya kangen nih. Lagian kamu gak pernah main kesini. Mana peluk aja gak boleh. Kau gak asik" protesnya dengan senyum coolnya. Entah mengapa, walaupun Angga kenyataannya cowok ganteng plus keren, aku sama sekali tak ada rasa sedikitpun? Apa mungkin karena Angga sepupuku ya?, padahal tubuhnya oke lho. Tapi, sudahlah. Aku mikir apa coba?.

"Kangen sih kangen. Biasa aja kali,,," balasku kesal. Angga malah mencubit pipiku gemas.

"Apaan sih kamu Ga?. Malu tau!" sewotku karena kelakuannya, namun hal itu membuatku senang terlebih ketika Angga ceria. Sepertinya selama ini Angga tak pernah tersenyum.

"Besok jadikan sekolah. Kalau berangkatnya bareng aku aja. Lebih asik sekolah favorit lho. Kamu kan cerdas, siapa tau kamu bisa rangking pertama, nanti?" celotehnya riang, membuatku teringat tujuanku datang kesini untuk pindah sekolah, sedangkan kedua orang tua ku mencari nafkah.

"Ceweknya cantik cantik gak?" selorohku bercanda. Mana mungkin aku akan menanyakan hal lainnya. Mungkin aku akan mengenal lingkungan sekolahku setelah aku nanti masuk disekolah ku yang baru.

"Nak, bawa barang barang masmu masuk. Bantu dia" kata pamanku. Ayahku masih asik ngobrol dengan pamanku, mungkin tentang pekerjaan yang akan ditawarkan olehnya. Aku dengar ayahku mau jadi securiti disebuah rumah dengan gaji yang cukup lumayan. Namun, kerjanya harus sif malam, karena siangnya sudah ada yang menjaga, karena butuh satu orang lagi buat jaga malam setelah itu aku tidak mendengar lagi obrolan mereka karena aku mengikuti Angga.

Angga membawa kedua tas besar ku. Aku hanya membawa tas gendong ku masuk ke kamarnya. Aku belum tau Riana saputri anak kedua paman dan bibiku karena masih tidur di kamarnya yang bersebelahan dengan kamarnya Angga karena tak ada yang membangunkannya dan belum tau kedatangan kami dirumah ini.

"Masukan saja baju bajumu mas Bening karena ada lemari kosong, tapi kurang bagus sih-"

"Gak apa apa Ga. Aku pake lemari ini saja" sahutku cepat karena aku tak mau berdebat lagi dan mau menata pakaianku serta Angga membantuku.

Akhirnya selesai juga aku menata pakaianku, dibantu oleh Angga...

Aku duduk di kasurnya karena lelah, Angga didekatku, menatapku sedikit ragu...

"Mas Bening, tasmu gak diturunkan, digendong aja, kayak barang penting banget?" agak sedikit curiga Angga menatapku. Buru buru aku membalasnya supaya Angga tak makin curiga dengan sikapku.

"Ini berkas berkas penting Ga" jawabku sambil tersenyum.

"Tapi, kayak ada hal yang kamu rahasiakan?. Ayo ngaku! Pasti ada fotonya cewek" terkanya, membuatku jadi salah tingkah terlebih senyumnya mengejek padaku.

"Gak Ga. Cuma ijazah sama piagam aja kok" kataku beralasan. Seakan, Angga belum percaya.

"Gak percaya. Coba liat" desaknya.

"Jangan Ga" cegahku padanya karena seperti penasaran.

"Mas Bening kenapa ketakutan gitu?" katanya makin tak mengerti dengan sikapku. Nafasku agak tersengal. Aku takut Angga melihat isi dalam tasku, karena ada kotak yang memang ku kunci dan tak seorangpun yang bisa membukanya kecuali kakekku.

"Gak apa apa Ga" selaku, buru buru aku memasukkan tasku ke dalam lemari supaya Angga tidak terlalu kepo, ingin melihat isi dalam tasku.

Ku lihat jam masih pukul 06:00 pagi. Angga pun ikut melihatnya...

Dikamarnya ada kamar mandinya khusus, jadi Angga tidak perlu keluar kamar jika mau mandi.

Padahal kalau dikampung ku, satu kamar mandi campur dengan WC dan jika mandi harus gantian...

Ku lihat ada onggokan pakaian kotor dikeranjang didekat pintu masuk kamar mandi...

"Mas Bening, aku mau mandi dulu. Apa mas mau mandi bareng aku?" ajaknya dengan menaik naikkan alisnya sambil nyengir kuda bahkan membuka kaosnya. Terasa, kayak motion slow. Namun, aku buru buru mengalihkan pandanganku. Aku tak mau melihatnya dan tergoda dengan pesonanya. Padahal kan aku sama kayak dia, sama sama cowok.

"Huh, dasar OMES!" sergahku pura pura sewot dengan memanyunkan bibirku. Angga malah mengerling, menggodaku dengan memutar tubuhnya setelah puas menggodaku. Maka ku lihat bahu kokohnya dengan pahatan sempurna. Sesaat aku terkagum dengannya karena Angga telah lenyap masuk ke kamar mandi. Setelah itu ku dengar siulan kecil dari dalam. Ku hembuskan nafas lega...

"Hupfff,,, untunglah Angga tidak penasaran dengan isi dalam tasku. Kalau sampai dilihat atau direbutnya maka akan ketahuan. Aku harus berhati hati, jangan sampai Angga tau" gumamku lirih dengan anganku menerawang jauh, sampai ke kampung halamanku. Ku dengar suara gemericik air dari kamar mandi sudah berhenti, sepertinya Angga sudah selesai mandinya. Benar dugaanku, tak lama berselang, Angga nampak keluar dengan rambut agak basah serta tubuhnya yang belum kering hingga ada air yang jatuh dari rambutnya serta memakai handuk putih melilit di pinggangnya. Ada bebuluan tipis diatas pusarnya serta agak menyembul dibawahnya, mungkin lebih lebat dibalik handuknya. Ach,,,, aku tak boleh terbawa suasana. Karena aku cuma meliriknya tanpa berani terang terangan memandangnya. Aku takut Angga salah persepsi tentangku. Nanti, aku dibilang homo atau yang lainnya. Aku takut hal itu terjadi. Aku harus jaga image didepannya.

Namun, aku perhatikan kalau Angga nampak lebih santai dan cuek seakan tak ada problema, malah terlihat senang saat ku perhatikan bahkan sering menggodaku, atau itu hanya sekedar pancingannya padaku, supaya aku masuk perangkap nya lalu Angga akan mengolok olok ku.

Tidak! Aku tak boleh suudhon pada sepupuku. Aku harus positive thinking padanya karena Angga saudara ku, jikapun nantinya Angga menghianatiku itu urusannya nanti, mungkin aku punya kesalahan besar terhadap nya.

"Cupp,,,!?" kecupan dalam dipipiku kurasakan. Kini Angga duduk didekatku, senyumnya sangat mempesona dengan titik air yang masih membasah, bulir bulir ditubuhnya masih ada membuatnya terkesan macho.

"Dari tadi ku perhatikan melamun aja. Apa yang kamu pikirkan mas Bening?"

"Gak ada Ga. Aku cuma ingat kampung. Kapan aku bisa kembali lagi?"

"Lha, baru juga datang mas, masa udah mau pulang. Kalau aku kangen gimana, coba?. Bisa koit deh aku!"

"Gayamu Ga lebay. Emang cowok seganteng kamu belum punya pacar?"

"Apa mas?. Aku ganteng!. Makasih ya mas. Mas Bening orang pertama yang bilang kalau aku ganteng".

"Lha, emang ada yang lebih ganteng dari kamu Ga?"

"Ada-lah mas. Banyak malah. Aku itu adalah cowok seper seratus-nya yang ganteng disekolah ku. Bahkan, yang lebih ganteng dan tajir lagi juga ada"

"Wah, pasti kamu minder ya disekolah, selain teman cowokmu ganteng ganteng juga tajir. Jadi, penasaran nih kayak apa temanmu itu Ga?"

"What? Maksudnya?"

"Udah, lupain aja. Aku mau mandi dulu" rasanya aku jadi over. Mana waktu terus berjalan bahkan aku lupa menunaikan tugasku terlebih aku banyak ngobrol sama Angga hingga lupa waktu juga menuaikan tugasku. Ya Alloh ampunilah aku!

"Mas Bening gitu, ngehindar saat ngomong serius. Gak asik. Aku perkosa nanti?!"

"Coba aja kalau berani?"

"Benarkan nih!"

"Gak deng, weekkk,,,!" aku langsung ngibrit sambil menyahut handuknya. Aku tak peduli jikapun Angga bugil, yang penting aku gak tau pistolnya. Kalau bangun bikin aku ngeri. Aku tak mendengar Angga protes, sepertinya cuma diam dengan yang ku lakukan. Aku melanjutkan aksiku untuk mandi hingga cukup lama, barulah aku selesai mandi serta aku keluar dari kamar mandi dengan waspada. Rasanya fresh setelah mandi pagi hari...

Angga terlihat sudah sudah begitu rapi dengan memakai seragam abu abu, terlihat makin tampan dan mempesona. Dia tampak memperhatikanku, aku agak risi dipandangi olehnya. Ada sunggingan senyum di bibirnya ketika memperhatikan ku.

"Kenapa Ga, kamu memperhatikan ku segitunya? Nanti jatuh cinta tau rasa" ucapku hanya bercanda. Tak mungkinlah Angga suka sama aku, lagian aku kan cowok. Ku lihat Angga tak ada tanda tanda belok, malah terlihat macho.

"Kalau iya gimana?" aku-nya sambil cengengesan hal itu membuatku hampir tak percaya dengan pernyataan. Mungkin, jika aku seorang cewek maka anganku akan langsung terbang ke langit.

"Cepetan ganti baju. Malah bengong. Sarapan!" ajaknya. Mana aku belum siap. Angga selalu menatapku terus, rasanya aku agak sedikit risi diperhatikan terus, sekalipun Angga saudaraku.

"Iya, bawel amat!" sungutku padanya. Mana aku harus pakai pakaian, tapi diliatin terus, jadinya agak risih.

"Ga, itu mata jangan liatin terus kenapa?. Aku gak enak" kataku merasa tak enak, tapi karena Angga terus melihatku maka aku harus jujur.

"Eleh, mas Bening. Kita kan sama sama cowok, masak malu. Lagian, aku gak akan memperkosamu kok. He he he,,, tapi, kalau terpaksa apa boleh buat"

"Angga,,,! Kamu jangan OMES ya!" seruku, namun reaksi Angga hanya biasa saja.

Angga hanya terkekeh melihatku uring uringan, sepertinya ia sangat senang jika terus menggodaku dengan terus meledek ku, membuatku makin salah tingkah. Tapi, sudahlah. Toh dia sepupuku, mana mungkin dia mau aneh aneh sama aku. ku yakin kalau Angga sudah punya pacar. Pacarnya bisa saja sangat cantik. Karena dilihat dari fisiknya yang sangat mendukung, aku yakin atau mungkin dia seorang play boy. Entahlah?

Atau, bisa jadi dia punya pacar dimana? Namun untuk saat ini tidak aku tanyakan dulu, apakah Angga punya pacar atau tidak, aku tanyakan nanti. Kapan kapan saja. Kayaknya, sekarang waktunya kurang tepat...

#Bersambung....

13 September 2021

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku