Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mimpi Kelam Lilian

Mimpi Kelam Lilian

Jasmine

5.0
Komentar
11.2K
Penayangan
86
Bab

Kisah spin off Lilian (Mera dalam Kiss for Prince Kouza). Warning 21+ harap bijak dalam membaca. Lilian Audrey Grey, gadis misterius yang penuh dengan rahasia kelam dan memiliki kemampuan spesial yang unik, mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Ia mau tak mau harus berurusan dengan Jaden, pria berengsek yang kasar dan sangat membencinya itu. Jaden selalu mengintimidasinya karena warisan dari neneknya yang Lilian terima tanpa sepengetahuannya, membuat pria itu menganggapnya sebagai penipu yang licik. Pria itu selalu mengganggunya, hingga akhirnya Lilian tak berkutik saat dihadapakan pada sebuah ancaman dan perjanjian kontrak mesum tak bermoral secara sepihak dari pria yang membencinya itu. Kontrak apakah itu? Apakah Lilian akhirnya menyetujui kontrak meresahkan yang sangat menggodanya bagaikan madu tersebut dan menyerah pada Jaden? Lalu bagaimana dengan Jaden sendiri? Apakah ia akhirnya dapat melihat Lilian dengan cara yang berbeda saat mengetahui rahasia kelam dan unik tentangnya? Atau ia akan tetap pada pendiriannya untuk menyiksa wanita itu dan menganggap Lilian sebagai wanita penipu selicik ular seperti sebelumnya?

Bab 1 Lilian Audrey Grey

Lilian menghela napasnya dan kembali mendesah. Gadis berkacamata berambut hitam bergelombang itu tampak sangat gelisah di depan meja kerjanya.

Kemarin saat dirinya menghadiri pesta pernikahan Myan dan Devon yang merupakan putra dari bos tempatnya bekerja, Lilian sudah merasakan firasat yang begitu buruk.

"Ini untukmu, mungkin tidak seberapa, aku harap kau dapat menemukan kebahagiaanmu dan segera menyusulku Lilian."

Ucapan Myan kemarin masih terngiang-ngiang jelas di pikirannya. Lilian ingat ekspresi lembut dan tulus dari Myan saat ia berkata pada dirinya.

Setelahnya, ia merasa tidak tenang karena Myan, istri Devon memberikan sepasang gelang kulit berbandul kristal kepadanya tempo hari. Mengembalikan lebih tepatnya, karena memang gelang tersebut sebelumnya adalah miliknya.

"Kau wanita yang baik, berkat dirimu aku dapat bersatu dengan orang yang aku cintai. Aku berharap kau pun dapat mengalaminya Lilian." Myan tersenyum padanya.

"Ini juga, aku kembalikan. Kami sudah cukup mendapat kebahagiaan yang kami inginkan." Lalu Myan saat itu meletakkan begitu saja sepasang gelang kulit yang ia maksudkan sebelumnya.

Gelang kulit yang konon dapat menyatukan pasangan yang berjodoh itu akan bersinar apabila seseorang bertemu dengan pasangan sejatinya. Dan saat Myan meletakkan di atas telapak tangannya sendiri saat itu, Lilian bersumpah melihat gelang itu bersinar!

Lilian seketika shock dan begitu ketakutan saat dirinya dapat dengan jelas melihat seberkas sinar putih yang bercahaya dari bandul batu kristal tersebut.

Ia sangat ketakutan lalu refleks melempar begitu saja gelang pasangan yang membuatnya bergidik itu di tengah-tengah hamparan taman bunga tempat acara pesta berlangsung. Setelah itu Lilian melarikan diri secepatnya dan pergi begitu saja dari sana tanpa menoleh lagi sedetik pun.

Selama 30 tahun dalam hidupnya, baru kali ini ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa gelang tersebut benar-benar bersinar di hadapannya!

"Apa gelang itu benar-benar akan membuatku bersatu dengan pasangan jiwaku?" Lilian bertanya-tanya dalam hati.

Seperti yang telah gelang itu lakukan pada Myan dan Devon, gelang pasangan itu menyatukan mereka dengan cara yang unik dan misterius.

"Tidak, semua pasti hanya kebetulan. Tidak mungkin semudah itu aku akan bertemu dengan jodohku kan?" gumamnya lagi sambil menerawang.

Lilian kemudian memandang buket bunga yang masih tergeletak tepat di atas mejanya.

Kemarin tanpa sadar ia membawa buket tersebut ke dalam kantor saat dirinya melarikan diri dari tempat pesta. Lilian yang terburu-buru hanya sempat mengambil berkas penting miliknya, dan tak sengaja meninggalkan buket itu.

Lilian tersenyum sinis dan menggeleng. Dalam hatinya terasa pilu dan pedih saat seseorang memberinya sedikit kehangatan atau menunjukkan perhatian kepadanya.

Lilian tak ingin, Lilian merasa tidak pantas untuk mendapatkan kehangatan atau pun kasih sayang dari seseorang. Siapapun itu.

"Hh! Myan, kau tak tahu apa-apa tentang diriku. Aku bukanlah siapa-siapa." Lilian kembali mendesah dan menyandarkan dirinya pada kursi kerjanya.

Jika orang lain tahu siapa dirinya sebenarnya, ia ragu mereka akan tetap mau bertahan di sisinya tanpa syarat apa pun.

Sampai saat ini ia hanya membuka rahasia kelamnya pada satu orang. Orang itu adalah Tuan Greg. Bos pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Ayah Devon.

Lilian berhasil bekerja di perusahaannya karena ia pernah menyelamatkan Greg dari kematian. Jika bukan karena itu, ia sendiri ragu perusahaan lain akan menerimanya untuk bekerja. Dan hanya Greg yang membantunya bertahan sejak ia remaja hingga saat ini.

Ketukan halus pintu ruangan miliknya, seketika membuyarkannya dari lamunan.

Ya, Lilian memiliki ruangan sendiri dalam perusahaan. Karena kebaikan Greg dan rasa pengertian pria itu padanya, ia dapat leluasa bekerja tanpa perlu banyak berinteraksi dengan orang lain.

"Selamat pagi Lilian! Aku ingin kau memeriksa hasil kerjaku sebelum aku menyerahkannya pada Tuan Greg." Silvia gadis berambut pirang dan bermata biru itu tersenyum cerah padanya.

Silvia adalah sekretaris Tuan Greg. Jika ia ditempatkan di ruangan depan di mana semua orang dapat melihatnya, lain halnya dengan Lilian. Lilian menempati ruangan di belakang Silvia, tepat sebelum tikungan yang menghubungkannya ke lorong kecil dan mengarahkannya ke pintu masuk ruangan Greg.

"Baiklah, letakkan saja Silvia, aku akan memeriksanya untukmu."

"Oke." Seolah mengerti jika Lilian tak suka disentuh, Silvia meletakkan begitu saja tumpukan berkas-berkas di atas mejanya.

"Ah! Satu lagi, apa mungkin kau ingin bergabung dengan kami untuk makan siang nanti? Karena seperti rumor yang aku dengar, hari ini kita akan kedatangan klien penting yang sangat tampan yang akan bekerjasama dengan perusahaan periklanan kita. Apa kau tahu siapa orangnya Lilian?" Silvia tersenyum penuh semangat.

"Dia adalah Jaden! Oh My God! Kau tahu betapa tampan dan menariknya ia sebagai seorang selebriti chef terkenal yang banyak dikagumi oleh para penggemarnya?"

"Aww! Aku tak sabar ingin melihat wajah aslinya dari dekat!" Silvia bercerita dengan menggebu-gebu dan tanpa sadar pula sedikit berjingkrak karena terlalu bersemangat.

Lilian tak memberikan reaksi apa pun selain tatapan datar yang biasa ia berikan pada siapa pun.

"Aku akan memberikan laporanmu tepat saat makan siang. Itu akan ada di mejamu dengan hal-hal yang perlu kau perbaiki nantinya."

Hanya itu saja balasan yang Lilian berikan padanya. Jelas ia tak tertarik sedikit pun dengan cerita Silvia.

"Oke. Dan Lilian, bisakah kau sedikit lebih menyenangkan dan.... ah, sudahlah lupakan saja."

Silvia berhenti berbicara saat Lilian menatapnya dengan tatapan tajam. Ia berlalu dan keluar begitu saja dari ruangan Lilian tanpa menyelesaikan ucapannya.

Lilian menghembuskan napasnya. Sedikit lega karena ia telah terbebas dari celotehan Silvia pagi ini.

Tak berselang lama, telepon di atas mejanya berdering. Lilian segera menerima telepon tersebut karena menandakan sambungan penerimaan telepon dari meja Silvia sedang sibuk.

"Halo selamat pagi, Starry Advertising. Dengan Lilian, ada yang bisa saya bantu?"

"Selamat pagi. Aku Seth sekretaris Tuan Jaden, ingin mengkonfirmasi lagi jadwal pertemuannya dengan Tuan Greg."

"Baik silakan, saya akan mencatat pesan Anda".

"Tuan Jaden kemungkinan akan sedikit terlambat untuk jadwal pertemuan dengan Tuan Greg karena ia masih harus menyelesaikan pemotretan yang telah terjadwal. Bisakah Anda mengatur ulang kembali jadwal pertemuannya dengan Tuan Greg, Nona?"

"Boleh saya tahu, Tuan Jaden ingin menyesuaikan pertemuan pada jam berapa?"

"Sekitar jam dua setelah makan siang. Semoga jalanan tidak padat. Jika ada pemberitahuan perubahan lagi, aku akan mengkonfirmasi kembali."

"Baik Tuan Seth, sudah saya catat. Anda nanti dapat menemui Silvia, sekretaris Tuan Greg. Ia akan mengantarkan Anda dan Tuan Jaden ke tempat ruang pertemuan."

"Baik, terima kasih"

Setelah panggilan terputus, Lilian segera menghubungi Greg untuk memberitahu perubahan jadwalnya hari ini.

Beberapa bulan ini Greg sering memilih untuk bekerja dari rumah. Setelah putra satu-satunya Devon mengalami kecelakaan dan harus menjalani pemulihan, ia sementara waktu memilih untuk menemani putranya dan melakukan pekerjaan-pekerjaannya dari rumah saja.

Dan setelah putranya menikah kemarin, ada kemungkinan Greg akan mulai bekerja lagi di kantor. Terbukti, sudah beberapa hari ini ia memerintahkan Lilian untuk menetap di kantor tanpa perlu kembali lagi ke kediamannya.

Lilian bisa dibilang sekretaris merangkap asisten Greg yang cekatan. Ia tak akan menyia-nyiakan atau menghabiskan waktu kerjanya untuk hal yang menurutnya tak berguna. Selama ini, semua pekerjaan dan kepentingan Greg dapat Lilian atasi dengan cermat dan tepat waktu.

Lilian senang menghabiskan waktu kerjanya untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor yang memang menuntut tanggungjawab yang tinggi. Untuk itu, Greg selalu mempercayakan semua urusan kantor pada Lilian. Karena Greg sendiri telah mengakui kemampuan dan kecerdasan Lilian dalam menyelesaikan pekerjaannya.

****

Tak terasa waktu telah menunjukkan jam makan siang. Laporan milik Silvia yang ia koreksi dan janji ia berikan saat jam makan siang pun telah selesai Lilian periksa.

"Oke, berkas kontrak dan laporan sudah beres." gumamnya puas dengan hasil pekerjaannya sendiri.

Lilian bangkit dari kursinya. Menenteng berkas milik Silvia, dan di tangan yang lainnya ia menggenggam sebuah mug kopi miliknya untuk ia isi ulang lagi.

Pada saat jam makan siang kantor biasanya sepi. Dan ini kesempatan bagi Lilian untuk leluasa keluar masuk pantri kantor tanpa berpapasan dengan banyak orang.

Ia sudah biasa melewatkan jam makan siangnya sendirian. Ia terbiasa makan sedikit biskuit atau buah dan minum kopi atau jus sekadar untuk mengganjal perutnya.

Lilian menuju meja kerja Silvia setelah ia menutup pintu penyekat ruangannya sendiri. Saat ia hendak meletakkan berkas milik Silvia, seseorang tiba-tiba masuk dan menyapanya.

"Halo, selamat siang!"

Seorang pria berwajah menarik dan berbadan ideal dan lebih tinggi darinya melangkah masuk ke dalam ruangan para karyawan.

"Apa kau Silvia? Aku kemari untuk bertemu dengan Tuan Greg," wajah cerah pria itu tersenyum padanya.

Lilian yang terkejut dengan kehadiran pria tak dikenal itu sedikit bersikap waspada. "Maaf, apa Anda sudah membuat janji?" tanyanya kemudian.

"Ya, aku sudah membuat janji. Sebenarnya, aku mungkin datang terlalu cepat dari jadwal yang seharusnya sudah dijanjikan. Aku kemari untuk..."

Mungkin karena pembawaan sikapnya yang terlalu ramah, pria itu secara natural maju untuk lebih dekat dengan Lilian.

Tapi Lilian yang begitu panik karena kedekatan yang tiba-tiba, sontak mundur beberapa langkah untuk menghindari kedekatan pria itu, hingga tanpa sadar heelsnya membelit kabel yang menjulur di antara meja Silvia dan sukses membuatnya terhuyung.

Sialnya kejadian itu membuatnya menumpahkan sisa kopi pada bajunya sendiri!

Beruntung! Karena refleksnya, Lilian berhasil menopang tubuhnya dengan salah satu lengannya sehingga ia tidak sampai terjatuh yang mungkin dapat membuat situasinya lebih memalukan lagi baginya.

"Wow! Kau tak apa-apa? Biarkan aku membantumu untuk ..."

"Jangan!"

Lilian bangkit dari keterkejutannya sendiri saat pria itu semakin mendekat dan berusaha untuk membantunya. Pria itu sendiri tampak sedikit terkejut dengan sikap keras Lilian.

Lilian meraih beberapa helai tisu yang ada di atas salah satu meja rekannya yang lain.

"Maaf. Maksudku terima kasih, tapi saya bisa sendiri." Ia segera membersihkan noda kopi yang terpercik pada kemejanya.

Tak beberapa lama kemudian suara cekikik dan riuh terdengar dari arah pintu masuk.

"Tuan Jadennn?! Oh, ya Tuhan!"

Suara Silvia yang mendominasi, terdengar paling keras di antara karyawan lainnya yang bersamanya. Ia begitu terkejut sekaligus bersemangat mendapati sosok pria yang ada di dalam kantor mereka.

Ia dan dua orang rekan kerjanya yang lain segera berhambur mendekati pria itu dengan wajah berseri-seri.

"Apakah Anda sudah lama datang, Tuan Jaden?" Silvia bertanya dengan nada semanis mungkin.

"Tidak juga, aku datang terlalu awal dari jadwal yang telah dijanjikan."

"Oh benarkah? Perkenalkan, aku Silvia," Silvia mengulurkan tangannya di hadapan Jaden.

"Bagaimana jika kita menunggu di ruang tunggu sebelum kedatangan Tuan Greg? Oh, bagaimana dengan makan siang? Apakah Anda sudah makan siang? Mari bergabung dengan kami agar kami dapat berfoto dan meminta tandatangan Anda. Jika Anda berkenan tentunya, karena kami adalah penggemar Anda!"

Silvia dan dua rekannya yang lain kembali terkikik dan berbinar. Ia memberondong pria itu dengan banyak pertanyaan sembari mengelilinginya dengan genit.

"Tentu!" Jaden tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putih dan rapinya. Ia menerima uluran tangan Silvia.

"Lilian, masih ada waktu sebelum Tuan Greg kembali ke kantor bukan?" Tanya Silvia pada Lilian dengan tatapan penuh pengharapan.

"Satu jam lagi Tuan Greg akan ada di tempatnya." Lilian mengamati jam tangannya sebelum akhirnya menjawab dengan formal.

"Oke, baiklah! Kalau begitu aku akan mengantar Tuan Jaden ke ruang pertemuan sebelum Tuan Greg datang." Silvia mengedip pada Lilian memberinya isyarat ceria.

"Mari Tuan, kami akan tunjukkan ruangan untuk Anda. Bolehkah kami meminta foto dan tandatangan Anda Tuan Jaden?" lagi-lagi Silvia merajuk dengan manja.

"Dengan senang hati. Dan please, panggil Jaden saja nona-nona cantik."

Kali ini Jaden mengerling pada Silvia dan yang lainnya, hingga lagi-lagi mereka berjingkrak sambil menahan pekik histerisnya.

Lilian berjalan dengan tenang melewati mereka menuju pantri tanpa berkomentar apa pun lagi. Dari balik kaca pantri, sangat jelas terlihat Jaden yang begitu bersinar berjalan dengan bangga dibuntuti oleh beberapa karyawan wanita yang histeris melihatnya. Bahkan, beberapa karyawan wanita lainnya juga ikut bergabung ke dalam rombongan 'arak-arakan' Jaden ketika Silvia membawa Jaden keluar dari ruangan utama.

Para pekerja yang dominan wanita di lantai ini seolah begitu terlena dengan euforia kedatangan selebriti tampan ke kantor mereka. Dalam sekejap kantor terasa riuh, sebelum akhirnya hening kembali seiring dengan kepergian Jaden.

Lilian mengaduk kopinya dengan tenang. Ia merasa dapat bernapas lega. Tanpa ia sadari, sendok yang ia gunakan untuk mengaduk cairan pekat miliknya itu bergetar. Tidak! Bukan sendoknya, tapi tangannya lah yang gemetar!

"Hufht!" Lilian membuang napasnya dengan keras.

Lilian bersandar pada meja pantri, meremas kedua tangannya, berharap ia dapat meredakan getarannya. Ia kemudian kembali mengatur napasnya dan menghembuskannya lagi perlahan-lahan. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

Ya. Ia sedang takut. Sangat takut.

Ia memiliki sedikit ketakutan saat bertemu dengan orang asing yang mendekatinya, terutama pria. Dan Jaden tadi begitu mengejutkannya saat tiba-tiba ia mendekat padanya.

_____*****_____

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Jasmine

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku