Bagi kalian yang waktu lalu mendengarkan space bersama narasumber cerita ini, pasti kalian sudah mengetahui jika cerita rumah tusuk sate memang cukup berkesan bagi kami. Bagaimana tidak, sebelum cerita ini ditulis, narasumber sendirilah yang menceritakan semuanya melalui space twitter lakon story secara langsung. Dan disitu, juga dibenarkan oleh rekan-rekan pendengar mengenai latar rempat dalam cerita ini yang memang terletak ditengah-tengah hutan belantara. .... Dalam kesempatan itu, narasumber benar-benar menceritakan semuanya lengkap dengan budaya dan tradisi pulau kalimantan yang memang terkenal masih sangat cukup kental. Dan tidak berhenti disitu saja, bagaimana semua kejadian itu bisa terjadi, dimana kejadian tersebut terjadi dan bagaimana akhirnya, semuanya dijabarkan secara detail dengan tidak ada sedikitpun yang terlihat dilewatkan. Bahkan, di akhir ceritanya, beliau (Narasumber) sempat meminta tolong kepada kami untuk ikut membantu menemukan keberadaan sosok pembantu yang belum berhasil beliau jumpai hingga saat ini. Karena selain menjadi orang pertama yang menyadari keanehan dirumah tersebut yang akhirnya membuat bu Sukma (Narasumber) berhutang budi, sosok pembantu dalam cerita ini benar-benar menjadi sosok penting yang akhirnya membuat tokoh bu Sukma ini bisa selamat dan sehat hingga saat ini. Untuk itu, bagi kalian yang mengetahui keberadaan ibu-ibu pembantu tersebut, bisa langsung menghubungi kami. Karena disini, narasumber benar-benar berharap jika masih diberi kesempatan untuk bisa berjumpa kembali dengan tokoh pembantu tersebut. Pembantu tersebut bernama asli ibu Alfiah dari Genteng - Banyuwangi. Dan jika dari kalian ada yang mengetahui atau mengenalnya, silahkan hubungi kami melalui semua akun sosial media kami. Bantuan kalian, benar-benar kami harapkan karena sejak kejadian itu, narasumber kami sudah tidak lagi bertemu dengan tokoh pembantu tersebut yang jika dihitung menggunakan waktu, kini sudah lebih dari 20 tahun lamanya mereka tidak bertemu. ... Latar belakang cerita ini, memang sempat mencuri perhatian kami, selain terjadi di pulau kalimantan, letak rumah yang dimaksud dalam cerita ini benar - benar berada ditengah hutan. Dan tidak berhenti disitu saja, jarak dari kota terdekat berkisar 10 sampai 11 jam perjalanan, dengan masih tidak adanya energi listrik yang menerangi, membuat kami sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana jika kami yang berada di posisi narasumber dalam cerita ini. Dan tidak lupa, diisini kami juga berhasil sedikit mendapatkan beberapa photo lama yang bisa menunjang kebenaran isi cerita. Semoga, dengan dibagikannya cerita ini, bisa menjadi pelajaran agar kita lebih berhati hati lagi dalam menjalani hidup. Rumah kayu yang cukup sederhana, ternyata memberikan sebuah cerita yang tidak akan pernah bisa beliau lupakan selama hidupnya. " RUMAH TUSUK SATE ( Tanah Borneo ) "
Jika diajak mengenang kembali pengalaman waktu itu, tentu saja aku masih bisa dengan jelas mengingatnya.
Karena selain sangat menyeramkan, sejak adanya pengalaman tersebut, hingga saat ini, aku tetap memegang teguh budaya adat yang ada dipulau kalimantan maupun yang ada dipulau jawa.
Hal itu tentu saja bukanlah tanpa alasan, karena asal kalian tau, cerita yang ku alami dalam kurun waktu kurang lebih selama 5 tahun tersebut, akhirnya benar-benar merubah perilaku dan kebiasaan hidupku hingga saat ini.
Dan benar sekali,
Tidak hanya perilaku, kini akupun juga sangat percaya, bahwasanya jin, setan dan semacamnya, ternyata benar-benar ada dan benar-benar sangat nyata.
....
Bismillahirrohmanirrohim
( Semua nama, tempat dan waktu dalam cerita ini disamarkan. Mohon maaf jika ada kesamaan ).
"RUMAH TUSUK SATE"
Tanah Borneo
.....
Maret, 1996
"Tok.tok.tok.tok...Sukma gak usah pindah ya, disini saja. Kamu sudah bagian dari rumah ini. Aku suka kamu " ucap sosok wanita tersebut dengan berjarak hanya sekitar 50 cm didepanku dengan bentuk wajahnya yang juga terlihat sudah hancur lebur berantakan.
Mengetahui hal itu, jangankan berlari, bergerak saja rasanya aku sudah tidak bisa lagi.
Hidup dan mati, waktu itu aku benar-benar sudah tidak lagi bisa membedakannya.
Dan tidak berhenti disitu saja, bunga melati yang terlihat sudah semakin berceceran ditambah daun sirih yang masih saja ku kunyah keenakan, sudah menjadi bukti, jika waktu itu sebenarnya aku bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari mereka.
Makhluk tak kasat mata.