Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA

PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA

Kartika Deka

5.0
Komentar
1.7K
Penayangan
20
Bab

Banyak rahasia yang tersimpan di rumah Pak Darma, mertua Dewi. Satu persatu rahasia mulai terkuak. Hingga tentang jati diri Dewi yang sebenarnya.

Bab 1 Pertama datang ke rumah mertua

PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA

Bab 1

Aku bergidik melihat patung kuda berwarna coklat keemasan yang tampak berdiri gagah di halaman rumah mertuaku. Aku merasakan mata patung kuda itu seperti sedang melihat ke arahku. Patung kuda itu seperti bentuk ucapan selamat datang, bagi siapa pun yang datang ke rumah ini.

"Ayo Yang, kita sudah ditunggu Bapak dan Ibu." Panggilan mas Roni, membuatku kaget.

Aku yang masih memperhatikan patung kuda itu dari dalam mobil, langsung beranjak keluar. Ini pertama kalinya, aku menginjakkan kaki di rumah mertuaku.

Aku dan mas Roni sudah menikah selama setengah tahun, tapi baru hari ini mas Roni membawaku menemui orangtuanya. Kedua orangtua mas Roni tak menyetujui hubungan kami. Hanya karena aku seorang yatim piatu yang tinggal di panti asuhan.

Aku tak mengetahui siapa orangtuaku. Kata Ibu Yanti, pemilik panti. Dulu aku ditemukan hanyut di sungai, sewaktu masih bayi merah. Sejak aku mengetahui kebenaran tentang diriku. Tak sedikit pun terlintas di benakku untuk mencari, dimana keberadaan orang tuaku. Toh ... mereka sudah membuangku. Tandanya mereka tak menginginkan kehadiranku. Buat apalagi aku mencari mereka.

Turun dari mobil, aku dapat melihat patung itu lebih jelas lagi. Patung itu sangat besar, bahkan ukurannya lebih besar dari kuda sungguhan. Berdiri dengan kedua kaki depan terangkat seolah sedang mengambil ancang-ancang untuk berlari. Warnanya coklat keemasan, tampak gagah dan juga ... seram.

Aku terus melihat dari atas ke bawah setiap detail patung itu. Sempurna. Sungguh pandai, seniman yang membuat patung ini. Begitulah yang ada di pikiranku. Meski takut, tapi aku tetap mengaguminya.

"Ya ampun Sayang. Dari tadi merhatiin kuda aja, Mas lebih perkasa dari kuda itu," bisik mas Roni menggodaku. Pipiku langsung bersemu merah.

"Patungnya kayak baru dibuat ya Mas," kataku. Tak salah aku berpikiran seperti itu. Patung itu memang tampak sempurna, belum ada cacat sama sekali.

"Udah lama kok. Dari Mas kecil udah ada. Mungkin baru di cat sama Bapak. Dulu, letaknya disana." Mas Roni menunjukkan satu sudut dekat pintu gerbang masuk ke rumah. Aku mengarahkan pandanganku mengikuti telunjuk mas Roni.

"Dulu, gerbangnya masih belum seperti ini, masih dari bambu hias." Mas Roni melanjutkan kata-katanya.

Mas Roni menggapit sebelah tanganku, membawaku masuk ke rumahnya. Sementara sebelah tangannya lagi membawa tas, berisi baju-bajuku dan dirinya.

Jantungku berdebar kencang, kala kakiku mulai menginjak teras rumah yang megah. Aku khawatir, orangtua mas Roni belum bisa menerimaku.

Aku masih memandang takjub rumah mertuaku. Selain megah, desain nya begitu elegan. Biasanya aku hanya melihat di sinetron rumah semegah ini.

Mulai dari pintu gerbang yang besar terbuat dari besi-besi yang berjajar rapi, dengan aksen kuda terbang di sisi kanan kirinya. Ada air mancur berikut kolam ikan kecil di halaman rumahnya. Sebuah ayunan di tengah taman bunga yang berjajar rapi.

Rumah ini sangat besar bagiku, yang biasa hidup di panti. Dengan desain yang bagus membuat rumah terkesan mewah dan megah. Selama menikah dengan mas Roni, kami masih mengontrak di rumah petakan. Wajar saja kalau aku merasa takjub melihat rumah ini. Dalam mimpi pun tak pernah terlintas, bisa menginjakan kaki di rumah semegah ini.

Ting tong.

Suara bel pintu yang dipencet mas Roni.

Tak lama seorang wanita paruh baya, membukakan pintu.

"Mas Roni?" Wanita itu seakan merasa tak percaya melihat mas Roni di hadapannya.

"Iya bik, ini saya," kata suamiku itu memeluk perempuan itu. Sepertinya mas Roni menyayanginya dan begitu dekat dengannya.

"Kenalkan bik, ini istri saya. Namanya Dewi. Sayang, ini bik Jum. Bik Jum ini, sudah lama kerja disini. Dari Mas masih bayi. Bik Jum ini yang ngerawat Mas. Kalau Bapak sama Ibuk kerja."

Mas Roni memperkenalkan diriku. Aku tersenyum kepada perempuan itu, dia membalas senyumku, tapi raut wajahnya tampak heran.

"Cantik sekali istri mas Roni." Bik Jum memujiku. Aku tersipu malu.

"Bapak sama Ibuk, ada Bik?" tanya bang Roni. Keadaan rumah memang sangat sepi.

"Ada Mas, lagi di ruang keluarga. Yok bibik antar," tawar bik Jum.

"Gak usah Bik. Saya sendiri kesana," tolak mas Roni.

"Emang, Mas Roni tau tempatnya?" tanya bik Jum.

Jujur, aku merasa aneh mendengarnya. Bukankah ini rumah mas Roni, pasti mas Roni tau dimana letak ruang keluarga. Mas Roni baru setahun saja tak pulang, semenjak menikah denganku.

"Di tempat biasa kan, Bik?" Sepertinya mas Roni menjadi agak ragu.

"Kan, Mas Roni tau kebiasaan Bapak. Ada saja bentuk rumah ini yang di ubah-ubah. Sekarang ruang keluarga ada di atas. Tempat yang biasa, udah jadi ruang makan," jelas bik Jum.

"Oh iya, saya lupa Bik. Ya sudah saya ke atas langsung ya Bik. Bik, tolong bawakan tas ini ke kamar saya. Kamar saya masih di tempat biasa kan?" Mas Roni menyodorkan tas yang berisi bajuku ke tangan bik Jum.

"Kalau kamar Mas Roni masih tetap. Ya sudah, Mas Roni langsung ke atas saja."

Mas Roni menggenggam jemariku, satu persatu anak tangga kami naiki. Sampai di atas kami langsung melihat Bapak dan Ibuk sedang bercengkrama, menonton televisi.

"Sudah sampai kamu Nak," sambut Ibuk begitu melihat kami. Beliau memeluk hangat mas Roni.

"Ini, istrimu?" tanya Ibuk memastikan.

"Iya Buk," jawab mas Roni. Aku mencium tangan Ibuk. Beliau memelukku. Baru kali ini aku merasakan kehangatan pelukan seorang Ibuk.

Bapak mertua masih terlihat asik menonton tivi, seakan tak perduli dengan kehadiran kami. Mas Roni kembali menggenggam tanganku, membawaku berjalan ke arah Bapak.

"Pak," sapa mas Roni. Mengulurkan tangannya ingin bersalaman dan mencium punggung tangan Bapak.

"Akhirnya kamu datang juga," kata Bapak tanpa melihat ke arah kami. Dia juga mengabaikan tangan mas Roni tanpa menyambutnya. Mas Roni menarik tangannya kembali.

Aku makin mengeratkan genggaman tangan kami. Jantungku masih berdegup kencang.

"Pak ... Bapak kan, udah janji akan menerima dan merestui Roni juga istrinya," kata Ibuk yang sepertinya tak menyukai sikap Bapak kepada kami.

"Hehhhhh." Terdengar helaan nafas Bapak.

Aku dan mas Roni, hanya bisa berdiri mematung.

"Bapak menerima kalian, hanya karena permintaan Ibuk! Bapak masih kecewa sama kamu Roni. Kamu anak kami satu-satunya, pewaris tunggal harta kekayaan Bapak. Tapi kamu tak pernah mau mendengarkan Bapak!" Bapak berbicara dengan ketus. Terlihat masih menyimpan kekecewaan.

Menurut mas Roni, Bapak menjodohkan mas Roni dengan anak temannya. Sebelum kami menikah. Tapi mas Roni menolak, dan lebih memilihku. Wajar saja Bapak masih marah. Aku sangat memakluminya.

"Maafkan Roni, Pak," ucap mas Roni.

★★★KARTIKA DEKA★★★

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Romantis

4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku