PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA
DA DI RUM
a
tidak ada sofa ataupun kursi. Hanya terbentang sebuah permadan
itu. Dalam hatiku harap-harap cemas, semoga Bapak menyukain
a Ibuk mencomot satu tempe me
buat." Ibuk menawarkan ke Bapak. Bapak meliriknya sekilas, lalu
." Mas Roni pun memujiku, atau berusaha juga mencairka
elumnya meletakkan tisu dibawah piring tempe. Agar tak m
la nafas, ternyata u
TIKA D
t kamar yang indah dengan banyak ornamen lukisan di setiap sudutnya. Mas Roni s
an mataku ke seluruh ruangan kamar ini. Tak ada yang mencurigakan. Kucoba memejamkan mata, beberapa kali ganti po
ang. Aku seperti mendengar derap langkah di depan jendela kamar. Aku meng
guling lagi. Masih lagi mataku akan terpejam, aku seperti mendenga
erti ... derap langkah kaki kuda. Iya, tak salah lagi. Ini suara langkah kaki
as Roni. Dia hanya menggeliat menukar
nya. Dia tetap tak terbangun. Aneh, bia
nikan diri mengintip keluar. Tak ada apa-apa. Apa cuma
ahkan kali ini disertai dengusan. Mendadak aku merasa takut, peluh mem
la lagi. Aku terkesiap melihat ada seekor kuda di depan jendela kama
atku, pandangannya nanar ke arahku. Dengan muka pucat yang cukup menyeramkan, sontak kututup tirai. Dadaku berdebar kencang. Kak
raku seperti tercekat di tenggorokan. Ke
... tol
ibirku tak mampu kugerakkan. Kupejamkan mataku kuat
Aku ter
lagi?" tanya suamiku yang
u memburu, ternyata
mengingat wajah kedua anak itu. Wajah yang men
begitu gugup. Kuarahkan telunjukku ke jendela.
sikapku. Pandangannya mengikuti arah telunjukku. Dia
mimpi saja," kata Mas Roni,
agi saja, masih
ku. Berusaha menenangkanku. Tubuhku gemetar, di
TIKA D
yang membangunkanku. Kukerjapk
dulu yuk. Nanti lanjut t
dan berwudhu. Aku lebih khusyuk dalam menghadapNya. Kejadian ta
agi. Ikut gak?"
Aku menerima
eskipun sebenarnya masih sangat mengan
rasal dari kamar Ibuk, saa
anger gak?
a?" Dia ta
kamar Ibuk," k
gikutinya dengan menggelayut di tangannya. Da
ar Ibuk. Mas Roni menganggukkan kepala, pe
tok
" panggil
iba-tiba senyap. Tak lagi terde
tok
ni coba sekali la
Ibuk dari d
s Roni, khawatir ada apa-
anya menyahut, tan
," kata Mas Roni meminta izin. Ma
encana kami yang mau lari pagi. Yang penting su
patung kuda warna coklat keemasan di hal
makin takut. Tapi tak mampu mengalihkan pan
an
, Mas Roni tiba-ti
anget liat patung ini," u
kayak hid
katanya mau ikut lari. Mumpung bel
ranya sangat segar, wajar saja. Disini masih banyak pepohonan, juga
TIKA D