Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ku hancurkan rumah tanggaku

Ku hancurkan rumah tanggaku

arabella author

5.0
Komentar
2.2K
Penayangan
10
Bab

Semua hal yang di lakukan oleh suamiku,aku akan coba untuk memaafkannya,dan aku anggap itu sebagai kekhilafan. Pernikahan kami yang berjalan karena perjodohan itu membuat aku memberikan maaf untuknya. Tetapi,aku tidak bisa memaafkan yang namanya perselingkuhan,aku tidak akan menerima itu. Dan aku akan membalas semua perbuatannya dengan hal yang akan membuat dia menyesal karena telah mengkhianati aku.

Bab 1 Tertangkap basah

Chapter 20

Wajah Mama dan Mas Bagas lantas tak enak setelah aku mengatakan hal tersebut. Tak lama kemudian, aku masuk ke dalam kamar tak menggubris perkataan kedua manusia laknat yang dengan teganya mengkhianati kepercayaanku.

Keesokan harinya..

Hari ini hari Senin. Mas Bagas mulai masuk dan aktif bekerja, ia sudah siap dengan setelan jas berwarna hitam dan dasi yang menggantung di lehernya. Aku masih bersikap sok baik, aku bahkan sudah membantunya untuk memasangkan dasi di lehernya.

Setelahnya, aku juga mengantar Mas Bagas ke depan dan memberikan kecupan sekilas di pipinya. Entahlah, apa yang akan ia pikirkan, tapi yang jelas ini adalah salam perpisahan alias salam terakhirku.

"Aku berangkat dulu ya, Sof," ujarnya.

"Ia Mas hati-hati." Jawabku.

Hari ini aku akan menggugat cerai Mas Bagas sesuai dengan rencanaku. Aku akan memproses segalanya berdasarkan bukti yang ada di ponsel Mela setelah aku rekam kemarin.

Aku Pun bersiap-siap untuk pergi. Ibu yang melihatku berdandan cantik lantas mengucapkan sesuatu yang tidak kusangka sebelumnya.

"Kamu kok dandan cantik-cantik sih, Sof? Kamu mau selingkuh dari Bagas ya?" tanyanya. Sontak saja setelah mendengar ucapannya, hatiku memanas. Amarahku yang sempat ku simpan mencuat ke ubun-ubun dan bersarang di sana.

"Untuk apa aku membalas perbuatan selingkuh dengan berselingkuh, ma? Aku bukan wanita yang murahan yang bisa berselingkuh dengan laki-laki lain sementara statusku masih istri sah seseorang," sindirku. Aku tak peduli siapa dia dan apa statusnya.

Karena setahuku penghianatan tetaplah sebuah kesalahan yang tidak memandang posisi, entah orang tua atau sanak keluarga sekalipun, jelas aku tidak akan pernah memaafkannya.

Mama terdiam, ia tak menjawab ucapan ku. Mungkin, ia mulai merasa jika apa yang ku ucapkan benar-benar telah menyindirnya. Aku juga tidak peduli, terlebih Mela sudah mengirimkan pesan singkat padaku, bahwa ia sudah menungguku di depan.

Akupun menutup gerbang pagar rumah dengan sedikit keras. Pertanda, jika aku sedang kesal dengan sosok yang telah melahirkanku ke dunia, dan dengan sengajanya mengkhianati bahkan menghancurkan rumah tanggaku ini.

"Kamu udah kasih tahu Bagas, Sof soal video mereka di hotel dan berboncengan mesra kemarin?" tanya Mela padaku.

"Belum, aku hari ini mau ke pengadilan. Aku akan gugat cerai Mas Bagas secara diam-diam. Selama surat itu belum sampai di tangannya, aku ingin berpura-pura sok baik di depannya,"

"Kenapa begitu?" Mela

tampak heran dengan ucapanku.

"Aku ingin dia menyesal karena telah diceraikan olehku," jawabku singkat. Mela tidak banyak bicara ia lantas mengantarku ke pengadilan untuk menggugat cerai Mas Bagas

Setelah dua jam aku dan Mela

berkutat di pengadilan, kami pun memutuskan untuk ke pantai berdua. Mela hari ini juga suntuk karena banyaknya pekerjaan di Restorannya kemarin, apalagi katanya tiga anaknya membutuhkan biaya besar untuk sekolah.

"Kamu kirim kemana suratnya, Sof?" tanya Mela di perjalanan menuju pantai.

"Ke rumah." Jawabku singkat.

"Apa enak begitu ya? Kenapa kamu nggak bawa aja suratnya kasihkan ke Bagas, biar dia tahu apa kesalahan nya!" Mela tampak kesal dan jengkel padaku.

"Tidak, aku lebih suka memberikan terapi kejut Mel. Sama seperti Mas Bagas, yang beraninya selingkuh dengan mana kandungku sendiri,"

Mela menghela nafasnya pelan. "Setelah cerai, kamu akan kemana?"

"Aku akan pergi, aku akan cari kehidupan baru untuk diriku sendiri,"

Mela tersenyum dan menepuk pundakku. "Kamu yang sabar ya? Aku tahu bagaimana rasanya jika berada di posisi mu, aku tahu bagaimana gelisah nya perasaan mu saat ini," ujar Mela yang berbicara dan berkomunikasi denganku sembari menatap pantulan wajah kami di spion sepeda motornya.

Ketika jam 4 sore aku memutuskan untuk pulang dari pantai, rasanya aku sudah mulai lega. Perasaanku yang campur aduk sedari kemarin sedikit demi sedikit mulai lega.

Mela pun sama, ia hari ini membeli banyak makanan dan

mainan untuk ketiga anaknya. Katanya, kemarin ia mendapatkan bayaran yang cukup besar daripada biasanya. "Memang anak kamu suka boneka, Mel?"

"Suka, Sof,Apalagi boneka kelinci, wah mereka rebutan," ujar Mela yang bercakap-cakap denganku selama di perjalanan.

Sesampainya di pertengahan lampu merah di keramaian kota, ketika sore menjelang malam, aku bertemu Susan teman SMA-ku yang menaiki mobil dengan kaca jendelanya yang terbuka. Ia juga merupakan teman sekantor Mas Bagas di perusahaan furniture di mana tempat Mas Bagas bekerja.

"Sofia," panggilnya.

"Susan? Eh kamu darimana?" tanyaku."Habis dari kantor, oh ya? Kamu hamil, Sof?" tanya Susan.

"Hamil? Eh, enggak kok. Belum, kenapa ya?" tanyaku dengan menunjukkan wajah masam ku seketika.

"Masa sih? Sekarang 'kan suamimu mesra banget ke kamu, tadi aja pas mau pulang telpon kamu, tanya mau beli makanan apa, tanya kesehatan adek bayi juga di perut kamu,"

Deg.

Sakit jantungku, belum aku sempat aku menjawab ucapan Susan, kini lampu traffic kembali hijau. Susan pun memberikan bel klakson sebagai tanda, jika ia akan melajukan mobilnya terlebih dahulu.

Mela terdiam, aku juga. Terjadi keheningan di sepanjang jalan. "Kamu masih kepikiran ucapan Susan, ya Sof?" tanya Mela kepadaku.

Aku meyahut sekenanya. "Iya, Mas Bagas pernah menanyakan padaku kapan aku akan hamil, apa pertanyaan Susan ini ada hubungannya?" tanyaku dengan meneteskan buliran kristal di pipiku.

Mela menghela nafasnya berat. "Apa iya Sof.. mama kandungmu sedang hamil anak suami mu?" tanyanya.

Hatiku remuk, padahal aku tidak tahu kenyataannya. Berarti benar dugaanku, Mas Bagas dan Mama sudah menjalin hubungan sejak lama, buktinya Mama katanya hamil? Astaga, manusia laknat model apa mereka itu?! Benar-benar menjijikan dan memalukan!

Aku tak bisa berkata-kata, rasanya lidahku berat untuk digerakkan. Sesampainya di rumah, suasana begitu sepi. Aku pun yang masih emosi, kini mulai menangis sejadi-jadinya sembari mengetuk pintu rumahku. Mela, sahabatku tak lantas meninggalkanku sendirian di teras, ia masih di sini menemaniku hingga seseorang membukakan pintu untukku.

Klek.

Lagi, aku melihat Mas Bagas yang sedang topless dan nafasnya tersengal-sengal sembari membuka pintu rumah.

"Sofia?" tanyanya dengan wajah paniknya. Aku terdiam. Tak sanggup aku mengatakan apa yang ada di kepalaku, hingga akhirnya aku kelepasan juga untuk melayangkan tamparan di pipinya. Mungkin ini karena kepalaku sudah tak mampu menampung emosiku yang meledak ledak sedari tadi.

Plak!Mas Bagas terkejut. "KENAPA

DATANG-DATANG KAMU JUSTRU MENAMPAR SAYA, Sofia?!" cercanya dengan meledak-ledak.

Tanpa basa-basi, aku juga menghardiknya. "AKU SUDAH CUKUP SABAR MAS, DENGAN BEBERAPA FILE VIDEO MESUM YANG KAMU HAPUS DI TABLETKU! AKU JUGA CUKUP SABAR DENGAN OMONG KOSONGMU! AKU MAU KITA CERAI, SURATNYA AKAN DATANG BESOK PAGI! KAMU CUKUP TANDA TANGANI SAJA!"

"Oh, jadi benar kata mama

kamu selingkuh dengan pria lain? Kamu bermain di luar sana bersama pria lain hingga pulang sesore ini? Ini 'kan alasan kamu cerai dari aku?!"

"Sayangnya, kamu salah Mas! Aku sudah tahu sebuah fakta kalau mama, mama kandungku saat ini tengah hamil anakmu! Ya, kamu suami sahku!" tudingku dengan menunjuk ke arah wajahnya. Masyarakat yang memang berkumpul karena pertengkaran kami lantas menjadi gaduh dan bersorak-sorai.

"Usir! Usir!"

"STOP!!!" ujar Mas Bagas di tengah-tengah warga yang meneriakkan kata mengusir untuknya.

Mereka semua lantas berhenti sejenak. "Kalian semua percaya omongan Sofia? Apa ada buktinya tuduhan nya ini?!" ujar Mas Bagas dengan matanya yang merah, dan urat lehernya yang menegang.

Tanpa basa-basi, Mela menyahut. "Ada kok, gas.. coba lihat ini.." Mela lantas memamerkan sebuah video di ponsel nya. Semua warga kini yang begitu, mending aku bakar aja hidup-hidup, nanti dagingnya aku kasihkan anjing liar!" Wajah Bu RT juga tampak emosi ketika mengatakan hal tersebut.

Gunjingan demi gunjingan keluar dari mulut warga kala melihat video yang ada di ponsel Mela. Sedangkan aku masih mematung, aku tak pernah percaya jika katanya Mas Bayu bahkan memiliki sebuah mobil, bahkan setahuku Mas Bayu selalu memberi uang pas-pasan karena katanya aku masih belum memiliki momongan, jadi uangnya ia tabung saja.

Terlebih, Mas Bagas sering bilang jika perusahaan furniture di mana ia bekerja sering mengalami kerugian, karena kurangnya minat atas pengrajin mereka. Saat itu aku hanya percaya-percaya saja. Aku bahkan tidak tahu, jika mama sering ke salon dengan suamiku sendiri.

Maklum, selama liburan dua minggu ini aku jarang di rumah, bahkan ketika Mas Bagas mulai aktif bekerja aku tidak pernah curiga jika mama yang sendirian di rumah akan pergi kemanapun sesukanya bersama suami sahku.

Setelah semua warga puas melihat video yang berdurasi lima belas menit itu, mereka meneriaki rumah ku dengan cercaan kasar."Keluar kamu, gas!"

"Hey, orang sok suci, ayo keluar!!"

Aku hanya membisu. Tatkala itu, papa baru pulang dari sawah, ia kebingungan dengan teriakan-teriakan warga yang berada di depan rumah kami.

"Ada apa ini, Sofia?" tanya papa dengan heran, ia lantas memarkir sepeda motornya di halaman. Papa yang masih ngos-ngosan dengan membawa cangkul dan topi petaninya menghampiri para warga di depan terasku.

"Pak Radit, bapqk itu terlalulugu. Coba lihat video ini," Mak Sarwini memberitahukan video yang dipegang oleh Amela. Sebenarnya, aku tidak tega jika papa mengetahui fakta tentang perselingkuhan mama dan Mas Bagas, aku takut jika papa akan depresi setelah melihat semuanya.

Tapi nyatanya, aku telat. Video itu sudah di lihat oleh papa dengan mata kepalanya sendiri. Mimik wajah papa kini berubah, ia tampak pucat pasi. Ia dengan gemetar meletakkan cangkul dan topi petaninya di kursi yang berada di teras.

Pak RT pun tak lama datang, ia menenangkan para warga untuk tak menghakimi secara sepihak.papa pun terhuyung-huyung masuk ke dalam rumah. Ia meneriakkan nama mama untuk beberapa kali.

"Hen, Henny.." panggilnya.

Tak ada jawaban sama sekali. Tak lama kemudian, papa kembali keluar. "Sof, sepertinya Bagas dan Mama mu si Henny sudah pergi lewat pintu belakang. Di kamar, di dapur, semuanya sudah papa cek tapi hasilnya nihil,"

"Kalau maling sudah

ketahuan kedoknya pasti begitu!"

"Kalau kembali ke rumah ini, kita arak saja habis-habisan, giring ke kantor polisi!""Tya, ini sudah asusila, berzina, sudah pasti ini kena pasal berlapis, betul apa betul?!" teriak Mpok Lela.

"Betul!!! Usir, usir!" Teriakan

kompak semua warga komplek di rumahku."Ingat! Yang serempak ya?! Kita harus menolak kembali kehadiran Bagas dan mama Henny!" Bu Sutinah ikutan bersuara sekarang.

"Betul, betul!"

"Bapak-bapak, Ibu-ibu, sabar! Ini memang sangat menjijikkan! Mereka ini sudah mencoreng nama komplek kita Bu-Ibu. Oh ya, Mira, Pak Radit, dengarkan saya, kalau sampai kalian menerima kembali mereka di komplek ini, saya tidak sudi!" Pak RT tiba-tiba memberikan peringatan.

Semua warga tampak riuh, aku masih mematung. Bukan karena aku menyesal. Tidak! Tapi,aku kesal karena bisa-bisa nya mereka kabur begitu saja? Bukannya Mas Bagas adalah orang yang memiliki wawasan luas? Bukannya Mas Bagas orang yang bisa melakukan apa saja? Kemana mentalnya? Apa benar mereka serendah itu? Hingga memutuskan untuk pergi begitu saja tanpa mau bertanggung jawab? Belum aku selesai melamun Bapak sudah menjawab.

"Maafkan istri saya Pak RT. Saya tahu dia salah, tapi jika dia tidak di terima lagi untuk tinggal di sini, dia akan tinggal di mana?" tanya papa seolah memohon belas kasih untuk Mama kandungku bejat itu.Aku masih membisu. Mela lantas menjawab. "Maafkan saya Pak, tapi istri Bapak tidak akan kekurangan tempat untuk berlindung. Suami Sofia ini katanya kaya, sampai punya mobil istrinya nggak tau, benar itu, Bu-Ibu?" tanya Mela yang berdiri tegap di depan Bapak.

"Benar, usir aja. Jangan mau terima wanita laknat yang berselingkuh dengan menantunya sendiri!" teriak warga yang mulai berkobar-kobar.

Lantas Bu Sutinah mulai membuka suara soal kesaksiannya melihat Mas Bagas bersama Mama. Hatiku remuk berkeping-keping, entah apa yang akan dirasakan setelah mendengarnya.

"Benar itu, tiga minggu yang lalu. Saya lihat Bayu bawa mobil x-pander berwarna putih kemari. Saya pikir itu mobil perusahaan, tapi Henny justru sombong, katanya itu hasil tabungan dan kerja keras Bagas yang di simpan di rekening pribadinya. Saya ada buktinya kok, ini loh foto mobil dan mereka berdua waktu keluar bersama, katanya Ibumu itu mau nyalon. Pas saya tanya kok nggak sama kamu, katanya kamu nggak suka diurus, nggak suka di rawat sama Bagas."

Deg.

Seketika, aku mulai melemas.Tak kusangka seorang mama yang polos dan selalu kusayangi meski selama ini ia banyak berbicara kasar padaku akan berbuat sekeji ini. Tidakkah dia ingat siapa aku? Lantas, untuk apa papa ada di sini? Kenapa harus Mas Bagas?

"Tuh, Pak Radit. Dengarkan penjelasan Bu Sutinah, walau seperti apapun anda mencintai bu Henny, saya mohon maaf saya nggak bisa lagi mentolerir masalah ini," ujar Pak RT.

Bapak juga shock, ia tak menjawab apapun. Mungkin, ia benar-benar tidak bisa terima, istri yang ia sayangi selama ini justru menikamnya dari belakang. Di tengah kericuhan warga, Susan Teman sekantor Mas Bagas justru tiba-tiba datang kerumahku. Hingga, membuat warga semakin panas mendengar ucapan wanita cantik berkulit putih itu.

"Permisi, Bagas-loh kok rame sih?" tanyanya sembari celingak-celinguk.

"Kamu siapa lagi? Wanita simpanan Bagas yang nomor berapa?" ketus Bu RT.

Susan tampak kesal, tapi ia berusaha tenang. "Maaf Bu, saya teman sekantornya Bagas. Saya ke sini cuma mau berikan susu Ibu hamil milik Bagas yang ketinggalan ," ujar Susan yang memberikan sekardus susu ibu hamil ditangannya.

Sontak Pak RT bertanya padaku. "Kamu hamil, Mir?" tanyanya. Aku hanya menggeleng. "Bukan aku yang hamil Pak, tapi Ibu.."

Pov Bayu.

Sudah jam enam sore..

Setelah kedatangan Susan, aku justru tak bisa bergerak. Aku harus bersabar hingga semuanya mulai bubar, ini hari sialku. Lagian, ini juga salahku, aku lupa mengabari Susan jika ia tak perlu mengantarkan susu ibu hamil milik Mbak Henny yang kuanggap sebagai istri keduaku.

Aku masih bersembunyi di kebun pohon mangga yang penuh dengan semak belukar di dekat rumah. Rencananya aku akan pergi ke rumah baruku bersama Mbak Henny ketika nanti larut

malam setelah para warga bubar dari hadapan rumahku.

Aku masih geram dengan para warga dan Mela yang seenaknya mempermalukanku di depan banyak warga komplek, bapak termasuk Pak RT. Sofia memang tidak tahu malu! memang nya salah siapa, aku begini? Bukannya ini juga kesalahan dia yang tidak bisa memberikan aku momongan. Beda dengan Mbak Heny ku sayang, yang masih subur meski usianya sudah dua puluh tahun di atasku.

Masyarakat terdengar berteriak-teriak akan membakar seluruh pakaianku karena aku mungkin dianggap melakukan sesuatu yang terlarang bagi mereka, padahal menurutku cinta itu tak pandang bulu. Aku tahu ini mungkin salah, tapi aku sudah merasa nyaman dengan Mbak Henny yang memberikan kelembutan dan perhatian lebih dari istriku.

Aku juga sengaja selama ini merahasiakan rumah baru dan mobil baru untuk sofia. Aku ingin dia merasakan kecewanya diriku yang lantas tidak memiliki momongan bersamanya, padahal aku sudah menunggunya sampai tiga tahun. Bukannya aku sudah cukup sabar? Setiap pernikahan yang dinantikan adalah keturunan, agar pernikahan nya tidak hambar.

Tapi, sofia? Apa ia layak dijadikan istri? Rahimnya saja sudah kering! Kini, aku muak dengannya, yang sok miskin karena aku memberinya uang bulanan pas-pasan, ia bahkan sengaja bekerja di restoran sebagai pelayan untuk mencari uang tambahan demi bisnis kateringnya bersama Zahra sahabat nya. Tapi, aku tidak kasihan dengannya, aku sengaja memperlakukannya seperti itu. Karena bagiku ia bukan sepenuhnya wanita jika ia belum bisa memberikan keturunan.

Kini, aku masih mengintip di balik pagar bambu yang menjadi penghalang antara rumahku dan kebun kosong yang berisikan banyak pohon mangga itu.

"Pak Radit, sebaiknya bakar semua barang-barang Bagas yang ada di rumah ini, supaya ia tidak kembali ke sini!" ujar Mpok Lela yang dengan seenaknya menghakimiku.

Mungkin, Mpok Lela masih dendam karena dulu aku tidak mau melayani nya saat suaminya pergi bekerja, dia pernah memintaku datang kerumahnya, ia menyukaiku sejak lama, tapi jika dibandingkan dengan Mbak Henny, aku masih jauh lebih suka dan lebih kagumakan permainan Mbak Henny di ranjang bersamaku.

Melihat para warga mulai mengepulkan asap karena membakar barang-barang kami, Mbak Henny yang masih duduk bersembunyi di sebelahku menangis di bahuku. Kasian dia, ia hamil tiga bulan tapi ia berusaha menahan pedih ini. Harus bersembunyi dan menunggu orang-orang untuk pergi jauh dari rumahku. Aku pun membelai lembut rambut nya dan menyandarkannya di bahuku, tak ada suara di antara kami. Karena aku takut ketahuan jika terlalu berisik. Kulihat papa dan sofia tampak pasrah ketika para warga satu persatu menggeledah rumah kami dan membakar semua barang-barangku. Kenapa sofia hanya pasrah? Masih ingatkah kamu jika aku ini suamimu? Kenapa kamu tidak membelaku sama sekali? Kamu rela mereka membakar pakaianku dan Ibu sendiri?

Setelah jam 8 malam komplek mulai sepi, aku memutuskan untuk berjalan kaki lewat jalan pintas, jalan setapak di komplekku. Jalan ini tembus kejalan raya di mana aku akan naik taksi dan pulang ke rumah baruku bersama Mbak Heny.

"Ini karena kamu Bagas, terlalu sering minta jatah. Kamu gegabah, lihat sofia mulai curiga, tetangga juga, sampai akhirnya kita harus diusir secara paksa seperti ini," keluh Mbak Heny padaku.

Aku menggelengkan kepalaku. "Bukan, Mbak sayang bukan salahmu, ini sudah takdir kita. Lagian, untuk apa aku bertahan dengan sofia. Dia sampai sekarang belum bisa kasih aku momongan loh, Mbak.."

"Tetap saja. Ini namanya mempermalukan diri sendiri, lagian, bukannya kamu yang memberiku ide untuk bersenang-senang ketika bapak mertuamu merantau kemarin?" sahut Heni padaku.

Sebenarnya aku kesal mendengar penuturan Mbak Henny, harusnya ia tak saling menyalahkan. Kenapa harus aku? Dia lupa, jika dia sendiri yang membutuhkan sentuhan ketika papa mertua tidak di rumah hingga akhirnya kami ketagihan dan semuanya berujung dengan kehamilan.

"Bukannya Mbak juga yang mau? Karena Bapak Radit tidak pernah sesering dulu berhubungan dengan Mbak?" tanyaku. Mbak Heny menghela nafasnya pelan.

Kami pun tak sadar tiba di jalanan besar, aku segera menghubungi taksi online untuk pergi ke rumah baruku. Aku akan bertahan di sana untuk beberapa waktu, meski aku tidak tahu nanti bagaimana ekspresi orang-orang kantor padaku, walaupun aku di anggap melanggar aturan, mungkin aku lebih baik resign dan melanjutkan bisnis jual beli mobil bekas bersama Afran. Ya, Afran mantan suami Mela itu.

Setelah sepuluh menit kami menunggu, akhirnya taksi datang dan membawa kami menuju ke rumah besar, rumah baru kami yang jauh lebih baik daripada rumah yang di tinggali Sofia dan papa, Bodoh amat dengan cercaan orang, aku Bayu Wijaya Hanya ingin keturunan, itu saja, tidak lebih! Aku ingin keturunan yang wajahnya masih mirip dengan Sofia dan diriku, jadi dengan terpaksa aku menggauli seseorang yang mirip dengan nya, siapa lagi kalau bukan ibunya sendiri? Sofia tidak punya saudara, ia memang terbiasa hidup mandiri sedari kecil. Ia juga bukan istri yang biasa menadahkan tangan kepada suami. Aku sebenarnya kagum akan sosoknya, tapi-perkara keturunan memang itu alasan utamanya.

Setelah sampai rumah, aku memode pesawat ponselku. Aku duduk di sofa besar dengan sedikit menyesal, menyesal karena sofia mengetahui perbuatanku. Seandainya ia tidak tahu, dan aku tidak gegabah untuk pamer kemesraan dengan ibunya, mungkin tetangga tidak akan ada yang tahu. Aku memang labil dalam hal ini, mungkin aku masih sangat mencintai Mira, hanya saja aku butuh keturunan bukan pernikahan yang hambar tanpa hadirnya buah hati.

Mbak Heny n masih menata ruangan, ia juga memasak semur daging di dapur. Aku masih pusing, pusing karena sudah pasti setelah beberapa hal yang membuat terbongkar nya hubungan ku dengan Ibunya ini, sudah pasti Sofia akan jijik kepadaku dan tidak akan memaafkanku. Aku mungkin tadi kesal, tapi sosok Mbak Henny jelas jauh lebih buruk dibandingkan dengan wajah istriku. Istriku cantik, sayang ia tidak bisa memberikan apa yang aku mau sebagai seorang suami.

"Gas,nasinya sudah siap. Semur nya sudah jadi, ayo makan dulu. Soal Sofia, kamu tenang aja. Aku akan coba bicara padanya kalau masalah mulai mereda.. Mira itu anak yang berbakti tidak mungkin ia akan membenciku, bukan nya surga ada di telapak kaki ibu?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh arabella author

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku