Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kutemukan kebahagiaan ku

Kutemukan kebahagiaan ku

arabella author

5.0
Komentar
524
Penayangan
10
Bab

Tuhan pernah berkata,orang baik akan di jodohkan dengan orang yang baik juga. Itulah yang aku rasakan saat ini,setelah tuhan mengujiku dengan memberikan cobaan lewat mencintai laki-laki yang salah,sekarang aku di berikan sosok laki-laki yang sangat peduli dan tentunya sangat mencintai aku.

Bab 1 Siapa dia

Hari ini Bagas di kejutkan oleh seorang anak perempuan berusia 17 tahun di rumahnya. Ia baru saja melakukan treatment di klinik temannya, Bagas melakukan pengobatan khusus agar ia bisa cepat memberikan keturunan untuk istrinya, Sinta.

"Loh, ini siapa, Sin?" tanya bagas kepada istrinya.

"Ini Helda, Mas. Anak panti yang ku anggap seperti adik kandungku. Dia dikeluarkan dari sekolah karena udah dua bulan nggak bayar SPP. Ibu panti juga nggak kuat ngurusin dia, dia agak bebal,"

"Loh? Terus? Dia di suruh tinggal di sini?"

"Iya, Mas. Biar bantu-bantu aku di tempat bordir selama kamu belum terlalu pulih."

"Loh emang ga mau lanjut sekolah lagi? Biar SPP nya aku bayarin," tanya Bagas heran."

Nggak, Om. Aku hamil,"

Sinta dan Bagas saling tatap dan kemudian menoleh ke arah gadis itu lagi. "Hamil???" serempak keduanya yang terbelalak.

"Iya, Om kenapa?" tanya Helda dengan wajahnya yang polos, ia memasang wajah datar seolah tidak bersalah sama sekali.

"Berapa bulan usia janin di dalam kandungan kamu sekarang ?" cerocos Bagas. Ia bertanya dengan begitu antusias.

"Lima bulan Om. Kelihatan besar ya perutku?" tanya Helda.

"Nggak belum terlalu kelihatan. Terus kalau lahir, kamu mau kemanain itu Bayi?" tanya Bagas lagi seolah mengintrogasi Helda dengan penuh semangat.usul Bagas. Sinta hanya berkernyit. "Dibeli gimana, Mas?" tanya Sinta.

"Ketimbang anak ini di gugurkan, mendingan aku adopsi jadi anakku aja," ungkap Bapgas. Sinta pun tersenyum. "Ide bagus tuh Mas, siapa tau nanti kita nyusul hamil juga."

Helda tersenyum. Akhirnya ada juga yang mau mengambil bayi yang dikandung. "Beneran Om mau dibeli? Soale pacar saya sudah kabur Om, dia nggak mau tanggung jawab. Dan saya masih punya cita-cita tinggi, nggak mungkin saya jadi ibu secepat ini,"

"Bener dong! Sin, antar Helda Untuk periksa kandungan, semuanya biar aku yang bayar, aku akan coba ngelamar kerja lagi Sin. Aku akan sambut anak kita," kali ini wajah Bagas benar-benar semangat empat lima.

Harapan hidupnya mulai bangkit, sosok pria yang ingin sekali menjadi seorang ayah kini mulai tertanam kuat di benaknya.

"Siap, Mas. Aku antar Helda sekarang ke bidan ya?"

"Iya, antar aja sana." Bagas mengeluarkan uang dari dompet yang bersarang di saku kirinya. Sinta tersenyum heran, Bagas benar-benar berbeda dari biasanya. Ia tampak lebih ceria dan sangat berantusias, biasanya ia agak perhitungan soal keuangannya, tapi kali ini tidak. Ia dengan santainya mengeluarkan uang untuk biaya periksa kandungan Helda.

"Mau aku antar, Sin?" tawar Bagas tiba-tiba.

"Jangan, Mas. Kakimu masih perlu istirahat, jangan sering kemana-mana dulu lah, Mas."

"Iya, ya. Hati-hati Sin, jaga Helda ya?"

"Iya, Mas. Pasti,"

Sinta lantas berpamitan mencium tangan suaminya. Helda juga. "Om, pamit," Bagas mengangguk. Entah mengapa melihat perut Helda saja Bagas sudah segembira ini.

Singkat cerita..

Empat bulan berlalu. Helda kini resmi melahirkan seorang bayi perempuan, sesuai ketentuan, Bagas membayar uang untuk membeli bayi itu untuk ia adopsi sebagai anak nya sendiri. Setelahnya, Helda pergi membawa uang lima puluh juta. Ia pergi jauh dari kota tersebut. Melupakan bayi yang ia dilahirkan,ia saat ini hanya punya Agus saja sebagai pacar kesayangannya.

Radit? Masih sibuk dengan sawahnya yang semakin hari semakin melimpah ruah. Reno juga tetap setia mendampingi Sofia Sedangkan Zahra ia baru mengandung dua bulan. Pernikahan nya selama lima tahun akhirnya dikaruniai seorang bayi juga.

Hari ini Bagas tampak santai menggendong bayinya dengan selimut tebal di sebuah minimarket. Zahra yang melihatnya dari kejauhan terkejut bukan main. Ia pun mencolek lengan suaminya.susu formula banyak gitu. Pastilah itu anaknya si Bagas." ujar Dani. Zahra mengangguk-anggukkan kepalanya. Lantas, ia memotret Bagas dan mengirimkan fotonya ke Sofia

"Kamu ngapain, Dik?" tanya Dani heran.

"Aku kirim foto Bagas dan bayinya ke Sofia. Supaya dia tahu,"

"Untuk apa? Nggak penting banget," ujar Dani.

"Siapa tahu itu bukan anak Bagas, masa Bagas nikahnya aja baru dapat empat bulan udah punya anak gitu aja?""Barangkali perempuan nya hamil duluan, terus Bagas tanggung jawab di nikahin deh,"

"Itu artinya selain selingkuh dengan Mak Nini, Bagas juga selingkuh dengan yang lain dong?"

"Hush, ga tau soal itu. Kok kita malah gosipin orang, dosa loh ," gerutu Dani yang lantas beralih ke pusat bahan-bahan dapur di rak minimarket itu.

la membeli minyak goreng, penyedap rasa dan beberapa tepung serbaguna. Ia sengaja menunggu bagas keluar dari minimarket terlebih dahulu. Agar bagas tidak mengetahui jika tadi Zahra melihat dirinya.

Sementara Sofia yang melihat ponselnya hanya memperbesar gambar yang Zahra kirim.

[Zahra attached an image]

Photo.jpg

Bayu udah punya baby tuh,Sof..

Reno yang berada di sebelah Sofia lantas bertanya. "Lihat apa sih, sayang? Kok serius amat? tanyanya sambil mengupas kacang di atas meja depan TV LED besarnya.

"Ini, Mas Bagas akhirnya

~~~

Pov Bayu

Hari ini aku pulang dengan menggendong Diana. Aku sangat senang sekali bisa memiliki seorang bayi, meski ini bukan murni bibit ku sendiri.

Setidaknya aku akan membuat anak ini layaknya anak kandungku sendiri. Aku akan menunggunya sampai remaja dan dewasa. Aku akan bekerja keras untuknya. Mudah-mudahan aku juga bisa memiliki seorang anak dari perut istriku sendiri. Maka Itu jauh lebih baik.

Sesampainya di rumah, aku meletakkan Diana di atas ranjang istriku. Aku juga menemaninya hingga tanpa sadar aku tertidur.

Namun, ketika itu, aku merasa jika Diana sudah dewasa. Ia memiliki seorang suami yang tampan. Anehnya lagi, Putriku itu justru marah-marah kepadaku.

"Pa, aku mau cerai! Gegara papa, suamiku di arak di kampung. Masa dia tidur dengan ibu mertuanya, Pa. Kata Mama dulu papa pernah begitu apa benar? Aku menyesal kalau papa benar begitu, lihat kamarnya malah justru ke aku!"

"I--I--bu Mertuanya?

Maksudmu mamamu, mama Sinta?"

"Bukan! Ibu Helda! Ibu kandungku!"

Deg.

Aku menangis dan tiba-tiba aku terbangun. Aku melirik ke arah Diana. Ternyata bayi mungil itu sudah digendong oleh Sinta istriku.

Aku mengelus dadaku naik turun. Mimpi barusan benar-benar membuatku ketakutan yang amat sangat. Aku Takut jika semua yang pernah kulakukan akan terjadi kepada Diana.

Karena wajahku tegang. Sinta menghampiriku. "Kamu kenapa, Mas?" tanyanya.

Aku hanya diam, tidak mungkin aku menceritakannya kepada Sinta. Aku khawatir jika ia akan meledekku atau justru seenaknya mengatakan hal-hal yang justru membuatku semakin terpojok.

"Aku nggak papa kok, Sin." Jawabku yang lantas beranjak dari tempat tidur. Ku cium kening Diana, bayi mungilku.dari rumah karena aku ketahuan melakukan perselingkuhan dengan ibu mertuaku sendiri.

Kejadian itu memang sudah kulupakan. Aku berniat mengubah diriku sejak saat itu, apalagi sekarang semenjak kehadiran Diana. Aku terlalu takut berbuat hal-hal yang di luar nalar.

Benar apa kata orang, penyesalan pasti datangnya belakangan. Aku sekarang benar-benar merasakan situasi itu, situasi dimana aku takut Diana yang kena batunya. Tiba-tiba aku juga tremor tanganku seolah bergerak-gerak gemetar.Astaga, apa aku sudah mulai gila? Aku berharap jika Tuhan masih mau memaafkan diriku yang laknat dulu. Yang selalu menghalalkan segala cara demi sebuah tujuan, termasuk ingin mendapatkan buah hati.

Sinta menghampiriku. "Mas, kamu kenapa pucat begitu?" tanyanya.

"Diana mana?" tanyaku.

"Diana sudah tidur, Mas. Kenapa?"

"Nggak aku mau lihat Diana dulu," ujarku yang akan segera beranjak dari kursiku.

"Mas.." panggil Sinta lagi.

Aku menolehkan kepalaku. Menahan langkahku untuk ke kamar. "Kamu kenapa, Mas? Kaya panik gitu?" ujarnya yang mulai khawatir akan keadaanku.

"Aku mau cerita, tapi aku takut, Sin."

"Cerita aja, Mas." Pinta Sinta, seolah ia tidak akan pernah membully perlakuanku jika ia mungkin tahu.

"Aku mimpi Diana, Dik." ceritaku yang mulai menunduk dan duduk berhadapan dengan istriku."Mimpi apa?"

Aku-pun bercerita tentang semuanya. Sinta hanya terdiam dan menghela nafasnya penuh.

"Mas, kamu nggak usah takut. Mudah-mudahan mimpi itu nggak pernah terjadi. Itu cuma suatu peringatan untuk kamu, agar kamu tidak kembali mengulang kesalahan itu,"

"Aku tahu. Apa sebaiknya aku larang Diana untuk menikah, agar ia tidak mengalami sesuatu yang sama seperti apa yang pernah kulakukan?" tanyaku lagi.

"Jangan, Mas! Itu namanya kamu egois. Buanglah semua itu. Pasrahkan pada Tuhan. Kamu harus benar-benar berubah tidak akan pernah mengulangi kesalahanmu itu,"

Aku mengangguk. "Iya, Sin. Maafkan aku.." ujarku.

Sinta memelukku. "Siapapun kamu, aku akan terima kamu. Aku akan mencoba bersabar demi kamu,"

Hatiku benar-benar amat teramat sedih. Mengingat bagaimana perlakuanku dulu, Sinta adalah sesosok istri yang mampu membuatku menangis, menyesal dan merasa hina diwaktu yang bersamaan. Entah mengapa aku jadi selemah ini. Aku menangis di hadapannya. Aku menyesali semua dosa-dosaku yang pernah kulakukan.

"Makasih, ya.. Sin. Aku akan mencoba mejadi manusia yang lebih baik mulai saat ini, setelah banyak yang terjadi mulai dari aku diusir, kehilangan banyak pekerjaan, kehilangan banyak aset, hingga kecelakaan ringan itu menandakan Tuhan masih sayang padaku. Buktinya ia masih mau menegurku dan mencoba membimbingku ke jalan yang Jurus. Sekarang, aku sadar. Aku Akan berubah.."

Sinta tersenyum. "Nah, gitu dong.. harus. Kalau perlu kamu berubahnya jauh lebih baik. Ingat Mas, perubahan itu nggak harus kamu pamerin atau kamu ucapkan saja. Tapi, harus murni kamu lakukan karena tulus dari hati,"

Aku mengangguk. Tak perlu lah aku punya emas berlian atau tumpukan uang dollar saat ini. Kehidupanku benar-benar lengkap bersama Sinta dan Diana yang ada di hidupku.

Sesuai janjiku. Karena aku akan berubah. Aku akan datang menemui Sofia dan meminta maaf. Setidaknya, demi dihantuinya perasaan bersalah yang selalu menggelayuti hatiku.

Aku mengajak Sinta dan Diana untuk kerumah Sofia. Aku tahu di mana ia tinggal, karena aku sempat menyuruh seseorang untuk memata-matai Sofia.Hingga orang itu terpaksa dipukuli banyak massa karena ulah tololku. Aku baru sadar jika sedari dulu aku memang benar-benar tidak layak disebut sebagai manusia.

"Ayo, Mas."

Aku dan Sinta menaiki mobil begitu besar dan megah. Kehidupan sofia benar-benar berubah. Aku dan Sinta turun dari mobil. Diana masih tertidur dengan dot di mulutnya.

Ting Tong.

Ku pencet bel di rumah Sofia, Tak beberapa lama seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Bapak Radit. Seseorang yang mungkin paling tersakiti karena ulahku. Ia terkejut melihat kehadiranku.

Wajahnya memang menunjukkan wajah tidak suka. Tapi, ia tidak lantas mengumpatku dengan cacian. Ia Justru menyambutku.

"Bagas?"

Aku mengangguk dan tiba-tiba aku menangis bersujud di bawah kakinya. "Maafkanlah, kelakuan Bagas yang dulu ya, Pak. Bagas kesini cuma mau minta maaf," mohonku.

Sinta masih berdiri melihatku sembari menggendong Diana. Ia tidak berucap apapun. Pak Radit, mantan bapak mertuaku lantas berjongkok dan memegang bahuku.

"Sudahlah, gas.. yang berlalu biarlah berlalu. Ayo masuk,"Lega rasanya setelah meminta maaf. Aku benar-benar merasa enteng. Tinggal Sofia, aku harus meminta maaf kepadanya. Aku-pun dipersilakan duduk di atas sofa memanjang oleh Pak Radit. Sinta juga berada di sebelahku. Ia masih menggendong Diana yang tertidur pulas.

"Ini istrimu, gas?"

Aku mengangguk. "Iya, Pak. Boleh aku bertemu sofia?" tanyaku. Pak Radit tampaknya mengerti, dan saat itu Reno dan sofia justru muncul sepertinya mereka hendak keluar entah kemana."Sofia, Reno.. tunggu..."pintaku. Menghalangi langkah mereka. Pak Radit hanya membisu bersama Sinta.

"Ada apa, gas?" tanya Reno.

"Aku cuma mau minta maaf soal kelakuanku di masa lalu, kalian sudikah untuk memaafkan ku?"

Sofia dan Reno mengangguk." Udahlah, Mas. Aku udah maafin kamu dari dulu kok," ujar sofia.

"Beneran, sof," tanya Bagas.

Sofia mengangguk. Bagas pun berterima kasih untuk berkali-kali. Sinta pun sama, ia berterimakasih kepada keluarga sofia yang masih mau memaafkan kesalahan Bagas.

"Sof, Pak Radit, makasih banyak ya sudah mau memaafkan saya, saya benar-benar terharu. Sof, sekali lagi semoga kamu bahagia dengan Reno, dan bayi di dalam perutmu itu selamat," ujar Bagas.

"Iya, Mas. Makasih ya,"

"Kamu juga gas, semoga anak kamu sehat-sehat terus," Reno menyela. Pak Radit hanya menghela nafasnya dengan tersenyum. "Bagas, kamu mulai sekarang jangan mikirin yang aneh-aneh ya? Tetap seperti ini ya? Kasihan istri dan bayi kamu,"

Bayu mengangguk. "Iya, Pak. Pasti, terima kasih.

Setelah bertamu cukup lama di rumah Reno, Bagas dan Sinta pamit untuk pulang. Mereka memutuskan untuk pulang.

"Pak Radit, saya pulang dulu ya? Terima kasih karena sudah mau memaafkan kesalahan Bayu dulu,"

"Kok sudah mau pulang, gas?

"Iya Pak, saya takut Diana bangun,"

Reno dan sofia menghela nafas mereka dengan penuh. Terima kasih ya, gas, karena sudah menyempatkan ke sini, jaga kesehatan kalian bertiga," pesan Reno kepada Bagas dan Sinta.

Sinta tersenyum dan menjawab, "iya semoga Mbak Sofia dan Mas Reno juga sehat terus, mari ya Mbak, Mas,"

Sofia dan Reno mengantar keduanya ke pintu gerbang. Biasanya bagas akan gengsi jika sofia tau kalau ia membawa mobil sederhana bermerekan carry, tapi kali ini, ia tidak merasa malu, Bagas sudah sadar sepenuhnya.permintaan maafnya di masa lalu.

Pak Radti, Reno, sofia

tersenyum lega melihat kepergian Bagas dan Sinta dari rumah mereka.

Sesampainya di rumah Bagas, Sinta dan Diana turun terlebih dahulu dari mobilnya, sementara Bagas berpamitan untuk pergi ke rumah temannya untuk konsultasi masalah organ reproduksinya.

Sinta pun mengangguk setuju. "Hati-hati mas di jalan,"

"Iya, Dik, terima kasih."

Bagas pun kembali melajukan mobilnya menuju ke rumah temannya. Lima belas menit kemudian ia sudah sampai di klinik kecil milik temannya.

Arjuna sudah menunggunya di sana, "Akhirnya gas kita ketemu lagi, sejak kuliah hingga sekarang, aku baru kali ini melihatmu," sambut Arjuna yang memeluk Bagad dengan erat.

"Iya nih Jun, aku mau konsultasi,"

"Konsultasi apa sih, Bagas?" tanya Arjuna dengan heran.

"Yang Kemarin aku kabarin kamu itu loh, Jun.." Bagas setengah berbisik.Arjuna pun mengangguk,

keduanya segera memasuki ruang klinik. Setelah mengisi beberapa pertanyaan di kertas yang diberikan oleh Arjuna. Lantas Arjuna meminta sampel urin dari Bagas.

"Kok pake sampel urin? Emangnya aku hamil apa?"

"Udah nurut aja."

Bagas pun menurut. Tak beberapa lama Arjuna juga meminta sampel darah dari Bagas.

"Itu gunanya untuk apa?" tanya Bagas lagi. Arjuna pun menjawab."Untuk mengecek, apakah kamu memiliki penyakit seksual atau kelainan sexual apa tidak, gas"

"Berapa lama hasilnya akan ketahuan?"

"Setelah seminggu kamu terus memberikan sampel urine itu kepadaku, baru hasilnya bisa di simpulkan, Gas"

Mendengar penjelasan Arjuna, Bagas hanya bisa menghela nafasnya penuh, jika seandainya ia benar-benar terbukti mandul, ia siap menerima segala kenyataan yang ada, setidaknya ia sudah memiliki Diana sebagai putri kecilnya.

Setelahnya Bagas memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia akan rutin untuk memeriksakan dirinya ke klinik mulai hari ini hingga enam hari ke depan.

Sementara Henny, Agus berniat untuk melamarnya dan menikah dengannya besok. Ia pun setuju, ia juga tidak enak untuk tinggal di area Restoran sofia terus menerus. Ia lantas menanyakan di mana Rumah sofia kepada beberapa karyawan yang mengetahui rumah Sofia.Rencananya ia juga akan pamit untuk tidak lagi tinggal di area Restoran kepada Sofia besok pagi saja.

Setelah Restoran hampir tutup di jam sembilan malam. Henny n memutuskan untuk meninggalkan Restoran, ia memutuskan untuk tinggal bersama Agus. Pria tua yang juga sudah lama menduda.

"Bagaimana, kamu jadi tinggal di rumah saya, Ni?" tanyanya.

Henny mengangguk. "Jadi, Mas. Besok aja"Benar ya? Kalau begitu ayo kita ke rumahku, sebaiknya kita diskusi masalah akad pernikahan kita bersama anak perempuanku," ajak Agus.

"Ayo, Mas."

Keduanya pun pergi meninggalkan Restoran. Mak Su yang melihatnya hanya mencibir dan menggelengkan kepalanya dari jendelanya.

"Dasar ganjen! Baru aja putus dari Broto, eh sekarang sama yang baru, tua-tua kok nggak Inget umur!" wanita tua itu lantas menutup jendela kamarnya yang memperlihatkan suasana di biar aku pamit ke Sofia,"halaman Restoran yang berada di bawah.

Sesampainya di rumah Agus, Henny terkejut karena lagi-lagi ia harus memiliki anak sambung perempuan, namanya Adelia. Wanita itu tidak sadis seperti Dina. Ia lebih lembut dan sabar. Bahkan, ia menyambut kedatangan Henny dengan ramah.

"Mari Mak masuk," sambutnya.

Henny tersenyum. Agus juga merasa bangga karena putrinya sepertinya akan menerima kehadiran Henny di antara keluarga besarnya.tulus. "Iya, Yah. Ibu Henny," ujarnya.

Seorang pria tampan yang keluar dari dalam ruangan juga mengejutkan Henny. Ia menyambut kedatangan Henny dan Agus. Pria itu duduk di sebelah Adelia dengan tersenyum. Ja jauh lebih tampan daripada Bayu. "Siapa, Yah?" tanya Pria itu kepada Agus.

"Oh, ini Gas, Ini Calon istri baru ayah, namanya Ibu Henny. Ini nanti seseorang yang bisa kamu panggil sebagai Ibu Mertuamu," ujarnya.

Bagas hanya mengangguk. Henny masih memandang pria muda itu dari atas hingga ke bawah.

"Kenapa, Ni?" tanya Agus yang heran melihat reaksi Henny kepada menantunya.

"Nggak, nggak papa," ujar Henny.

Agus tersenyum. "Jadi begini, Gas, Del.. besok Ayah mau meminta izin ke kalian besok Ayah akan menikah dengan Bu Henny. Kalian setuju 'kan?" tanya Agus kepada anak dan menantunya.

"Setuju setuju aja, Yah.Asalkan ayah bisa bahagia kenapa ngga?" Jawab Adelia. Agus pun tersenyum puas akan jawaban putri semata wayangnya. Henny apalagi, ia semakin bersemangat untuk tinggal di rumah besar Agus. Selain kaya raya, Agus juga memiliki menantu yang macho dan gagah, seperti Bagas.

Mudah-mudahan kali ini Henny tidak akan menggoda menantu tirinya, mengingat bagaimana Henny pernah mengganggu Bagas hingga menjalin hubungan gelap dulu ketika Radit tidak ada.

Sesampainya di kamar. Sofia menelepon Henny, tak biasanya malam-malam begini Sofia menelepon ibu kandungnya. Henny yang masih menata beberapa barangnya segera mengangkat panggilan dari putrinya.

"Halo, Sof?" tanyanya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh arabella author

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku