Tumbuh menjadi seorang anak yang broken home membuat billy memandang dunia seakan tidak adil terhadapnya sampai pandangannya berubah ketika bertemu seorang gadis SMA yang bersekolah dengannya
"Ayo dong tambah lagi doooong" ucap bimo
"biar makin ngefly kita" tambah bagas menyodorkan gelas.
Hari ini tepat hari kelulusan sekolah menengah pertamaku, disinilah tempat yang biasa aku panggil "rumah", basecamp tempat dimana orang-orang bermasalah sepertiku berada. Kami anggota gank yang cukup dikenal dikota kami, belum lagi aku salah satu orang yang cukup di segani disini. Beberapa botol banyak berserakan dilantai basecamp, minuman keras merupakan salah satu teman yang biasa menemani malam-malam kami disini, tak jarang beberapa temanku membawa obat dan drugs jenis lainnya.
Namaku Billy Ardiyan, Bandung 24 Juli 1985 yang terlahir dari keluarga, ayah yang bernama Rudi Prasetyo dan bunda bernana Tania Allatif, ayah dan bunda memutuskan bercerai ketika aku masih dikelas dua sekolah dasar, seingatku usiaku masih tujuh tahun kala itu.
"kok bisa yah bro anak kaya kamu dilulusin sekolah" tanya fajar penasaran
"ya kaliii, lagian mana ada sekolah yang mau lama-lama nyimpen anak berandalan kaya dia" celetuk bagas. "hhaaaahaaahaaha ahaaahaa" di barengi tawa kami bersama.
Memang yang ditanyakan Fajar cukup mengherankan untuk anak berandalan sepertiku bisa dengan mudah melewati masa sekolah menengah pertama (SMP) dengan mudah. Andil ayah dalam pendidikanku memang sangat berperan penting, kepala sekolah tempatku menimba ilmu merupakan teman dekat ayah yang menitipkanku disekolahnya. Jadi tidak heran kenapa aku bisa lulus meskipun nilai akademisku sangat dibawah rata-rata.
Awal ketika orangtuaku berpisah aku masih sempat tinggal dan ikut bersama bunda, hanya berselang satu tahun saja bunda memutuskan menitipkanku di rumah nenek (orangtua bunda). Ketika itu aku masih kelas tiga sekolah dasar, bunda memilih melepas masa lajangnya untuk menikah lagi dengan seorang pria teman kerjanya dan tinggal bersamanya yang tanpa ada aku didalamnya.
Ketika tau aku tinggal bersama nenek ayahpun cukup sering menemuiku, memberikanku uang untuk makan, membelikan jajanan kesukaanku dan bekalku untuk sekolah. Ayah tidak pernah melepas tanggung jawabnya terhadapku, termasuk biaya sekolahku akan dibayar oleh ayah. Mungkin tidak seperti ayah tapi bunda beberapa kali pernah menemuiku untuk sekedar memberi uang jajan padaku dan melihat kondisi nenekku saat itu.
Aku pikir ayah berbeda dari bunda, setelah aku kelas empat sekolah dasar ayah sudah mulai jarang menemuiku, sekarang setiap aku akan berangkat sekolah aku akan meminta kepada nenek untuk bekalku yang ku tau ayah selalu menitipkan uangnya kepada nenek untuk keperluanku selama tinggal bersamanya. Tidak hanya nenek yang tinggal bersamaku saat itu, ada juga dua tanteku kinari dan tante farah beserta anak dan suaminya, anak tante farah ada dua usianya tidak berbeda jauh denganku sedangkan anak paling kecil umurnya baru satu tahun dan dua-duanya adalah seorang wanita. Sedangkan tante kinari, dia adalah anak nenek paling bungsu yang sedang bersekolah di salah satu sekolah menengah atas (SMA) di kotaku. Sampai suatu hari tante kinari berbicara padaku.
"beruntung banget yah kamu, sekarang kamu punya dua ayah dan dua ibu" ucap tante kinari.
Aku paham dengan ucapan tante kinari, mungkin itulah alasan ayah sudah jarang menemuiku lagi sekarang, selepas itu aku lebih sering mengurung diri di kamar kecilku berukuran 2x3 meter, terkadang aku hanya akan makan sekali dalam sehari, ketika seisi rumah sedang makan bersamapun tidak pernah ada seseorang yang mengajakku makan bersama mereka. Akupun sedikit segan hanya untuk meminta nasi kepada mereka, aku hanya takut kalau saja ayah sudah tidak memberikan lagi uang kepada nenek, yang artinya aku sudah tidak punya jatah makan disini.
Hanya dimalam hari ketika semuanya sudah tertidur aku akan menyelinap kedapur mencari sisa nasi bekas makan malam mereka. Terkadang aku menemukan sedikit nasi untukku makan malam itu tapi tak jarang semua nasi dan lauk sudah habis tanpa tersisa untukku makan. Tinggal disini seperti neraka untukku, tanpa adanya seorang ayah dan bunda disini membuatku seperti orang asing yang menumpang hidup dengan mereka. Tapi aku akan mencoba bertahan berharap satu keajaiban akan datang kepadaku kala itu.
Setelah memasuki kelas lima sekolah dasar, aku akan pulang lebih sore dari biasanya. Selepas pulang sekolah aku lebih suka menghabiskan waktuku diluar bersama teman-temanku, biasanya kami akan pergi nongkrong dibeberapa tempat, atau sesuatu yang membuatku senang adalah salah satu temanku akan mengajakku pergi bermain kerumahnya, yang tentu saja biasanya mereka akan menawariku makan dirumah mereka. Aku pikir hanya dengan cara itu aku bisa bertahan hidup. Sesampainya di rumahpun tidak ada satu orangpun yang menanyakan kemana aku pergi selepas pulang sekolah, seperti tidak ada yang peduli kemana aku akan pergi.
Kala itu sebuah perceraian rumah tangga begitu sangat asing di telinga, selama aku hidup tidak pernah aku temukan seorang anak yang punya nasib yang sama sepertiku, lantas kenapa hanya dikeluargaku saja yang mengalami itu semua. Aku tidak bisa tumbuh seperti anak kebanyakan di usiaku, yang tumbuh dengan kasih sayang orang tua yang berlimpah, dengan tempat tinggal yang layak, atau dengan makanan yang cukup untuk bisa ku makan. Secara perlahan mentalku mulai ruksak, seperti aku tidak punya alasan kenapa aku harus tetap hidup. Aku hanya mengikuti arah angin kemanapun aku pergi, tidak pernah terpikirkan akan sampai kemana arah tujuanku nanti.
Percayalah aku pernah merasakan yang namanya keluarga bahagia, sebelum orangtuaku berpisah mereka sangat menyayangiku, mengajakku jalan-jalan ke tempat kesukaanku, mengajarkan banyak hal kepadaku atau menegurku ketika aku berbuat salah, merawatku ketika aku sakit, memelukku ketika aku merasa takut, meskipun hanya sebentar dan samar-samar di ingatanku, tapi itu akan jadi kenangan paling berkesan dihidupku. Ingin rasanya aku meminta kepada ayah untuk membawaku ikut bersamanya, tubuh kecilku merasa tidak sanggup menghapi kerasnya hidup seperti ini sendirian tapi aku sadar kalau AKU, ANAK YANG TIDAK DIINGINKAN.