Mencintai seseorang yang sebentar lagi akan menikah? Menahan rasa sakit karena terlalu berharap? Cinta bertepuk sebelah tangan akan kah membuahkan hasil dan happy ending? Seorang gadis sederhana ini mencintai kakak dari sahabatnya, sayangnya pria itu akan menikah dengan kekasihnya. Sakit hati mendalam yang ia rasakan. Tapi, waktu tidak ada yang tahu, ia dijadikan bahan penutup kedua keluarga untuk menikah dengan pria itu, pria itu adalah orang yang ia cintai, kakak dari sahabatnya. Tapi kesalahan terjadi dan semua keluarga tahu, ia dan pria itu melakukan sesuatu dan membuat mereka memaksakan pernikahan saat itu juga. Mata yang tajam dan dingin itu ternyata bisa membunuh alam semesta. Membunuh hatinya yang terus berdebar. Mata itu membuatnya terpana. Mata itu hingga kini tidak tahu siapa ia sebenarnya, walaupun dirinya sudah mengenal keluarganya. Bagaimana kisahnya? Cek episode satu buruan!!
Suara langkah lebar yang menggebu memasuki rumah dengan tatapan mencari ke sana kemari, tatapan yang panas dan murka.
"SHAREN DI MANA KAMU!"
Teriakan dari wanita paruh baya yang mencari anaknya dengan wajah memanas. Ia membuka pintu kamar yang biasa digunakan anaknya sebagai tempat berlindung, karena kamar adalah tempat yang menurutnya paling aman.
Sharena Athlasa, seorang gadis berusia 21 tahun, kuliah jurusan desain interior yang sudah menginjak semester enam. Ia adalah anak ke dua dari empat bersaudara. Ia selalu berpikir kalau ibunya sangat tidak adil kepadanya dan hanya kepadanya. Ia sangat dibedakan dan disuruh banting tulang, padahal ia memiliki kakak perempuan yang jauh lebih di atasnya dan sudah bekerja.
Sharen baru saja keluar dari kamar mandi, ia melangkah menuju kamarnya, seketika ia melihat ibunya sedang berdiri di sana dengan wajah yang memerah. Sharen menatap bingung, apa yang terjadi dengan ibunya ini yang sudah di dalam kamarnya dengan ekspresi marah.
"Ibu ~" Baru satu kata Sharen keluarkan. Ibunya sudah memukulinya dengan rotan yang selalu menjadi senjata untuk anak-anaknya yang memalukan kesalahan.
"Ibu, sakiitt.. Ibu~"
Sharen mencoba menghindar. Ia tidak tahan rotan itu menyambut tubuhnya dengan kuat. Ia mencoba menghentikan ibunya.
"Kenapa ibu mukul, Sharen melakukan kesalahan apa, Bu?" ucap Sharen yang terus menghindar.
"Di mana handphone kamu, di mana?" teriak Dara - ibunya.
Sharen mantap ibunya bingung. Ia mengalihkan pandangannya menatap ponselnya yang sedang dicharger. Seketika Dara menurunkan rotannya, berarti itu menandakan kalau amarah dara menurun.
"Handphone, Sharen, lagi di cas, Bu," ucap Sharen.
Dara mengambil ponsel Sharen dengan kasar ketika melepas dari kabel data. Dara membanting ponsel Sharen di sana, Dara mengambil kembali ponsel Sharen lalu dibantingnya kembali. Sharen menatap tidak percaya, mengapa ibunya melakukan itu, melakukan pada ponselnya, dibanting berkali-kali di depannya tanpa menjelaskan sekata dua kata. Sharen menggelengkan kepalanya tidak percaya, hingga ia menutup mulut dengan tangannya.
"Kamu tahu kesalahan kamu? Kamu tahu kenapa rotan ini melayang ke kamu?" tanya Dara dengan tatapan amarah.
"Ibu kenapa banting handphone aku ~" Suara pelan dengan lemah itu keluar dari bibir Sharen.
"Itu karena kamu punya kesalahan," teriak Dara.
Kesalahan apa yang membuat Dara marah padanya, padahal Sharen tidak melakukan kesalahan hari ini atau hari-hari kemarin. Sudah cukup laptop Sharen satu-satu dibanting Dara hingga rusak karena Sharen tidak mengizinkan Nura - anak ketiga atau adik Sharen, karena dirinya sedang mengerjakan tugas desainnya yang masih setengah lagi. Tapi Nura mengadu pada Dara, saat itu juga saat Sharen lagi mengerjakan tugasnya, laptopnya langsung dibanting dan rusak fatal, hingga saat ini laptopnya masih terpajang di meja belajarnya walaupun tidak terpakai lagi.
Hanya handphone yang ia miliki untuk berkomunikasi dan mengerjakan tugas diluar desain 3D, bila ia ingin mengerjakan tugas 3D dalam bentuk video, ia harus ke warnet atau meminjam laptop universitas.
"Apa kesalahan Sharen, Bu?" tanya Sharen.
"Kamu lihat ini jam berapa?" ucap Dara.
Sharen menatap jam dinding di kamarnya itu. Jam 15.35 WIB, ia kembali menatap Dara.
"Seharusnya kamu menjemput kakak kamu, Depa sudah menunggu kamu dari tadi, dia sampai menelpon Nura, kamu ke mana saja?!" ucap Dara.
"Kakak bilang, Sharen gak perlu jemput, katanya dia bareng temannya, Bu," ucap Sharen.
Benar apa yang diucapkan Sharen. Depa sudah memberitahunya tadi pagi sebelum ia berangkat kerja, katanya ia tidak perlu menjemput Depa karena dirinya akan bareng temannya. Sharen tentu saja menyetujui karena permintaan kakaknya itu.
"Rencana bisa saja berubah, begitu juga kakak kamu yang mau bareng temannya saat pulang, seharusnya kamu standby sama handphone kamu, seharusnya ~ ah! Sudah, cepat kamu jemput kakak kamu sekarang," ucap Dara.
Sharen menatap Dara, tatapan yang sangat tidak percaya, lagi dan lagi kesalahan apapun yang terjadi pasti akan jatuh kepadanya walaupun dirinya tidak salah.
"Handphone Sharen bagaimana, Bu? Sharen masih ada tugas dan besok ada presentasi," ucap Sharen.
"Kamu benerin sana ke service," Lalu Dara keluar kamarnya begitu saja.
Tangan kanan Sharen seketika menutup matanya dan beralih ke keningnya yang tiba-tiba sakit. Apa yang dikatakan Dara benar ke service tapi masalahnya handphone tidak mungkin benar dalam satu hari. Sharen mengambil ponsel yang sudah tergeletak di lantai dengan seluruh layar kacanya pecah. Hati Sharen getar saat itu juga, ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mengerjakan tugasnya, Sharen menatap ponselnya itu. Sharen menaruh ponsel rusaknya di atas laptopnya. Sekarang dua elektronik berharganya lenyap tidak bisa terpakai.
"KAMU MASIH DI SINI? CEPAT JEMPUT KAKAK KAMU!!" teriak dari ambang pintu kamar Sharen.
🔸〰️🔸
Sharen dengan motor maticnya terparkir di dekat trotoar. Ia terus melihat ke arah gedung besar bertulis Oliva yang digunakan SPA dan salon orang-orang kaya. Sharen tidak bisa menghubungi Depa, kakaknya itu belum juga keluar. Sharen tidak tahu apakah Depa telah pulang atau belum. Ia memutuskan menuju tempat parkiran Oliva, ia memarkirkan motornya di sana.
"Kakak di mana ya?" gumam Sharen.
Sharen menyapu pandangan di sekitarnya mencari Depa yang tidak tahu di mana. Ia berpikir apakah dirinya boleh masuk atau tidak. Ia berlari ke post satpam untuk bertanya.
"Maaf Pak, Ranas Depalia sudah pulang belum, pak?" tanya Sharen pada satpam di sana.
"Nona Rana ya? Kayanya masih di dalam, mba," ucap satpam itu.
"Kira-kira pulangnya jam berapa ya, Pak?" tanya Sharen.
"Kurang tahu. Kalau untuk jamnya soalnya di sini beda-beda jamnya dan pegawainya banyak," ucap satpam.
Sharen mengangguk paham, lalu ia pamit pergi dan mencoba masuk ke dalam sana. Pertama kalinya masuk ke dalam gedung khusus perawatan tubuh yang terkenal ini, biasanya ia menjemput Depa hanya dari depan sana.
Lalu-lalang pegawai yang sibuk, Sharen terus berhati-hati dalam langkahnya, takut dirinya bertubrukan dengan mereka. Matanya terus mencari Depa berada, kalau Depa sudah waktunya pulang, biasanya ia tidak perlu menunggu lama di depan sana tapi sekarang Depa lama sekali hampir setengah jam.
Matanya tiba-tiba teralih pada seseorang yang tengah duduk di sana dengan tatapan lurus ke depan. Sharena mengenalnya. Ia adalah Dirgantara El Julian, pria berusia tiga puluh tahun yang memiliki sifat dingin dan datar. Pria itu adalah cinta pertama Sharen ketika dirinya berusia enam belas tahun, saat itu di mana ia kenal cinta dan hatinya berdegub kencang bila bertemu dengan pria itu. Pria itu adalah kakak dari sahabatnya - Atana, sahabatnya yang sudah bersamanya enam tahun.
Benar, Sharen menyukai Julian sampai saat ini, detik ini dan seterusnya.