Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Petaka Dua Garis

Petaka Dua Garis

Dheasy

5.0
Komentar
575
Penayangan
14
Bab

Arimbi, gadis cantik yang pintar harus mengakhiri pendidikannya ketika ia menyadari telah berbadan dua. Sayangnya, ia tidak pernah tahu siapa lelaki yang telah menyumbangkan benih di rahimnya. Arimbi memutuskan untuk berhenti kuliah, ketika seorang Mahesa--dosennya--yang tampak tak asing mulai mendekatinya. Ada rasa takut mengenal sosok lelaki, tanpa terkecuali. Baginya, lelaki seperti binatang buas yang siap menerkam. Arimbi tidak ingin jatuh di lubang yang sama.

Bab 1 Garis Dua

"Sial!" Arimbi menggerutu kesal setelah melihat kemunculan dua garis merah pada alat deteksi kehamilan. Dia melemparkan hasil tes itu ke pintu kamar mandi kampus. Dia menangis, menyadari kesalahannya.

"Tante Mona, kamu brengsek!" maki Arimbi kesal.

Arimbi mampu mengingat dengan jelas kejadian satu bulan sebelumnya, saat tante Mona memintanya untuk menemani pelanggannya seperti biasa. Namun kali ini Arimbi ditawari dengan bayaran yang lebih besar. Arimbi segera menerima tawaran itu karena sudah waktunya dia harus segera melunasi tagihan pembayaran uang semesteran.

Tanpa Arimbi sadari bahwa malam itu merupakan jebakan baginya. Tante Mona memanfaatkannya, dan menyerahkan Arimbi pada lelaki hidung belang yang telah menodainya. Yang Arimbi ingat adalah pagi harinya dia sudah berada di kamar hotel dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Dan yang membuatnya shock adalah, tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya.

Tok tok tok. Tiba-tiba Arimbi dikagetkan suara ketukan dari luar kamar mandi di tempat dia berada. "Siapa ya di dalam. Bisa gantian tidak?" suara seorang pria terdengar di luar. Arimbi segera menyimpan test pact yang digunakannya tadi di dalam tasnya kemudian memperbaiki jilbab yang dipakainya. Setelah itu segera keluar dari kamar mandi. Di depan kamar mandi, berdirilah sosok Dimas tepat didepan pintu kamar mandi. Arimbi hampir saja menabraknya.

"Kamu bertelor didalam? Lama amat sih?" sindir Dimas. Arimbi hanya diam mendengarkan sindiran Dimas.

Dimas adalah seniornya di kampus. Punya wajah ganteng, gaya yang cool, keren, tajir pula. Siapa sih yang tidak kenal Dimas. Tahun ini dia didapuk menjadi Senat Mahasiswa pula selain kegiatannya sebagai ketua BEMFA. Tidak ada yang cela sebenarnya.

Tapi tidak keren bagi Arimbi. Dimas hanya sosok menyebalkan yang suka iseng menjahilinya. Dimas memang tidak pernah menyatakan isi hatinya secara langsung, namun Arimbi sempat mendengar rencana Dimas untuk proklamirkan cintanya pada Arimbi lewat Helmi sahabat Dimas. Mendengar cerita itu, membuat Arimbi selalu menghindar bila Dimas mendekatinya.

"Kamu sakit? Kok pucat?" Tanya Dimas menunjukkan perhatiannya.

"Tidak, aku ga papa kok. Aku masuk dulu ya, Mas." Jawab Arimbi segera meninggalkan Dimas.

Arimbi segera melihat jadwal mata kuliah hari ini. Mata kuliah Psikologi Kepribadian. Sebenarnya Arimbi suka sekali dengan mata kuliah ini, namun karena pikirannya sedang tidak karuan membuatnya tidak bersemangat untuk mengikuti kelas.

Tiba di kelas, Arimbi mengambil posisi duduk di baris paling belakang. Rasa pusing menyerang kepalanya mengingat garis dua yang muncul di test pack yang di belinya tadi siang. Arimbi tidak menyadari saat Dimas duduk tepat disebelahnya.

"Selamat pagi, semuanya!"

"Selamat pagi, Pak!"

"Perkenalkan, saya Mahesa. Mulai semester ini saya akan memberikan kuliah mengenai Psikologi kepribadian. Mohon dicermati peraturan selama perkuliahan berlangsung. Pertama, saya tidak bisa mentolerir kehadiran dibawah 85 persen. Itu artinya kalian hanya saya beri toleransi tidak mengikuti perkuliahan saya maksimal tiga kali. Saya sangat menghargai setiap kehadiran dan keaktifan kalian selama perkuliahan berlangsung." Dosen baru itu mulai berbicara mengenai peraturan yang wajib diikuti mahasiswanya.

Arimbi yang sedang tidak konsentrasi mengetuk-ngetuk mejanya yang menimbulkan suara berisik membuat Mahesa menegurnya.

"Kamu yang dibelakang, yang pakai kacamata. Ada yang mau ditanyakan?" Mahesa mengajukan pertanyaan dadakan pada Arimbi dengan alis ditekuk. Dimas menyenggol tangan Arimbi yang mengetuk meja, membuat Arimbi tersadar. Dimas memberikan isyarat mata pada Arimbi agar mengalihkan perhatiannya pada Dosen baru itu. Arimbi kemudian mengikuti arah mata Dimas kearah Mahesa. Tiba-tiba saja mulut Arimbi terbuka melihat pria yang mendekatinya itu.

"Siapa nama kamu?" Tanya Mahesa.

"Saya Arimbi Prameswari, Pak!" jawab Arimbi masih tak mampu menyembunyikan keterkejutannya pada sosok Mahesa yang merupakan Dosennya. Mahesa memicingkan matanya menatap Arimbi.

"Kamu keberatan mengikuti perkuliahan saya?" Tanya Mahesa lagi.

"Tidak, Pak. Mohon maafkan saya." Jawab Arimbi dengan dada bergemuruh.

"Setelah jam perkuliahan habis, segera temui saya di ruangan saya!"

"Baik, Pak." Jawab Arimbi.

Mahesa kemudian berbalik menuju ke depan kelas melanjutkan perkuliahan. Sementara Arimbi masih shock dengan penampakan Mahesa di depan mata kepalanya sendiri. Dia adalah si pria hidung belang yang menodainya. Arimbi

"Tante Mona kamu brengsek!" Arimbi bergumam lirih.

*****

Selesai memberikan kuliah di kelasnya Arimbi, Mahesa segera keluar menuju ruangannya yang berada satu lantai diatas ruang kuliah, Mahesa mencoba mengingat sesuatu tentang gadis yang bernama Arimbi Prameswari yang ditegurnya tadi.

"Mengapa wajahnya mirip sekali dengan gadis itu? Mungkinkah itu dia? Aku harus segera mencari tahu."

Mahesa menekan tombol panggil pada ponselnya. Terdengar nada panggil di seberang sana. Tidak ada jawaban. Kemudian Mahesa menghubungi nomor lain yang segera terdengar suara jawaban diseberang sana.

"Adam, tolong pertemukan saya dengan Mona. Ada yang harus saya tanyakan padanya." Mahesa segera mengakhiri teleponnya dengan pria yang bernama Adam.

"Apakah sebaiknya kutanyakan saja langsung padanya?"

Tok tok tok. Lamunan mahesa buyar saat terdengar ketukan dipintu ruangannya.

"Masuk!"

"Permisi, Pak. Bapak tadi memanggil saya."

"Silakan duduk."

"Terima kasih."

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

Arimbi menggelengkan kepalanya. Bukan karena ingin berbohong namun Arimbi perlu memastikan sesuatu. Namun dari jarak yang begitu dekat, Arimbi dapat melihat tahi lalat kecil di ujung hidung Mahesa. Hanya itu tanda yang dikenalinya.

"Tapi, saya merasa familiar dengan wajah kamu. Yakin kita tidak pernah bertemu?"

"Mungkin bapak pernah melihat yang mirip seperti saya."

"Ataukah kamu berbohong?" Tanya Mahesa sambil memajukan kepalanya mendekati Arimbi membuatnya merasakan sesak nafas. Jarak wajah mereka hanya berada sejengkal saja.

"Untuk apa saya berbohong, Pak. Ada baiknya bapak memastikannya terlebih dahulu. Memangnya bapak pernah ketemu saya dimana?" Tanya Arimbi sambil memundurkan kepalanya,

Mendengar pertanyaan Arimbi, Mahesa langsung terdiam. Kemudian menarik kembali kepalanya ke posisi semula.

"Berikan pada saya nomor ponselmu. Catat disini." Lanjut Mahesa sembari memberikan selembar kertas dan pena. Arimbi semula ragu untuk menuliskan nomor ponselnya. Namun akhirnya ditulisnya juga beberapa digit angka di selembar kertas itu.

"Besok pagi ada kuliah?" Tanya Mahesa lagi. Tangannya mengambil kertas bertuliskan nomor ponsel Arimbi.

"Kalau pagi, ada pak. Full. Sampai jam 12 siang." Jawab Arimbi lagi.

"Baiklah kalau begitu. Pulang kuliah segera datang ke kantor saya di Biro Layanan Psikologi "Brain Your Mind". Jangan lewat dari jam 1 siang." Ucap Mahesa lagi. Arimbi hanya melongo mendengar perintah Mahesa.

"Silakan kembali ke kelasmu. Praktikum bulan depan saya minta kamu menjadi asisten saya. Oke?!" lanjut Mahesa membuat Arimbi semakin bingung.

"Baik, Pak. Permisi." Arimbi segera meninggalkan ruang Pak Mahesa masih dengan rasa bingung.

"Apaan sih dia? Lagian kalau benar dia pria itu? Aku harus bagaimana?" gumam Arimbi sambil meninju kepalanya sendiri.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku