Petaka Dua Garis
nimalis bercat biru. Ia terpaku menatap rumah itu. Ada rasa kehilangan me
n dandanan sederhana, ia masih tampak menarik, setidaknya bagi Mahesa. Hal itu
ang sama. Berulang kali Mahesa menghubungi nomor telepon yang diber
asal gadis itu berada, hingga orang-orang terdekatnya, tapi tidak membawa hasil. Gad
hu itu adalah pekerjaan sia-sia. Entah rasa apa yang menggelayuti hatinya saat ini. Seperti rasa kehilangan sesuatu yang
rhenti tepat di depan rumah Arimbi. Seorang pria berpostur tubuh atletis keluar dari dalam mobil, lalu
asa. Lelaki itu meremas rambutnya, lalu menendang pintu pagar hingga mengeluarkan bunyi. Tak berapa lama ke
sama dengannya, tak dapat menemukan keberadaan Arimbi di rumah itu. Arim
*
, tapi sudah di non-aktifkan, Mas. Keberadaannya juga masih proses pen
tapi berita itu sendiri yang mengecewakan. Tidak berhasil menemukan
ahlah. Abaikan saja." Mahesa menyerah
ah murung Mahesa ditegakkan, menatap lang
a i
rikan sogokan pada salah satu penjaga di sana. Katanya, Mon
inya mal
ul,
ui dia ma
*
u di dalam mobil tepat di seberang parkiran diskotek. Bila mereka memarkir di pelataran parkir,
taran parkir. Sosok Mona yang masih segar dan cantik sangat kentara sekali. Setelah me
m memberikan kode pada salah satu penjaga yang berhasil disogoknya. Mereka pun masuk ke dalam
hingga terbuka lebar. Mona yang sedang berbicara dengan seo
ngan suara berat. Wajah Mona memerah, tapi ia tidak bisa b
ahesa ... ap
u tahu apa yang saya i
khirnya memberikan kode agar lelaki yang sedang berbicara denga
anya dengan wajah gusar dan sesekali mengalihkan
erlu penjelasan lagi, Mo
k tahu apa yang ingin
engan Pak Mahesa?" Adam yang juga sudah tidak sabar sege
aya tidak
k Mahesa sambil
ang gemetar menanggapi ucapan Mahes
ya bisa saja menutup dis
Mahesa ... sa
i kalau kamu bersedia me
nghabiskan malam dengan Mahesa malam itu. Lalu dari dalam tasnya, ia m
nya. Matanya terbelalak melihat nama yang tert
ni, Mona!" bentaknya pada wan
ketakutan ke arah Mahesa. Kali ini dia benar-benar merasa takut. Padahal
ong, kan?" bent
i dengan wajah memucat. Bahkan jemari tang
ohong, Pak Ma
k masuk a
saya, Pak
ila!" bentaknya. "Kamu benar-benar gila deng
t bosnya itu begitu marah, melongo secar
Mahesa, benar-benar
r-benar gi
keinginan saya, Pa
ohong! Kamu
ak berbohong. Ini bukan keinginan saya.
pa?" hardik M
elakukan ini. Lagipula ... ga
pa
*