Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bosku, Mantan Kekasihku

Bosku, Mantan Kekasihku

Nnchan

5.0
Komentar
978
Penayangan
5
Bab

"A--alex? Kenapa dia disini? Siapa wanita itu? Apa dia kekasih Alex?" Siapa sangka seorang Leona bertemu kembali dengan mantan kekasihnya di tempat kerjanya? Namun siapa sangka mantan kekasihnya itu adalah bos ditempat itu dan kini pria itu tidak bisa mengenalnya. Awalnya Leona keberatan sekantor dengan matannya itu. Namun, semakin lama Leona bekerja disana, dia semakin terbiasa. Lantas apakah Leona akan membiarkan perasaannya itu tumbuh kembali lagi dengan kebiasaan mereka? - Leona Alex

Bab 1 Bertemu Pria Masalalu Leona

"A--alex? Kenapa dia ada disini?" batin Leona ketika melihat pria masa lalunya berjalan masuk ke dalam salah satu gedung yang ingin dia masuki. Dia mengikuti langkah pria itu, namun Leona menghentikan langkahnya seketika sewaktu pria tersebut sudah masuk ke dalam lift.

"T--tidak pasti aku salah lihat," gumam Leona sembari menggelengkan kepalanya, dia melanjutkan jalan di koridor kantor untuk mencari lift lain.

***

"Nona, Leona. Silakan masuk," suruh sekretaris diluar sana membukakan pintu ruangannya dengan sopan.

Kepala Leona didongakkan. Dia tersenyum lebar, akhirnya panggilan itu terdengar ditelinganya. Dirinya beranjak dari tempat duduknya, rasa gugup tiba-tiba mendatanginya. Tapi, ini kesempatan buatnya supaya tidak lama menganggur setelah lulus dari kuliah.

"Selamat siang, Mr. Silakan masuk Nona Leona," kata sekretaris itu dengan sopan.

"Sebentar," kata pria yang berada ditempat sana dengan memakai jas rapi.

Leona mengikuti instruksi yang diberikan sekretaris dari Bossnya itu sebelum keluar. Dia menatap punggung pria itu yang masih belum melihat kearahnya. Sepertinya pria itu sangat sibuk mengangkat teleponnya. Lebih baik dia menunggunya.

"Maaf lama, baru saja ada telepon masuk," kata pria tersebut sebelum berbalik arah kearahnya.

"Aku liat CV kamu kemarin. Dan hasil desainnya sangat bagus, bahkan kemampuanmu juga, aku sangat suka," kata pria itu.

Deg! Suara itu? Leona langsung medongakkan kepalanya setelah mendengar suara pria tersebut. Begitu terkejutnya ketika melihat Alex Rayden duduk di bangku itu. Matanya membulat sempurna. Bagaimana bisa seorang mantan kekasihnya yang pernah menyakitinya dulu bisa duduk di jabatan ini?

"A--alex?" Ternyata Leona tidak salah melihat sewaktu dia bertemu sewaktu masuk ke dalam kantor.

Pria itu menoleh ke sumber suara, keningnya nampak mengkerut. "Kenapa kau sangat tidak sopan? Apa seorang karyawan baru harus membiasakan menyebut nama Bossnya seperti itu? Kapan peraturannya diganti hah?"

Leona sempat terdiam, ternyata benar pria itu Alex. Tapi, kenapa dia tidak mengingatnya? Apa ada masalah dengan pria tersebut?

"Disini diperlukan antitude, Nona. Kalau memang Nona masih belum tau tentang antitude itu bagaimana. Lebih baik Nona keluar dari sini," kata Alex dengan nada serius.

Spontan Leona menggelengkan kepalanya cepat. "M--maaf Mr, saya tadi ingat teman saya. Namanya sama, jadi ... Saya tadi reflek," alibinya.

Alex nampak menghembuskan napasnya pelan. "Saya kasih waktu kamu untuk kali ini. Kemampuanmu itu membuatku ingin bekerja sama dengan kamu, Leona," kata pria itu.

Leona terdiam, dia menganggukkan kepalanya patuh. "Jadi saya diterima?" tanyanya ragu.

"Ya, kamu diterima di perusahaan saya. Saya butuh orang seperti kamu," kata Alex dengan nada serius. "Apa kamu siap untuk bekerja dengan saya?"

Tapi Leona tidak menjawabnya. Dia menatap Alex terus-menerus. Dirinya tidak mungkin salah orang. Bahkan bentukan wajahnya masih tidak berubah. "Astaga kenapa aku jadi tidak fokus sih! Sadar Leona!" batin Leona.

"Nona? Jangan sia-siakan kesempatan ini. Waktu Nona tidak banyak, kalau tidak mau lebih baik saya melempar ini ke orang lain." Alex langsung beranjak dari tempat duduknya. Setelah sadar, Leona langsung mencekal lengan Alex dengan spontan.

"Alex? Kamu masih ingat aku kan?" Lagi-lagi Liona tidak bisa mengendalikan ucapannya itu.

Alex melihat tangan Liona yang memegang bahunya. Pria itu langsung menepisnya dengan spontan. Kening pria itu mengkerut seperti bingung yang ditanyakan olehnya.

"Apa yang kau bilang barusan?" tanya Alex heran.

Liona menggelengkan kepalanya cepat dan membenarkan tangannya itu. "M--maaf."

"Agnes!"

Suara pria itu terdengar sangat nyaring. Tak lama sekretaris Alex datang kembali.

"Iya Mr?" Sekretaris itu nampak bingung.

"Bawa dia keluar!" tegas Alex dengan menatap tajam Leona.

Leona sempat shock, dia menggelengkan kepalanya. Dirinya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. "Mr? M--maafkan saya. Saya tidak ber--"

"Sudah saya tegaskan tadi! Saya mengutamakan antitude kamu. Tapi kamu sudah dua kali melanggarnya!" tegas Alex. "Ambil semua berkasmu ini!" Pria itu meletakkan di meja kerja.

Leona terdiam, melihat berkas yang dikirimnya beberapa hari yang lalu dan mengambilnya.

"Mari Nona. Jangan habiskan waktu Mr. Alex." Agnes langsung menarik tangan Leona. Namun Leona tidak ingin keluar dari tempat itu. "Mr, berikan saya waktu! Saya tidak akan mengulanginya lagi. Saya mohon!" kata wanita itu dengan memohon.

"Agnes! Keluarkan saja dia!"

Leona terus ditarik Agnes sekuat tenaga. Akhirnya Leona tidak bisa menahan kekuatan Agnes yang lebih kuat darinya. Dengan rasa penyesalan akhirnya dia keluar dari ruangan tersebut.

"Kenapa jadi begini. Tidak harusnya aku berbicara seperti itu tadi," gumam Leona sembari membawa beberapa berkas yang diserahkan tadi. "Aku harus kemana lagi?"

Wanita itu terus berjalan di koridor kantor dengan wajah menyedihkan.

"Berhenti!" Tiba-tiba saja suara seorang pria membuat langkah Leona terhenti. Dia langsung menoleh ke belakang. Keningnya dikerutkan melihat Alex yang berjalan kearahnya.

"Saya memberi kesampatan buat kamu. Tapi, ini kesempatan terakhir. Saya tidak ingin kamu membuat masalah seperti tadi," kata Alex.

Leona sempat terdiam. Tidak percaya kalau dirinya akan diterima oleh Alex. Senyuman dia mengembang begitu saja. "Serius, Mr?" tanya wanita itu masih belum yakin.

Alex berdehem pelan. "Ini tawaran terakhir. Saya tidak kasihan sama kamu, tapi kemampuanmu dibidang itu sangat dibutuhkan. Kalau kau kau mengambilnya, saya ambil semua berkas yang kamu bawa," jelas pria itu.

Leona melihat berkasnya, tak lama dia mengangguk pelan. Dia menyerahkan berkasnya kembali. Bukan berarti dia kalut dengan ucapan Alex barusan, tapi memang dirinya sangat butuh dengan pekerjaannya itu. "Saya mau Mr."

Alex mengambil berkas dari tangannya. "Aku akan melihatnya sekali lagi. Dan, kamu bisa mulai bekerja mulai besok dan menjadi leader digrup itu. Saya harap kamu tidak menyia-nyiakan waktu ini."

Leona menghembuskan napasnya pelan. "Saya akan memakai waktunya dengan baik, Mr. Terimakasih sudah menerima saya," kata Leona sembari menundukkan sopan dan tersenyum ramah di hadapan Alex.

Alex hanya tersenyum simpul pada wanita itu. Pria itu terlihat melihat jam tangan. "Saya harus bekerja, kalau kamu mau melihat-lihat kantornya. Kamu bisa meminta tolong sama sekretarisku. Nanti saya bilang sama dia buat temani kamu," kata pria itu sopan.

Ah, yang benar saja. Sepertinya pria itu benar-benar ingin mengambil untung darinya. Tapi, yasudahlah. Lagipula kalau ditolak sayang sekali bukan?

"Baik, Mr. Sekali lagi terimakasih," ucap Leona sekali lagi.

Senyuman dibibir Alex terukir disana. "Saya duluan," kata pria itu sebelum meninggalkannya disana.

Leona sempat tercengang melihat pria itu tersenyum padanya. Dia memegang dadanya, jantungnya kini berdebar. "Astaga, kenapa jantung aku berdebar saat lihat dia tersenyum seperti itu?" gumamnya. Dia menggelengkan kepalanya untuk menepis apa yang dilihat barusan.

"Tidak ... Aku tidak boleh suka sama pria jahat seperti dia. Tidak untuk kedua kalinya. Dia pasti berpura-pura tidak ingat sama aku," desisnya, kemudian dia melangkahkan kakinya disekitar koridor kantor tersebut.

"Nona Leona?"

Leona menghentikan langkahnya saat ada yang memanggilnya dan menoleh ke sumber suara tersebut. Ternyata wanita yang bersama Alex tadi, dia melihat ke belakang wanita tersebut. Tidak ada keberadaan Alex disana. Pasti pria itu menyuruh sekretaris ini.

"Ah iya, perkenalkan. Nama saya Agnes, sekretaris Mr. Alex Radyen. Salam kenal," kata Agnes sembari membungkukkan kepalanya sopan.

Leona tersenyum simpul.

"Mari ikut saya." Agnes berjalan terlebih dahulu dan diapun mengikutinya dari belakang wanita itu.

Wanita itu melihat sekitar kantornya dan berakhir di salah satu ruangan yang berisi beberapa manusia disana. Ternyata ada beberapa yang melihat kearahnya heran. Namun, Leona hanya tersenyum simpul kepada mereka.

"Ini ruangan kamu nanti. Kamu akan bisa ganti jabatan setelah hasil kerjamu bagus. Dan seperti yang dibilang Mr. Alex. Jangan menyia-nyiakan kesempatan ini dan tetap menjaga antitude Nona. Oh ya, guys! Ada teman baru buat kalian. Dan besok dia akan bekerja sama dengan grup kalian."

Mereka memandanginya terus. Sehingga membuat nyali dia menciut. Leona tersenyum kecil, sebelum berbicara. "H--hai,"sapa Leona sembari tersenyum kecil.

Leona melambaikan tangannya. "Saya Leona, semoga kalian bisa bekerja sama dengan saya, ya. Salam kenal semua." Wanita itu membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat agar terkesan sopan dan tersenyum simpul pada mereka.

Mereka hanya mengangguk kecil. "Baik, Bu," ucap mereka serempak.

"Oh iya, Nona Leona. Nanti bangku kosong itu adalah bangku kamu." Agnes menunjuk bangku kosong yang disebelah wanita yang sedang memainkan ponselnya.

Leona melihat apa yang ditunjuk oleh Agnes. Lalu mengangguk kecil.

"Semoga kalian bisa bekerja sama dengan Leona. Saya tidak ingin kalian ada cekcok diantara kalian," jelas Agnes.

Leona tersenyum lebar. Sepertinya semuanya welcome akan kedatangannya. Namun, dia terfokuskan dengan wanita yang berada di sampingnya itu. Nampak cuek, sepertinya dia nanti tidak akan bisa berteman baik dengan dia.

"Kalau begitu, kami pergi dulu. Lanjutkan pekerjaan kalian," kata Agnes.

Agnes mengkode Leona untuk melanjutkan berjalan melihat sekitar kantor. Setelah lama dia menjelajah kantor ini, akhirnya dia memutuskan untuk duduk dan membuat coffe di dapur. Bukan dia berani untuk membuat secangkir minuman disana. Memang sebelum Agnes pergi, dia menyuruhnya untuk beristirahat sejenak disana dan akhirnya dia membuat minuman untuk dirinya sendiri.

Namun, saat wanita itu mau melangkah ke kursi. Tiba-tiba saja ada yang menabraknya sehingga membuat dia shock. Sebuah pakaian orang tersebut terkena coffenya.

"Astaga, m--maaf," ucap Leona buru-buru meletakkan cofenya itu dan mengambil sapu tangan ditas selempangnya untuk membersihkan pakaian wanita tersebut. Namun wanita itu menepis tangannya dengan kasar.

"Kau punya mata tidak sih!" bentak wanita itu dengan nada keras. Leona menerjapkan matanya melihat wanita cuek itu. Kan sudah dibatin, padahal baru aja dia disini sudah mendapatkan teguran dari wanita cuek ini.

"Saya minta maaf," kata Leona bersalah.

"Apa dengan cara minta maaf kau bisa mengganti pakaian mahalku ini hah!" bentak wanita itu lagi.

"Ada apa ini? Crystal?" tanya seorang pria yang baru saja turun. Leona dan juga Crystal saling pandang saat melihat Alex sudah berada dihadapan mereka.

"Apa pantas kamu memarahi karyawan barumu seperti itu hah?!" lanjut Alex dengan wajah tegas.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku