/0/23663/coverbig.jpg?v=68b18edb8454d0ede7dce4ffcb7807ec&imageMogr2/format/webp)
Celeste terpaksa menikah dengan pria yang dipilih keluarganya, seorang pengusaha berpengaruh bernama Dominic Mercer. Namun, pernikahan itu menjadi mimpi buruk ketika Celeste menyadari bahwa Dominic adalah ayah kandung dari pria yang telah menjadi kekasih rahasianya selama tiga tahun terakhir-Adrian Mercer. Terjebak dalam pernikahan yang dingin dan dipenuhi rahasia, Celeste dihadapkan pada pilihan sulit. Haruskah ia mengungkap kebenaran pada suaminya dan menghancurkan keluarganya? Ataukah Adrian yang akan menyerah dan merelakan wanita yang selama ini ia cintai? Sementara itu, Dominic bukan pria yang bisa dikhianati begitu saja. Jika kebenaran terungkap, Celeste dan Adrian mungkin akan menghadapi konsekuensi yang jauh lebih kelam dari yang mereka bayangkan.
Malam itu, Celeste berdiri di depan cermin besar di kamar yang kini menjadi miliknya. Gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya terasa seperti belenggu. Ia menatap pantulan dirinya, mata birunya yang biasanya bercahaya kini meredup, kehilangan sinarnya.
Ia menikah hari ini. Dengan pria yang tak pernah ia cintai.
Dominic Mercer, pengusaha berpengaruh yang dikenal dingin dan penuh kendali, kini adalah suaminya. Pria itu hampir dua dekade lebih tua darinya, memiliki kekuasaan yang tak tertandingi, dan yang paling mengerikan-ia adalah ayah dari Adrian.
Jantung Celeste berdebar saat pikirannya kembali pada sosok pria yang seharusnya ada di sisinya malam ini. Bukan Dominic. Bukan pria yang dipilihkan oleh keluarganya demi kekayaan dan status.
Adrian Mercer.
Cinta pertama dan satu-satunya.
Tiga tahun mereka menjalin hubungan diam-diam, tersembunyi dari keluarga yang keras dan penuh aturan. Adrian, dengan pesonanya yang hangat, selalu membuat Celeste merasa aman. Bersamanya, dunia terasa lebih ringan. Tapi semua itu hancur dalam satu malam-malam di mana ayah Adrian, Dominic, mengumumkan bahwa ia akan menikahi Celeste.
Celeste mengingat tatapan terkejut Adrian saat mendengar kabar itu. Ia tak percaya. Ia marah. Ia menolak.
Namun, seperti yang selalu terjadi dalam keluarganya, Celeste tidak pernah memiliki pilihan.
☆
Pintu kamar terbuka tanpa suara. Celeste menahan napas. Ia tahu siapa yang masuk.
Dominic berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung, kancing atasnya terbuka, memperlihatkan kulit kecokelatan yang tegas. Tatapannya tajam, mengamati Celeste yang masih mengenakan gaun pengantin.
"Sudah larut," suaranya dalam, penuh kendali. "Kenapa belum tidur?"
Celeste menelan ludah. "Aku hanya... berpikir."
Dominic melangkah lebih dekat. Jarak mereka hanya beberapa langkah saat ia mengangkat tangan dan menyentuh dagu Celeste, mengangkat wajahnya agar menatapnya.
"Kau terlihat... gelisah."
Celeste tidak bisa membaca ekspresi Dominic sepenuhnya. Pria itu selalu tampak tenang, tetapi ia tahu bahwa di balik ketenangan itu ada bahaya yang mengintai.
"Ini semua terjadi begitu cepat," jawab Celeste jujur.
Dominic mengamati wajahnya selama beberapa detik sebelum akhirnya melepas sentuhannya. "Aku mengerti. Tapi kau milikku sekarang, Celeste. Dan aku tidak suka sesuatu yang menjadi milikku berpikir untuk lari."
Celeste menahan napas. Ada ancaman tersembunyi di balik kata-kata itu.
☆
Keesokan harinya, Celeste duduk di ruang makan besar yang sunyi. Dominic sudah pergi sejak pagi untuk urusan bisnis, menyisakan dirinya di rumah megah ini bersama para pelayan.
Ia hampir tak menyentuh makanannya. Perutnya terasa mual, bukan karena makanan, tetapi karena pikirannya yang tak bisa berhenti mengingat seseorang.
Adrian.
Ia mengeluarkan ponselnya, menatap layar yang menampilkan pesan terakhir dari Adrian sebelum pernikahannya.
"Jangan lakukan ini, Celeste. Aku akan melakukan apa pun untuk menghentikannya."
Tapi ia tetap menikah. Dan kini, Adrian pasti membencinya.
Celeste tak menyadari air mata yang jatuh ke pipinya sampai suara seseorang memanggilnya.
"Celeste."
Jantungnya berhenti sesaat. Ia menoleh, dan di sana, berdiri Adrian.
Tatapannya tajam, rahangnya mengeras. Ada begitu banyak emosi yang terpendam dalam sorot matanya-kemarahan, kekecewaan... dan sesuatu yang lebih dalam, lebih menyakitkan.
"Kita perlu bicara," kata Adrian, suaranya dingin.
Celeste tahu, ini hanya awal dari kehancuran.
Bab 1 kamar yang kini menjadi miliknya
31/03/2025
Bab 2 ruang makan
31/03/2025
Bab 3 mengurungnya
31/03/2025
Bab 4 penghujung musim panas
31/03/2025
Bab 5 masih terjebak
31/03/2025
Bab 6 Pintu terbuka tanpa ketukan
31/03/2025
Bab 7 saksi bisu kekacauan
31/03/2025
Bab 8 memperhatikannya
31/03/2025
Bab 9 Bukan karena ia menyukainya
31/03/2025
Bab 10 memunculkan pesan terakhir
31/03/2025
Bab 11 Ruangan hotel itu sunyi
31/03/2025
Bab 12 mengendalikan pikirannya
31/03/2025
Bab 13 penuh tekad
31/03/2025
Bab 14 mengabaikan
31/03/2025
Bab 15 bukan pengecualian
31/03/2025
Bab 16 menyusulnya
31/03/2025
Bab 17 hanya sementara
31/03/2025
Bab 18 memberinya celah untuk lari
31/03/2025
Bab 19 Kesadaran
31/03/2025
Bab 20 penuh kepastian
31/03/2025
Bab 21 sekadar ancaman
31/03/2025
Bab 22 membiarkannya bebas
31/03/2025
Bab 23 Tetapi bagaimana
31/03/2025
Bab 24 hampir berhasil
31/03/2025
Bab 25 Apa yang harus ia lakukan sekarang
31/03/2025
Bab 26 akan menunggu selamanya
31/03/2025
Bab 27 kesempatan untuk pergi
31/03/2025
Bab 28 dunia di mana ia bisa mencoba bebas
31/03/2025
Bab 29 Apa kau pernah menyesali ini
31/03/2025
Bab 30 kehangatan
31/03/2025
Bab 31 mendapatkannya
31/03/2025
Bab 32 ada satu tanda yang tidak bisa diabaikan
31/03/2025
Bab 33 menimbang sesuatu
31/03/2025
Bab 34 menyimpan rahasia
31/03/2025
Bab 35 menghilang
31/03/2025
Buku lain oleh Destik Setiawan
Selebihnya