Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kekasih itu Bosku

Kekasih itu Bosku

Agus

5.0
Komentar
517
Penayangan
22
Bab

Kisah cinta antara Rina dan Arman terus berlanjut, penuh dengan tantangan dan kebahagiaan. Mereka belajar untuk saling mendukung dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan hubungan pribadi. Setiap hari di PT Jaya Abadi menjadi semakin bermakna bagi Rina, karena dia tidak hanya menemukan karir yang diimpikan, tetapi juga cinta yang tak terduga.

Bab 1 merasa optimis

Rina merasa gugup saat memasuki gedung megah PT Jaya Abadi, perusahaan terkenal yang telah lama diimpikannya. Dia telah mempersiapkan diri dengan matang untuk wawancara kerja sebagai sekretaris. Rina bertekad untuk memberikan yang terbaik.

Setelah menunggu beberapa saat, seorang asisten memanggil namanya dan mengantarnya ke ruang wawancara. Di sana, duduk seorang pria tampan dengan sikap tegas yang langsung menarik perhatian Rina. Dia adalah Arman, CEO perusahaan tersebut.

Arman: "Silakan duduk, Rina. Saya sudah melihat CV Anda dan tertarik dengan pengalaman Anda. Apa yang membuat Anda ingin bergabung dengan PT Jaya Abadi?"

Rina: (menyembunyikan rasa gugupnya) "Terima kasih, Pak Arman. Saya sangat tertarik dengan visi dan misi perusahaan ini yang berfokus pada inovasi dan keberlanjutan. Saya ingin menjadi bagian dari tim yang berkontribusi pada kesuksesan besar ini."

Arman: (tersenyum tipis) "Bagus. Kami memang mencari seseorang yang memiliki semangat seperti Anda. Bisakah Anda ceritakan sedikit tentang pengalaman Anda sebagai sekretaris di perusahaan sebelumnya?"

Rina: "Tentu, Pak. Di perusahaan sebelumnya, saya bertanggung jawab mengatur jadwal eksekutif, menangani korespondensi, dan mempersiapkan laporan. Saya juga berperan dalam koordinasi acara perusahaan dan sering berinteraksi dengan klien penting."

Arman: "Sepertinya Anda memiliki keterampilan yang kami butuhkan. Bagaimana Anda menangani situasi yang mendesak atau perubahan mendadak dalam jadwal?"

Rina: "Saya selalu berusaha untuk tetap tenang dan fleksibel, Pak. Saya percaya bahwa komunikasi yang baik dan prioritas yang jelas adalah kunci untuk mengatasi situasi mendesak. Pengalaman saya telah mengajarkan bagaimana tetap efisien dalam kondisi apapun."

Arman: (mengangguk puas) "Itu sikap yang bagus, Rina. Satu pertanyaan terakhir, apa yang Anda harapkan dari pekerjaan ini?"

Rina: "Saya berharap dapat memberikan kontribusi maksimal dan belajar dari pengalaman di perusahaan ini. Saya ingin tumbuh bersama PT Jaya Abadi dan mencapai tujuan bersama."

Arman terdiam sejenak, mempertimbangkan jawaban Rina. Dia kemudian tersenyum, membuat hati Rina berdebar.

Arman: "Baiklah, Rina. Saya suka sikap dan dedikasi Anda. Kami akan segera menghubungi Anda untuk pemberitahuan selanjutnya. Terima kasih sudah datang hari ini."

Rina: "Terima kasih, Pak Arman. Saya sangat berharap bisa menjadi bagian dari tim Anda."

Saat Rina keluar dari ruang wawancara, dia merasa optimis. Dia tahu bahwa kesempatan ini adalah langkah besar menuju impiannya, dan mungkin juga sebuah awal dari perasaan khusus yang mulai tumbuh di hatinya terhadap bos tampannya.

Rina menunggu dengan penuh harap di rumahnya. Setiap bunyi ponsel yang berdering membuat jantungnya berdegup kencang. Tak bisa dipungkiri, selain ingin mendapatkan pekerjaan impian, ada sesuatu yang lain yang membuatnya semakin bersemangat: Arman. Senyuman tipisnya, tatapan tegasnya, dan cara bicaranya yang penuh wibawa, semuanya telah meninggalkan kesan mendalam di hati Rina.

Pada hari ketiga setelah wawancara, telepon yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.

Telepon Berdering

Rina: "Halo, Rina di sini."

Suara di Telepon: "Selamat siang, Rina. Ini Maya dari HR PT Jaya Abadi. Saya ingin memberitahukan bahwa Anda diterima untuk posisi sekretaris. Apakah Anda bisa mulai bekerja minggu depan?"

Rina: (dengan antusias) "Tentu, saya bisa mulai minggu depan. Terima kasih banyak atas kesempatannya."

Maya: "Baiklah, kami akan mengirimkan detail lebih lanjut melalui email. Sampai jumpa minggu depan."

Rina: "Sampai jumpa, terima kasih!"

Setelah menutup telepon, Rina melompat kegirangan. Ini adalah langkah besar dalam karirnya, dan dia tidak sabar untuk memulainya.

Hari pertama Rina di PT Jaya Abadi dimulai dengan orientasi dari tim HR. Mereka menunjukkan padanya ruang kerjanya, memperkenalkannya kepada beberapa kolega, dan memberikan gambaran umum tentang tugas-tugasnya. Setelah orientasi selesai, Maya mengantarnya ke lantai atas untuk bertemu dengan Arman.

Pintu ruang kerja Arman terbuka, dan dia sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Rina menunggu dengan sabar di luar hingga Arman memberi isyarat untuk masuk.

Arman: (meletakkan telepon) "Selamat datang, Rina. Senang melihat Anda bergabung dengan tim kami. Bagaimana hari pertama Anda sejauh ini?"

Rina: "Sangat baik, Pak. Terima kasih atas sambutannya."

Arman: "Bagus. Saya harap Anda bisa beradaptasi dengan cepat. Tugas Anda adalah mengatur jadwal saya, menangani korespondensi, dan memastikan semua urusan administrasi berjalan lancar. Ada pertanyaan sejauh ini?"

Rina: "Tidak ada, Pak. Saya siap untuk mulai bekerja."

Arman: "Bagus. Anda bisa mulai dengan memeriksa email saya dan menjadwalkan beberapa pertemuan penting. Maya akan membantu Anda jika ada yang perlu ditanyakan."

Rina: "Baik, Pak. Terima kasih."

Rina meninggalkan ruang kerja Arman dan menuju meja kerjanya. Dia mulai memeriksa email, menyusun jadwal pertemuan, dan merapikan dokumen-dokumen yang perlu ditandatangani oleh Arman. Pekerjaan ini memang menantang, tetapi Rina merasa senang bisa berada di lingkungan yang profesional dan dinamis.

Hari demi hari berlalu, dan Rina semakin terbiasa dengan ritme kerjanya. Dia sering berinteraksi dengan Arman, dan setiap kali bertemu, dia merasa ada percikan yang tak bisa dijelaskan. Arman selalu bersikap profesional, tetapi Rina tak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikannya.

Suatu hari, setelah selesai mengatur jadwal pertemuan yang padat, Arman memanggil Rina ke ruangannya.

Arman: "Rina, ada acara makan malam dengan beberapa klien penting malam ini. Saya ingin Anda ikut untuk membantu mengatur semuanya dan memastikan acara berjalan lancar. Bisakah Anda?"

Rina: "Tentu, Pak. Saya akan siap."

Arman: "Bagus. Saya akan menjemput Anda pukul 7 malam. Pastikan Anda siap tepat waktu."

Rina: "Baik, Pak. Terima kasih."

Saat pukul 7 malam, Arman menjemput Rina di depan kantornya. Mereka menuju restoran mewah di pusat kota. Rina merasa sedikit gugup, tapi juga bersemangat.

Di restoran, Rina melihat betapa mahirnya Arman dalam berinteraksi dengan klien. Dia pandai membuat suasana menjadi nyaman dan profesional. Rina ikut membantu dengan mengatur dokumen-dokumen yang diperlukan dan memastikan semua kebutuhan klien terpenuhi.

Setelah acara selesai, Arman mengajak Rina duduk sejenak di teras restoran.

Arman: "Kerja yang bagus malam ini, Rina. Saya sangat menghargai bantuan Anda."

Rina: "Terima kasih, Pak. Saya senang bisa membantu."

Arman: (tersenyum) "Anda benar-benar aset berharga bagi perusahaan ini. Saya yakin Anda akan berkembang dengan cepat."

Rina: (merasa tersanjung) "Terima kasih, Pak. Itu berarti banyak bagi saya."

Mereka berbincang sejenak, membicarakan hal-hal ringan tentang pekerjaan dan hobi. Rina merasa semakin nyaman dan mulai melihat sisi lain dari Arman yang lebih santai dan ramah.

Waktu berlalu, dan Rina semakin dekat dengan Arman. Meskipun tetap profesional di kantor, mereka sering menghabiskan waktu bersama setelah jam kerja, entah itu untuk makan malam atau sekadar mengobrol di kafe. Perasaan Rina terhadap Arman semakin mendalam, tapi dia masih ragu untuk mengungkapkannya.

Suatu hari, setelah rapat yang melelahkan, Arman mengajak Rina untuk berjalan-jalan di taman dekat kantor.

Arman: "Rina, saya ingin berbicara dengan Anda tentang sesuatu yang lebih pribadi."

Rina: (terkejut) "Tentu, Pak. Apa itu?"

Arman: "Selama beberapa bulan terakhir, saya merasa sangat nyaman dengan Anda. Anda tidak hanya sekedar sekretaris bagi saya, tapi juga teman yang bisa diandalkan. Saya mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar hubungan profesional."

Rina terdiam sejenak, merasakan debaran jantungnya semakin cepat.

Rina: "Saya juga merasakan hal yang sama, Pak. Tapi saya takut perasaan ini akan mengganggu pekerjaan kita."

Arman: (tersenyum) "Saya mengerti kekhawatiran Anda. Tapi saya yakin kita bisa menjaga profesionalisme kita di kantor dan tetap menjalani hubungan ini dengan baik. Saya ingin kita memberi kesempatan pada perasaan ini."

Rina tersenyum, merasa lega dan bahagia. Mereka sepakat untuk menjaga hubungan mereka tetap profesional di kantor, tapi memberikan kesempatan pada perasaan mereka di luar kantor.

Malam itu, mereka berjalan bersama di taman, merasakan kebahagiaan baru yang mengisi hati mereka. Hubungan mereka pun mulai berkembang, membawa Rina ke babak baru dalam hidupnya, di mana karir dan cinta berjalan seiringan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Agus

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku