Dikhianati oleh tunangannya, membuat Alina Mahendra bersumpah tidak akan lagi menyerahkan hatinya pada siapa pun. Namun, segalanya berubah ketika ia tanpa sengaja bertemu dengan Adriel Wicaksana, seorang duda karismatik sekaligus pemilik perusahaan properti terbesar di negeri ini. Alina berusaha menjauh dari pria itu, namun takdir berkata lain. Anak Adriel, Naya, yang baru berusia delapan tahun, dengan polosnya percaya bahwa Alina adalah ibu barunya. Situasi semakin kacau saat Alina diterima bekerja sebagai guru privat Naya. Hubungan mereka yang awalnya hanya sebatas profesional berubah menjadi permainan emosi yang rumit. Adriel yang mendominasi, Naya yang semakin lengket, dan Alina yang terus dihantui trauma masa lalu. Dalam permainan ini, siapa yang akan menyerah lebih dulu? Atau akankah hati yang keras itu akhirnya luluh? Atau justru... akan ada luka baru yang lebih dalam?
Langit sore itu memancarkan cahaya keemasan, tapi bagi Alina Mahendra, semuanya tampak abu-abu. Di depan matanya, pemandangan yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya kini tersaji seperti mimpi buruk.
Di sebuah kafe kecil tempat ia sering menghabiskan waktu bersama Reyhan, tunangannya, kini Reyhan duduk berhadapan dengan seorang wanita. Bukan sekadar berbincang, tetapi tangannya menggenggam jemari wanita itu dengan tatapan yang dulu hanya untuk Alina.
Tubuhnya bergetar, bukan karena dinginnya sore, tapi karena pengkhianatan yang menusuk jantungnya. Sejenak, Alina merasa seperti orang bodoh, berdiri mematung di trotoar, menyaksikan kehancuran dunianya dalam diam.
"Reyhan..." Suaranya lirih, hampir tak terdengar oleh dirinya sendiri.
Namun, entah bagaimana, Reyhan mendongak. Ekspresinya berubah seketika, dari terkejut menjadi gugup. Ia buru-buru melepaskan tangan wanita itu, tapi semuanya sudah terlambat.
"Alina, aku bisa jelaskan-" Reyhan bangkit dari kursinya, mencoba mendekatinya.
"Tidak perlu." Alina mengangkat tangannya, menghentikan langkah pria itu. "Penjelasan apa lagi? Bukankah semuanya sudah jelas?"
Wanita di hadapan Reyhan, yang awalnya tampak tak peduli, kini memandang Alina dengan tatapan penuh kemenangan. Seolah-olah dia tahu bahwa ini adalah akhir dari hubungan mereka.
"Jadi ini alasanmu selalu sibuk akhir-akhir ini?" Alina berusaha menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah, terutama di depan wanita itu.
"Alina, ini bukan seperti yang kamu pikirkan," Reyhan memohon, tapi suaranya terdengar palsu.
Alina tertawa kecil, penuh kepahitan. "Oh, jadi aku salah paham? Apa ini hanya permainan catur, Reyhan? Aku pion yang bisa kamu singkirkan kapan saja?"
Reyhan diam. Tidak ada lagi alasan yang bisa ia berikan, dan itu membuat Alina semakin muak.
Tanpa menunggu jawaban, Alina berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Reyhan yang memanggil namanya dengan putus asa. Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, tapi ia tahu, ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan sisa harga dirinya.
Dua minggu kemudian, hidup Alina berputar dalam lingkaran kesepian dan kemarahan. Ia menghindari teman-temannya, keluarganya, bahkan pekerjaannya untuk sementara waktu. Tidak ada yang tahu bahwa ia menghabiskan waktu hanya untuk menangis di kamar atau termenung di balkon apartemennya.
Namun, sore itu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah panggilan telepon mengubah harinya.
"Alina Mahendra?" Suara seorang pria di seberang terdengar tegas.
"Ya, saya sendiri."
"Saya Adriel Wicaksana. Saya membutuhkan seorang pengajar privat untuk anak saya. CV Anda direkomendasikan oleh salah satu teman saya. Apakah Anda bisa datang untuk wawancara besok pagi?"
Nama itu-Adriel Wicaksana-membuat jantungnya berdegup cepat. Siapa yang tidak kenal pria itu? Pemilik Wicaksana Group, salah satu konglomerat terbesar di negeri ini. Tapi, kenapa dia menghubungi Alina, seorang guru biasa?
"Besok pagi?" Alina mengulang dengan suara bergetar.
"Jam sembilan. Saya akan mengirimkan alamatnya melalui pesan. Jangan terlambat."
Sebelum Alina sempat menjawab, panggilan itu terputus. Ia tertegun, memandang layar ponselnya.
"Kenapa dia memilih aku?" gumamnya pelan, tapi tidak ada jawaban.
Yang Alina tahu, hidupnya tidak akan lagi sama setelah ini.
Bab 1 seumur hidupnya kini tersaji seperti mimpi buruk
27/01/2025
Bab 2 Pertemuan yang Tidak Direncanakan
27/01/2025
Bab 3 Dunia yang Tidak Pernah Dikenal
27/01/2025
Bab 4 rumah Adriel Wicaksana
27/01/2025
Bab 5 Panggilan yang Tak Terduga
27/01/2025
Bab 6 suasana hati Alina masih sedikit ragu
27/01/2025
Bab 7 Kehadiran yang Mengguncang
27/01/2025
Bab 8 Adriel mengemudi dengan wajah serius
27/01/2025
Bab 9 Adriel dan Rania tiba di mall
27/01/2025
Bab 10 Kecewa yang Tertunda
27/01/2025
Bab 11 Laluna yang semakin kacau
27/01/2025
Bab 12 Keputusan untuk bertahan
27/01/2025
Bab 13 Dalam Kejaran Waktu
27/01/2025
Bab 14 Keluarga Savelli
27/01/2025
Bab 15 Suasana di mansion terasa semakin gelap
27/01/2025
Bab 16 memberikan kesan
27/01/2025
Bab 17 kekacauan memenuhi setiap sudut markas Savelli
27/01/2025
Bab 18 meja kayu yang sederhana penuh dengan surat-surat
27/01/2025
Bab 19 Kota Los Angeles
27/01/2025
Bab 20 Laluna sudah mempersiapkan dirinya
27/01/2025
Bab 21 hiruk-pikuk kehidupan malam
27/01/2025
Bab 22 menyaksikan konflik
27/01/2025
Bab 23 mencoba menemukan jalan keluar
27/01/2025
Bab 24 seakan dunia berhenti berputar
27/01/2025
Bab 25 suara ledakan di belakang
27/01/2025
Bab 26 Laluna tidak akan mundur
27/01/2025
Bab 27 Adela mendekat dengan langkah mantap
27/01/2025
Bab 28 pengkhianatan
27/01/2025
Bab 29 mereka meloloskan diri dari gedung
27/01/2025
Bab 30 Di dalam rumah kecil
27/01/2025
Bab 31 Setiap keputusan yang mereka ambil semakin menggantung
27/01/2025
Buku lain oleh Agus
Selebihnya