Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjebak di rumah pesugihan

Terjebak di rumah pesugihan

liya liyana

5.0
Komentar
541
Penayangan
10
Bab

Ini adalah kisah ku, 20 tahun yang lalu ketika aku berserta keluarga ku menempati sebuah rumah mewah yang orang tua ku beli dengan harga yang murah, tanpa kami ketahui bahwa rumah itu di kuasa makhluk makhlus yang berwujud raksasa atau sering di sebut buta ijo, di karenakan keluarga penghuni rumah itu sebelum nya bersekutu dengan jin untuk mendapatkan kekayaan. Belasan tahun kami terjebak di rumah itu dengan teror horor yang menghantui setiap hari nya, sessosok makhluk berwujud buta ijo itu tidak melepaskan kami sebelum kami menyerah untuk bersekutu dengan nya, keluarga di uji dengan kekurangan dan kemiskinan serta teror makhluk-makhluk halus, dapat kah kami bertahan dan mendapat kan jalan keluar atau kami menyerah dan bersekutu dengan jin itu?. Di dalam kisah ini bercerita tentang kesetiaan, cinta dan keyakinan, saling percaya, dukungan dalam keluarga dan ketangguhan sebuah keluarga yang bisa saling menguatkan satu sama lain, setiap bab nya penuh dengan petualangan yang akan selalu membuat pembaca penasaran tentang kelanjutan kisah keluarga ku ini.

Bab 1 Awal kisah ku

Nama ku Liya, aku anak ke tiga dari enam bersaudara, aku akan bercerita tentang kisah ku bersama keluargaku, saat itu pertama kali orang tua ku membeli rumah, dan ternyata rumah yang di beli orang tua ku, keluarga yang menghuni nya dahulu telah melakukan persugihan.

Waktu itu kami masih empat bersaudara, tiga perempuan, dan satu laki laki, adik ku yg ke lima, dan ke enam bertaut lima belas tahun kmudian baru lahir di rumah itu.

Aku, dan adik laki-laki ku anak ke empat, hanya berjarak dua tahun beda usia, karena itu aku tinggal di rumah Kakek dan Nenek di Bogor, bukan orang tua ku yang menitipkan, tapi karena Kakek, dan Nenek merasa kasihan melihat Mamah yang kerepotan mengurus empat balita, waktu itu usia kami hanya selisih dua tahun dua tahun, dan orang tua ku juga belum punya rumah sendiri, sering pindah tempat rumah kontrakan.

Oleh sebab itu aku, dan Kakak ku yang sulung tinggal dengan Kekek dan Nenek di Bogor, tapi setiap bulan orang tua kami selalu mengunjungi ke Bogor, menengok sekalian memberikan biaya bulanan untuk kami. Waktu itu Mamah dan Papah belum punya rumah, hingga akhir nya saat umur ku lima tahun, aku mendapat kabar baik, orang tua kami membeli rumah yang mewah, masih teringat betapa senang nya aku, aku yg masih kecil merengek ke Kakek untuk mengantar ku ke rumah orang tua ku di Bandung.

Tak sabar ingin melihat rumah mewah seperti apa yang orang tua ku beli, terbayang rumah yang di impikan, waktu itu belum jaman nya Smartphone, yang ada hanya telepon rumah, jadi belum bisa video call, atau kirim gambar, sekitar THN 90an tepatnya THN 1999 -2000.

Berangkat lah aku bersama Kakek, dan Kakak ku ke Bandung, karena aku terus merengek ingin ke rumah orang tua ku, padahal orang tua ku bilang nanti di jemput, tapi aku sudah tidak sabar, karena orang tua ku sibuk mengurus pindahan rumah, maka mereka meminta Kakek ku mengantar kan aku, dan Kakak ku ke Bandung.

"Tidak usah bawa baju banyak, nanti baju, dan yang lain nya menyusul biar gak repot."

Suara Mamah di sebrang telpon, aku langsung melompat-lompat kegirangan, besok nya kami pun berangkat ke Bandung, naik Bus Rudi, Bus satu-satu nya yang sering lewat depan rumah Kakek, yang mengantarkan kami langsung menuju terminal Leuwi Panjang Bandung.

Singkat cerita, sampai lah aku di rumah orang tua ku di Bandung, dan yah rumah nya memang mewah pada jaman nya, rumah dengan empat kamar tidur, dua kamar mandi, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, dan garasi mobil yang cukup untuk dua mobil.

Di tempat garasi mobil ada tangga menuju ke loteng, tapi di loteng tidak ada kamar hanya jemuran, dan tempat duduk, ada satu tempat di dapur, sebuah ruangan sempit satu kamar, mungkin luas nya sebesar toilet umum nama nya goah.

Aku tidak tau tempat apa itu, seperti anak lain nya yang selalu penasaran serba ingin tau, aku Melihat kedalam goah itu, di sana ada tempat sesajen aku bawa aku tunjukin ke orang tua ku.

"Mah ini apa buat apa, ini buat makanan siapa?, ko ada di tempat sempit itu?."

Celotehan ku waktu itu, Kakek, Papah, dan Mamah ku langsung menoleh, dan tertegun.

"Dapat dari mana itu Liya?."

Tanya Mamah ku kebingungan.

"Dari sana Mah, di tempat sempit itu ayo aku tunjukin."

Aku berjalan, ingin menunjukkan tempat di mana aku temukan bekas sesaji itu, di ikuti Papah, dan Kakek ku di belakang.

"Di sini ada goah buat apa?."

Kata Kakek mengernyit kan dahi nya, lalu Mamah mengambil tempat sesaji itu, dan membuang nya ke tempat sampah.

Keluarga ku bukan tidak percaya soal gaib, mereka percaya yang gaib itu ada, karena percaya pada yang gaib adalah salah satu rukun iman agama kita.

Maka kita harus percaya, bahkan sang pencipta adalah gaib, yang tidak bisa di lihat, tapi kita mempercayai keberadaan nya, dengan segala ciptaan nya, maka kita juga harus percaya yakin, dan mengimani semua rukun iman nya.

Aku, Papah, Mamah, dan Kakek masih di dapur mngamati goah yang gelap itu,

tak ada stop kontak lampu di sana gelap gulita, aku hanya berdiri di balik pintu mengamati, lalu Kakek keluar menggedong ku berjalan menuju ruang keluarga, di susul Papah dan Mamah.

Saudara saudara ku sedang berada di kamar Kakak ku yang sulung, sedang bermain dengan Adik laki-laki ku yang waktu itu masih berumur tiga tahun.

Kangeun sekali rasanya karena kami selama ini tinggal terpisah, kami sekarang akhirnya akan berkumpul satu rumah tidak terpisah-pisah lagi.

Aku duduk di pangkuan Kakek di susul Mamah, dan Papah ku, kami duduk bersama di sopa ruang keluarga, sepertinya mereka akan membicarakan soal goah itu.

"Ingat ya dosa yang tidak bisa di ampuni itu adalah musyrik menyekutukan Allah, naujubilah jangan pernah tergoda untuk memberikan sesajen, apapun itu alasan nya, demi menghormati atau apapun, karena akan menjadi kebiasaan, dan nanti nya akan ada imbas negatif bila kalian tidak melakukan nya."

Kakek memulai percakapan, Mamah dan Papah dengan serius mendengarkan apa yang Kakek katakan.

"Penghuni rumah ini yg dulu tinggal di sini memberikan sesajen untuk apa yah Pa," tanya Mamah kepada Kakek.

"Tidak perlu tau, jangan ingin tau biarkan lah itu urusan mereka, sekarang kalian kunci pintu goah itu, jangan sampe Anak-anak mendekati goah, hawa udara di sana tadi Bapak rasakan tidak nyaman, kalian jangan lupa ibadah solat nya jangan di tinggal, perbanyak baca Al Quran di rumah, biar rumah kalian nyaman tenang, terlindung dari segala marabahaya," jawab Kakek.

Kakek memberi nasihat seperti biasanya, malam itu setelah makan malam kami menonton TV, bercengkrama, bercanda melepas kangeun, sudah lama tidak bertemu.

Kami berbagi kamar, aku tidur sendiri di kamar tengah, sebelah kiri kamar orang tua ku, sebelah kanan kamar Kakak ku yang ke dua, dan di depan pintu ku kamar Kakak ku yang sulung.

Kakek tidur dengan ku malam itu, karena aku yang paling dekat dengan Kakek, lagian Kakek besok mau pulang aku agak sedih juga berpisah dengan beliau.

Setelah Kakek pulang, hari-hari berlalu Mamah masih saja sibuk membereskan rumah, mengatur seisi rumah, perabotan, kamar Anak-anak, tidak terasa waktu berlalu begitu cepat tiga minggu sudah kami di sana.

Aku lupa malam itu malam apa, aku terbangun ingin buang air kecil, aku keluar kamar menuju kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur, aku liat Mamah sedang berdiri di dapur aku menyapa mamah.

" Mamah lagi ngapain malam malam di dapur?."

Tapi Mamah tidak menjawab, aku langsung ke kamar mandi, ketika aku keluar kamar mandi aku liat di dapur Mamah udah gak ada, aku pikir Mamah udah balik lagi ke kamar, aku masuk kamar.

Ketika aku mulai menarik selimut, aku mendengar seseorang sedang menyapu ruang keluarga, aku pikir tadi aku mau masuk kamar kan lewat ruang keluarga, tapi gak ada siapa siapa, kenapa sekarang ada suara orang menyapu?, apa Mamah menyapu malam-malam?, iya mungkin Mamah sapu-sapu dulu sebelum tidur.

Pikiran polos ku waktu itu, yang masih berumur 5 tahun, tidak perduli lalu kembali tidur, ke esokan harinya seperti biasa jam 5 lebih Mamah bangunin aku buat solat subuh, kita semua bangun untuk solat subuh.

Kakak-kakak ku juga akan berangkat ke sekolah SD mereka satu SD, yg satu kelas 4 yang satu nya lagi kelas 2, mereka sudah biasa menyiapkan diri sendiri, untuk pergi ke sekolah tanpa bantuan Mamah, kami memang tidak manja, kami semua mandiri sudah bisa mengurus diri sendiri, tanpa bantuan Mamah.

Mamah juga sibuk menyiapkan sarapan, di bantu Kakak ku yang sulung, aku sudah menunggu di meja makan, sambil memperhatikan Mamah ku, aku bertanya.

"Mamah semalam ngapain di dapur?," tanya ku.

Mamah menoleh pada ku yang bertanya dengan menautkan kedua alis matanya, Mamah balik bertanya bertanya pada ku.

"Semalam apa Liya?, siapa yang di dapur?" tanya Mamah

Lalu Mamah melanjutkan masak nya aku pun menjelaskan.

"Semalam aku mau pipis, aku liat Mamah lagi berdiri di dapur, aku tanya Mamah gak jawab," jelas ku.

Mamah, dan Kakak ku saling pandang mendengar penjelasan ku.

"Semalam yang sapu sapu di ruang TV Mamah juga kan?" tanya ku lagi.

"Kamu mimpi kali Liya," jawab Mamah

Seperti nya Mamah tidak mempercayai perkataan ku sembari mengerutkan kening nya, aku hanya bisa tertegun tapi datang Kakak ku yang ke Dua.

"Gak ko Mah aku smalem denger Liya keluar kamar, terus aku denger Liya ngomong Mamah lagi ngapain kata nya malem malem di dapur, aku juga denger ko Mah, Mamah sapu-sapu." ujar Kakak ku yang ke dua.

Aku menghela napas, merasa lega ada yang mendukung cerita ku karena aku memang tudak berbohong.

(Bersambung)

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku