Pengantin Pengganti Sang CEO
Penulis:Gina Suartini
GenreRomantis
Pengantin Pengganti Sang CEO
Pasar jalanan yang baru itu dipenuhi dengan orang-orang. Gang di pasar tersebut tidak cukup lebar untuk dilalui oleh mobil. Maka, Rudy menghentikan mobilnya di dekat pintu pasar, dari situ ia berjalan kaki bersama dengan Esther.
Ia berjalan dibelakang Esther, menghalau kerumunan serta melindunginya dengan satu tangannya, menjaganya dekat dengan dirinya.
"Apa yang kamu inginkan untuk makan malam? Esther menoleh ke arah Rudy. Naluri melindungi yang dipancarkan oleh Rudy begitu memukau dirinya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Esther merasa diperlakukan dengan sangat baik
"Makan apa saja boleh" Sebenarnya Rudy tidak terlalu pemilih dalam hal makanan. Ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama dengan Esther.
"Gimana kalau.. Tumis Lili dengan seledri, Ikan bumbu kecap, dan sup Iga dengan labu putih ?" Esther bertanya ringan. Rudy segera mengangguk, menyetujui permintaannya lalu Esther berjalan menuju warung sayur. "Nek, berapa harga seledrinya?"
"Halo Nona, bagaimana kabarmu?" Nenek itu tersenyum lembut. Ia juga menyadari kehadiran Rudy, kemudian bertanya, "Apakah dia ini pacarmu?"
"Aku adalah suaminya." Rudy menjawab dengan senyuman, sama sekali tidak seperti seorang CEO yang sombong.
Esther tersipu, pipinya memerah. Ia segera mengambil beberapa sayuran dan ingin cepat-cepat beranjak dari tempat tersebut. Ketika mereka hendak pergi, si nenek memberikan beberapa daun bawang secara gratis, lalu berkata pada Esther "Nona, kamu sangat pandai membuat penilaian untuk hidup yang baik. Hal itu pasti akan meringankan pikiran nenekmu"
Orang-orang tahu bahwa sikap Esther sangatlah baik terhadap neneknya. Mengetahui bahwa sekarang ia memiliki seorang suami yang baik dan begitu perhatian, mereka turut senang.
Ketika memikirkan tentang neneknya, perasaan Esther bergejolak. Ia buru-buru membeli beberapa sayuran tambahan, dan beranjak pulang ke rumah bersama Rudy. Ketika mereka sampai di rumah, ia menguncir rambutnya dan bersiap memasak makan malam.
Pertama-tama, ia membersihkan Iga dengan air panas, lalu menaruhnya ke dalam panci. Kemudian ia mengerjakan bahan lainnya. Dalam waktu singkat, tiga hidangan yang lezat tersaji di depan mereka.
Ia melepas celemeknya, lalu memanggil Rudy untuk makan. "Waktunya makan"
Rudy duduk di sofa, lalu menaruh koran yang dipegangnya. Namun sebenarnya, ia tidak membaca koran tersebut. Selama ini matanya selalu tertuju pada Esther. Ia sekarang lebih penasaran tentang Esther.
Esther mengambilkan sepiring nasi untuknya. Melihat pandangan Rudy yang begitu dalam, ia tidak tahan untuk bertanya "Ada apa? Apakah ada sesuatu di wajahku ?"
Esther mengusap wajahnya dengan tangannya.
Rudy menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak ada apa-apa. Ayo kita makan malam"
Esther tidak memaksakan rasa penasarannya. Tanpa banyak suara, ia menghabiskan makan malamnya, lalu membersihkan kembali meja makan. Lalu ia pergi ke lantai atas, untuk merevisi rancanganya.
Rudy tahu, bahwa karena dirinyalah, Esther harus kembali merevisi ulang rancanganya. Tapi Rudy tidak puas dengan hal itu, dia ingin bersama dengan Esther lebih lama. Ia tahu bahwa jika hubungannya seperti ini terus, maka kemungkinan besar mereka akan berakhir menjadi teman saja.
Rudy terus memikirkan tentang hubungannya. Semakin ia merenung, semakin banyak pula tuntutannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengubungi kakeknya, meminta bantuan darinya.
Kakeknya cukup perhatian untuk meninggalkan pengantin baru di rumahnya. Ia pergi ke Amerika untuk menemui cucunya. Saat Rudy menelepon, ia sedang bersiap untuk memancing.
"Rudy, bagaimana kabarmu? Apakah kamu baik-baik dengan Silvia?" Dari nada suaranya yang ceria, Rudy tahu bahwa ia sedang merasa senang.
"Kakek, kapan kembali ke sini?" tanya Rudy.
"Beberapa hari kemudian." "Memangnya kenapa? Tumben kamu telepon Kakek?" Lanjutnya, "Kakek lagi mau pergi memancing,"
Rudy sempat ragu untuk bertanya, namun ia melanjutkan "Bukan masalah besar sih, Tentang Silvia Kek, Dia baru saja.."
"Apa yang terjadi dengan menantuku ?" Sang kakek terkejut mendengar perkataan Rudy. Ia belum pernah bertemu lagi dengannya semenjak hari pernikahan, namun sang kakek sangat menyukai Silvia semenjak hari pernikahannya. Pada hari itu, Rudy bersikap kurang sopan, namun Silvia mampu mengatasi masalah yang di timbulkan oleh Rudy, bahkan tanpa mengeluh sekalipun. Ia sangat menghargai kesabarannya.
Intonasi Rudy yang terkesan ragu benar-benar membuat sang kakek khawatir.
"Ada apa, Kakek ?" Di sisi lain telepon, Rudy mendengar suara Sinta Afif, saudarinya. Sinta berteriak kepada kakaknya melalui telepon, lalu berkata "Kak, aku sudah mengemasi barang-barangku. Kita bakal segera pulang."
Mendengar kabar tersebut, Rudy sangat senang, Pagi harinya, ketika Rudy menuruni tangga, ia tidak dapat menemui Esther. Ia telah pergi untuk bekerja. Namun sebelum pergi, Esther telah menyiapkan sarapan yang mewah, dan meninggalkan sebuah pesan diatas meja tersebut. Ia membuat sandwich hari ini. Rudy memakannya, dan meminum segelas susu, lalu ia berangkat ke kantornya.
Esther tidak tidur semalaman karena harus merevisi rancangannya. Meskipun begitu, ia tetap berangkat pagi-pagi buta untuk mengejar kereta bawah tanah. Ketika Esther sampai kantor, hari masih pagi. Maka ia membuat secangkir kopi untuk dirinya di dapur. Ia mendengar suara Diana saat akan beranjak pergi dari dapur. "Apakah kamu mendengar itu? Tuan Afif hampir meledak karena Ri merayunya. Aku tidak paham bagaimana bisa dia berani melakukan hal itu?"
"Diana, jangan ngomongin orang di belakang, Esther bukan tipe gadis seperti itu." Diana mencibir, ia tidak tahan jika ada orang lain yang membela Esther. "Mungkin kamu sudah kenal lama dengan Esther, tapi kamu terlalu naif untuk dapat melihat dirinya yang sebenarnya. Sejak awal bertemu dengannya, aku sudah tahu apa tujuan pelacur ini. Dia itu pura-pura senang kerja disini, tapi yang sebenarnya ia inginkan adalah mendapat suami yang kaya, menikah, lalu hidup berkecukupan. Kita tunggu saja, apakah Rudy akan jatuh cinta padanya atau tidak. Menurut pandanganku, itu hal yang mustahil"
Diana masih terus memikirkan apa yang terjadi kemarin. Semakin ia memikirkannya, semakin ia menjadi kesal. Maka ia terus menerus mencaci maki Esther tanpa ampun. Esther, di sisi lain, merasa tidak perlu meladeni Diana. Ia mengambil kopinya, lalu beranjak kembali ke mejanya, tanpa menaruh perhatian pada mereka.
Diana tentu saja memperhatikannya. Ia kemudian kembali mencibir. "Kita semua kerja bareng di sini, Penting untuk seseorang mengajarkan bagaimana caranya bersikap. Tidak seharusnya seorang wanita melewati batas hanya untuk mendapatkan seorang pria."
Esther pergi ke depan, lalu menutup pintu kantor untuk menghindari keributan.
Ia mengirimkan rancangannya pada Suyanto Markus melalui email. Beberapa saat kemudian, ia mendapat sebuah telepon. "Nona Esther, menurut CEO kami, rancangan tersebut masih perlu perbaikan Sepertinya Anda harus ke sini. Saya akan sediakan mobil untuk menjemput Anda."
"Tidak perlu. Saya bisa pergi naik kereta bawah tanah."
"Mobilnya sudah dalam perjalanan. Anda akan mendapati mobil tersebut di depan kantor Anda dalam 10 menit." Suyanto sudah bekerja bersama Rudy selama bertahun-tahun. Ia bisa membaca pikirannya.
Bagaimana bisa istri dari CEO perusahaannya pergi ke kantornya naik kereta bawah tanah?
Esther memberitahu Arya tentang hal ini. Arya menyetujuinya, meskipun kali ini, ia tidak mengagumi Esther seperti sebelumnya. Ia berharap agar perusahaan Cemerlang bisa memberi mereka kesempatan lain dalam merencanakan aktivitas penting.
Ketika Esther sampai pada pintu masuk di lantai bawah, ia melihat sebuah mobil, seperti yang telah ia perkirakan. Supirnya turun dari mobil dan menyambutnya sesaat setelah ia melihat Esther. Ia kemudian membukakan pintu tersebut untuk Esther.
Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun dalam perjalanannya menuju kantor Rudy.
Mobil itu lalu berhenti di depan pintu masuk perusahaan Cemerlang. Kemewahan dari kantor tersebut membuatnya kagum.
Grup perusahaan Gauri juga besar, namun dibandingkan dengan perusahaan Cemerlang, tidak ada apa apanya!
Suyanto sangat menunggu kehadirannya. Ketika ia sampai, Suyanto mengantarnya menuju ruang tunggu di depan kantor Rudy. "Nona Ri, silahkan tunggu disini. CEO kami sedang melakukan konferensi video, dan akan selesai dalam sepuluh menit"
"Baiklah" Esther lalu mengangguk. Dari pintu kaca, ia melihat Rudy. Ia terlihat lebih keren saat sedang bekerja.
Menyadari bagaimana orang-orang disana berjalan dalam tempo yang cepat dan muka serius, secara tidak sadar Esther pun terbawa suasana dan duduk dengan tegap.