Pengantin Pengganti Sang CEO
Penulis:Gina Suartini
GenreRomantis
Pengantin Pengganti Sang CEO
Mereka berdua membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Rudy menelepon layanan kamar untuk memesan makanan, sementara Ayu bergegas untuk mandi. Ketika Ayu keluar dari kamar mandi, pelayan hotel pelayan hotel sedang menyajikan berbagai makanan yang dipesan Rudy.
"Aromanya sedap sekali," ucap Ayu sembari tersenyum, "Bagaimana jika kita juga membuka sebotol anggur?"
"Oke. Ide bagus." Rudy adalah seorang pria yang dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik. Sebenarnya ia jarang minum, terutama kalau harus mengemudi, akan tetapi hari ini ia setuju untuk meminum anggur demi menikmati makan malamnya dengan Ayu. Ayu tampak senang ketika Rudy setuju dengannya.
"Minumlah." kata Ayu sembari tersenyum. Ia menuangkan segelas anggur untuk Rudy, lalu ia sengaja meredupkan lampu kamar. Kemudian Ayu menyalakan lilin yang tersedia di atas meja, sehingga suasana kamar itu berubah menjadi temaram dan romantis. Cahaya lilin yang berada di atas meja menyinari wajah Ayu, memancarkan aura sensual dan romantis. Gaun mandinya sedikit longgar sehingga memperlihatkan beberapa bagian intim di tubuhnya dengan samar.
Dia yakin kalau Rudy akan bertekuk lutut dengan godaan seperti itu dan terpikat pada rayuannya.
"Bagaimana rasanya?" tanya Ayu. Ayu bertelanjang kaki dan sengaja mengusapkan kakinya ke betis Rudy dengan lembut. Senyumnya tampak memikat.
"Rasanya enak." Ayu merasa frustrasi dengan jawaban Rudy yang terdengar serius. Bahkan nada bicaranya tidak berubah sedikit pun.
Tapi Ayu tidak putus asa begitu saja. Dia duduk di kursi di hadapan Rudy, dengan segelas anggur di tangannya. Rudy memahami keinginan wanita itu sekarang.
Ia mengerutkan keningnya sedikit.
"Rudy, kita sudah berpacaran... selama sekitar dua tahun, benar?" tanya Ayu dengan lembut, sembari memutar-mutar anggur di dalam gelasnya dengan perlahan.
"Hmm." jawab Rudy dengan nada yang tetap datar. Entah mengapa, benaknya dipenuhi dengan pikiran tentang Esther.
Tadi malam, Esther muncul di depan Rudy persis seperti yang dilakukan Ayu hari ini. Esther memiliki wajah yang lembut dan putih, Rudy merasa jauh lebih tertarik pada wajah itu ketimbang Ayu yang suka menggoda dan genit.
"Sebenarnya..." Ayu berhenti bicara dan sedikit memejamkan matanya. Cahaya lilin yang temaram menyinari bulu matanya yang panjang, bayangannya tampak bergerak-gerak di hadapan wajahnya.
Ayu pernah belajar di jurusan akting, jadi dia tahu bagaimana caranya untuk tampil memesona, dia juga tahu bagaimana caranya memikat pria dengan kecantikannya. Demi merayu Rudy, dia sudah melakukan segalanya yang dia bisa.
"Rudy, aku bersedia..." Dia menundukkan kepalanya dan tersipu, rona merah mulai menjalar di kedua pipinya. Dia mengerti dengan jelas apa yang wanita itu maksud.
Setelah menyadari bahwa Rudy tidak menanggapinya, Ayu dengan berani meletakkan gelas anggurnya di atas meja, lalu duduk di atas pangkuan Rudy, membenamkan dirinya dalam pelukannya. Dia mulai menggambar lingkaran-lingkaran kecil di atas dada Rudy dengan jarinya, tetapi Rudy menghentikan perbuatannya itu.
"Ayu, jangan lakukan ini..." Rudy mengerutkan keningnya.
Dia mulai membayangkan jika Esther yang berada bersamanya di hotel saat ini, Esther mungkin tidak akan pernah melakukan hal yang berani seperti itu padanya.
"Rudy, aku ingin melakukannya." Ayu tidak berniat menyerah sedikit pun. Tidak mudah baginya untuk mendapatkan kesempatan seperti ini, jadi dia tidak akan menyerah begitu saja dengan penolakan Rudy. "Rudy, kamu telah menahan hasratmu selama kita berpacaran beberapa tahun ini hanya untukku. Aku sungguh-sungguh menghargaimu untuk itu. Akan tetapi, sekarang aku rela menyerahkan semua tubuhku kepada pria yang aku cintai. Aku benar-benar bersedia melakukannya denganmu."
"Tidak." Rudy kemudian menambahkan, "Aku belum pernah melakukan hal seperti itu denganmu sebelumnya. Apalagi saat ini aku sudah menikah, jadi aku tidak bisa melakukannya denganmu. Ayu, aku tidak akan membuatmu menunggu terlalu lama, jadi percayalah padaku."
Meskipun sekarang ia berada di kamar hotel, tapi ia ingin sekali bergegas ke Perusahaan Periklanan Komandia.
"Rudy!" Ayu merasa sedikit kesal.
Dia tidak pernah merasa kecewa seperti saat ini. Dulu, Rudy selalu sabar untuk menyampaikan alasan kepadanya, tetapi hari ini dia tidak seperti biasanya.
Dia telah berubah.
Ayu merasa tertekan begitu menyadari hal ini.
"Ayu, istirahatlah dengan nyaman hari ini. Aku akan bertemu lagi denganmu besok." kata Rudy dengan nada yang tetap datar.
"Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu pergi seperti ini." Ayu memeluk Rudy dari belakang. Kedua lengannya melingkari tubuh Rudy dengan erat. Rudy dapat menghirup aroma parfum yang memabukkan, tetapi dia tidak merasa bergairah lagi pada wanita itu.
Ayu semakin memeluknya erat-erat. Dia memiliki perasaan kuat bahwa dia akan segera kehilangan Rudy sekarang.
Dia tidak mau menyerah dengan Rudy, sama sekali tidak.
Jadi dia mulai menciumi Rudy dengan penuh gairah. Awalnya, Rudy tidak bereaksi terhadap perbuatan itu, tetapi beberapa saat kemudian dia mulai menciuminya balik, dan bahkan mendominasi ciuman itu.
Mereka berciuman di sebelah meja, lalu perlahan pindah ke sofa dan melanjutkan ciuman itu. Gaun mandi yang menutupi tubuh Ayu segera terlepas dan jatuh ke lantai. Ayu menikmati semangat yang diperlihatkan Rudy dan mulai merasa lega.
Dia tidak sabar untuk mengulurkan kedua tangannya dan membuka kancing kemeja Rudy. Ketika dia hendak memulai berhubungan intim, Rudy mendadak menghentikan gerakannya dan menjauh darinya.
"Apa... Apa ada yang salah?" Bibir Ayu terlihat sedikit bengkak dan kedua matanya mulai berkaca-kaca. Mungkin, pria lain pasti akan tertarik melihat wanita yang lembut dan memikat ini.
"Tidak ada." Rudy mencium kening Ayu dengan lembut dan segera beranjak dari sofa tempat mereka berdua berciuman tadi. Ia mengancingkan kemejanya yang telah dibuka oleh Ayu dan merapikan pakaiannya. Ia kemudian memandang Ayu dan berkata, "Malam sudah larut. Kamu harus tidur lebih awal. Aku juga harus segera pulang ke rumah."
"Rudy? Rudy!" Tidak peduli seberapa keras Ayu memanggil namanya, Rudy tetap mengabaikannya dan bahkan mempercepat langkah untuk keluar dari ruangan itu.
Ayu telah kehilangan seluruh harapannya dengan kepergian Rudy. Dia telah berusaha melakukan segala upaya untuk bisa berhubungan dengan Rudy. Dia bahkan telah mempertaruhkan seluruh harga diri dan reputasinya untuk membuat Rudy tetap bersamanya malam itu. Tetapi Rudy meninggalkannya begitu saja, bahkan tanpa perasaan iba sedikitpun. Rudy telah melukai harga dirinya, membuatnya merasa tak berdaya dan sakit hati.
"Rudy Afif..." Dia menyebut nama itu dengan geram dalam hatinya. Ayu tampak sangat marah.
Dia sama sekali tidak bisa menolerir penolakan Rudy padanya hari ini. Dia memutuskan untuk tidak akan pernah membiarkan Rudy hidup dengan tenang.
Berita perselingkuhan antara Ayu, aktris terkenal, dan Rudy, CEO Perusahaan Cemerlang, akan menyebar di seluruh Kota Yasnaya dalam waktu singkat.
Dengan beredarnya berita ini, istri Rudy tentunya akan kecewa dan meninggalkan suaminya karena tidak setia.
Ayu biasanya selalu mendengarkan perkataan Rudy. Tapi sekarang dia sudah menikahi wanita lain.
Kali ini, ia memutuskan untuk tidak akan bersikap bodoh seperti sebelumnya.
Ayu mengenakan gaun mandinya kembali dan menelepon seseorang dengan raut wajah datar. "Tio, apakah kamu sudah berhasil mengambil foto Rudy saat bersamaku? ... Oke, tolong aku untuk menangani hal ini. Aku akan mentraktirmu makan malam setelah semua ini selesai."
Ayu mematikan teleponnya dan memandang ke luar jendela. Malam yang dingin membuat perasaannya menjadi campur aduk. Dia merasa sangat kecewa dan sakit hati.
Dia berpikir bahwa ini adalah saatnya untuk bertemu dengan 'Silvia Gauri' dan membuat Silvia paham bahwa ia, Ayu, hanya 'meminjamkan' identitas istri Rudy untuk sementara waktu pada wanita itu.
Sementara itu, Esther sedang sibuk bekerja di kantornya. Dia belum pulang ke rumah sampai tengah malam. Rudy menunggu Esther di ruang kerjanya dan merasa lega ketika mendengar langkah kaki Esther di luar ruangannya.
Begitu sampai di kamar, Esther mengatur alarmnya 20 menit lebih awal sehingga dia punya waktu cukup untuk naik kereta bawah tanah besok pagi. Tapi yang membuatnya terkejut adalah ketika dia turun ke lantai dasar di keesokan harinya, dia melihat Rudy juga sudah bangun dan sedang duduk di meja makan.
"Selamat pagi." Mereka akan selalu bertemu satu sama lain seperti ini karena bagaimana pun mereka tinggal di rumah yang sama. Esther mengucapkan selamat pagi pada Rudy dan duduk di meja untuk memulai makan sarapannya.
Rudy menatap Esther dengan tatapan datar. Ia tahu lampu kamar Esther baru dimatikan pada pukul empat pagi, tetapi saat ini dia sudah bangun pagi-pagi sekali dan masih terlihat energik. Dia bertanya-tanya apakah pekerjaan yang dilakukan Esther benar-benar membuatnya begitu senang.
"Kamu sibuk dengan pekerjaanmu kan?" Ini adalah pertama kalinya Rudy menunjukkan perhatian lebih pada kehidupan sehari-hari "Teman serumahnya".
Esther sedikit terpana mendengar kata-kata Rudy dan ia mengangguk ringan. "Ya. Aku telah mengambil cuti beberapa hari lalu. Jadi saat ini pekerjaanku menumpuk dan harus segera diselesaikan. Terlebih lagi, bosku telah menerima kasus yang sangat penting. Jadi aku harus bekerja lembur beberapa hari ini."
Ketika dia ingat bahwa kasus yang dibicarakannya itu adalah kasus Perusahaan Cemerlang, Esther bertanya dengan hati-hati, "Tuan Afif, jika perusahaan Anda mengadakan pesta pertemuan tahunan nanti, Anda tidak akan menjadikan acara itu hanya sebagai pesta anggur, kan?"
Karena hari ini ia harus mengajukan proposal, ia telah begadang semalaman untuk menyelesaikan proposal tersebut. Jadi, semalam ia hanya tidur sekitar dua jam.