Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
"Theana! Ini telur rebusnya!"
Theana yang baru saja berkemas dengan terburu, segera menghampiri ibunya. Ia mengambil telur rebus berisi doa, telur rebus keberuntungan dari ibunya.
"Semoga harimu diberkati! Diberi keberuntungan, bertemu jodoh." Tiga buah dupa dinyalakan dan dikelilingkan di tubuh Theana bersama mabkhara dari tanah liat yang berisi bunga.
"Apa yang Ibu lakukan?" Theana terbatuk karena asap dari dupa. Ia mengibas-ngibas untuk menjauhkan asap itu dari hidungnya.
"Tak usah membantah. Ini salah satu ritual yang bisa mendatangkan jodoh dan memberimu hari baik, agar diterima kerja. Ibu baru saja mendatangi peramal. Jika sampai akhir tahun kamu tidak kunjung menikah, maka …." Tiba-tiba saja ibu Theana menangis. "Maka kamu akan menjadi perawan tua yang miskin. Huaaaah!" Ibunya menangis tersedu-sedu.
"Bu, bisakah berhenti memimpikan pernikahan? Apalagi melakukan hal konyol seperti ini?" sebal Theana. Ritual aneh tak masuk akal yang hampir setiap Theana hendak pergi, ibunya selalu melakukan.
"Jangan membangkang. Bagaimana jika benar kamu akan menjadi perawan tua?"
Theana hanya memutar kedua bola mata, kesal. "Ya, terserah Ibu saja, lah. Mana telurnya, aku terburu. Bisa telat nanti," pinta Theana. Sang ibu segera memberikan kantong merah dengan tali serut.
"Ingat, ya. Kamu harus segera memakannya!"
"Iya, iya, " jawab Theana untuk mempersingkat waktu. Ia tak ingin datang terlambat demi interview kali ini. Impiannya menjadi seorang desainer, berharap segera terwujud. Perusahaan MG yang begitu didambakannya, penantian lama yang dinanti, akhirnya … setelah tiga kali meletakkan lamaran kerja, Theana mendapatkan panggilan juga.
Sebuah perusahaan mode bergengsi yang begitu terkenal. Theana sudah menunggu-nunggunya. Berharap masa pengangguran di dalam hidupnya segera berakhir.
Ia kini berdiri di halte. Sampai bus yang ditunggu segera tiba. Sayangnya, bus yang sekarang penuh oleh desak-desakan orang. Sampai dirinya nyaris terjatuh.
"Bisa untuk tidak menyentuhku?!" Tiba tiba saja suara lantang seorang pria langsung membuat bengong para penumpang lain. Pria berjas dengan wajah congkaknya. Ia membersihkan tubuhnya, seolah orang-orang yang menempel di tubuhnya itu adalah kotoran.
"Tolong, berikan saya satu kursi!" pinta pria itu lagi, tanpa berperasaan. Ia meminta seorang gadis untuk berdiri, agar dirinya bisa duduk. Gadis SMA itu segera bangun dengan wajah cemberut. Padahal dia yang mendapatkan bangku itu lebih dulu. Kenapa harus mengalah kepada bapak-bapak. Yang bahkan otot lengannya saja dua kali lebih besar daripada otot lengan gadis itu. Dia pasti sanggup berdiri.
Sementara Maxim sibuk mengelap kursi itu, meletakkan sapu tangan di bangku untuk didudukinya.
Theana yang berdiri tak jauh dari Maxim, tak menyukai caranya. Orang dengan penampilan sok berkelas, dan tak bernurani. Ia langsung menepuk punggung belakang.
"Tuan, apa Anda tidak bisa menghargai orang lain?" tegur Theana. Pria itu sama sekali tak menanggapinya. Ia malah langsung menyemprotkan desinfektan yang dibawanya membuat Theana terbatuk.
"Anda sudah gila? Aku bukan serangga!"
"Kamu yang gila! Beraninya menyentuhku! Kamu tidak tahu siapa aku?" sengak pria itu, dengan mata melotot nyaris terlepas dari kelopak matanya. Kembali merapikan bajunya dan menyemprotkan antibiotik spray yang dibawanya, untuk melindungi diri. Bahkan Theana melihat pria itu mengenakan sarung tangan. Theana geleng-geleng kepala.
"Memangnya Anda siapa, Tuan? Bos?" Theana bicara menantang sambil tertawa meledek. Bahunya naik karena kesal, menahan emosi.
"Ya. Aku memang bos! Bos salah satu perusahaan besar. Yang masuk ke dalam 10 daftar perusahaan mode terbaik di Asia. Bagaimana?" Maxim mengangkat sebelah alis dengan kesombongan. Theana menyunggingkan satu ujung bibirnya.
"Haha. Apa kalian percaya?" ucap Theana yang mengundang orang lain untuk ikut memandangi Maxim.
"Orang ini mengaku-ngaku Bos. Padahal kita bisa lihat sendiri, kan? Dia cuma mampu naik bus ekonomi sama seperti kita?" kekeh Theana yang langsung disambut tertawa orang-orang lain. Maxim merasa harga dirinya dipermainkan. Percuma juga meladeni orang-orang di bawah standar sosialnya. Itu membuang waktu. Wanita ini! Ugh! Wanita yang membuat Maxim ingin mematahkan lehernya. Hanya saja, tak cukup banyak waktu untuk dirinya meladeni wanita itu. Ia segera merogoh kantong celana, mengambil ponsel.
"Apa kalian bodoh? Membiarkanku naik bus sendirian? Mana mobil jemputannya?!" geram Maxim. Theana menguping. Lalu tertawa meledek.
"Sudahlah, Tuan. Anda tidak perlu akting jadi orang kaya."
"Haha, sudahlah Nona. Biarkan dia dengan dunia halunya," timpal orang lain di belakang Theana. Theana terbahak.
"Betul juga kata Anda. Biar kan saja dia dengan dunia halunya," kekeh Theana.