Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Pagi yang damai di rumah bangsawan, para pelayan wanita tampak sibuk di suatu ruangan. Mereka menyarankan gaun-gaun mewah yang terpajang cantik di hadapan seorang gadis. Rambut pirang panjangnya sedang disisir pelayan lain di belakang punggungnya. Dia harus memilih satu di antara banyak gaun mewah itu untuk dikenakan pagi ini. Sebuah rutinitas setiap selesai mandi.
"Aku ingin yang berwarna soft pink saja," sebut gadis itu memutuskan pilihannya.
Beberapa menit kemudian dia sudah melangkah turun menghampiri meja makan di mana sudah duduk pria baya di sana. "Selamat pagi, ayah." Nama gadis itu adalah Serene. Memiliki sorot mata yang penuh percaya diri dan senyuman ceria.
"Duduklah," kata ayahnya. Hanya mereka berdua yang duduk di meja makan untuk sarapan bersama. Acara sarapan berlangsung dengan tenang hingga suara ayahnya mengalihkan perhatian Serene untuk mendengar.
"Serene, ada yang ingin ayah bicarakan denganmu." Ayahnya tampak ragu. Tetapi Serene mempersilakan sang ayah melanjutkan ucapannya. "Usiamu sekarang sudah memasuki usia menikah. Ayah berencana menikahkan dirimu dengan kenalan ayah."
"Siapa dia? Apa dia pemuda yang gagah?" Serene penuh harap sembari membayangkan pria tampan. Begitu melihat wajah ayahnya yang murung, Serene merasakan firasat buruk akan terjadi kepadanya.
"Bukan, dia dua puluh tahun lebih tua dari ayah."
"Apa!" kaget Serene. Dia tercengang lebar. Reaksi yang sudah diprediksi sang ayah. Sehingga lelaki baya itu hanya dapat memejamkan mata dengan tenang.
Serene meletakan pisau dan garpunya. Selera makannya jadi menurun drastis. Serene memang tidak masalah jika dijodohkan. Tetapi tidak dengan pria tua yang akan tutup usia dalam waktu dekat. Bahkan dirinya lebih cocok menjadi cucu daripada calon istri. "Kenapa?" Serene bukan gadis bodoh. Keputusan ayahnya tidak mungkin sembarangan.
"Karena ayah memiliki hutang padanya. Jika rumah dan seisinya digadaikan untuk membayar hutang, kita akan tinggal di mana? Ayah tidak sanggup membayangkan hal buruk menimpa kita. Akhirnya saudagar itu meminta dirimu untuk menikahinya maka semua hutang ayah dianggap lunas." Penjelasan ayah sungguh mencengangkan dunia Serene. Sebanyak apa sebenarnya hutang ayahnya ini? Dia tidak pernah tahu beliau memiliki hutang pada seseorang. Well, karena yang dia lakukan hanya bersenang-senang.
"Ayah minta bantuanmu. Bertahanlah dengannya sampai dia meninggal lalu kau akan mewarisi seluruh hartanya. Bukankah kita yang lebih diuntungkan di masa depan?" Bujuk rayu ayahnya terdengar menggiurkan. Tapi Serene yang syok berat jelas menolak permintaan ayah. Impiannya untuk menikah dengan seorang pria gagah dan tampan harus musnah karena pernikahan itu. Tidak, Serene tidak ingin menikahi pria tua meskipun seluruh hartanya akan diwariskan kepada dirinya. Serene memimpikan hidup bersama seseorang yang dicintai lalu memiliki anak dan keluarga bahagia sampai akhir hayat. Persis seperti di buku dongeng. Bagus sekali! Hidup nyatanya tidak seindah dunia fiksi!
"Aku tidak mau menikah dengan pria tua ayah. Titik!" Kemudian Serene meninggalkan meja makan. Dia pergi dengan hentakan kesal.
Ketika malam yang direncanakan tiba, untuk besok pagi upacara pernikahan, Serene sudah mengganti pakaiannya dengan gaun yang lebih sederhana. Pelayan pribadinya menatap dengan khawatir. "Bagaimana jika anda tertangkap, nona?" katanya melihat persiapan Serene tengah malam di kamar.
"Aku tidak akan tertangkap. Seminggu sebelumnya sudah aku perhitungkan semua jalur untuk kabur. Selama tidak menimbulkan kegaduhan, aku akan berhasil menggagalkan pernikahan itu." Serene mengambil kantong koin untuk bekal perjalanan. Dia menyimpannya di saku rok gaun. Satu minggu yang lalu, tepat setelah ayah memberitahu kabar perjodohan itu, Serene tidak bisa tinggal diam. Di otaknya merencanakan kabur dari rumah, lalu keputusan diambil malam ini, beberapa jam sebelum hari pernikahan dia sudah siap pergi ke tempat jauh sampai beberapa hari saja niatnya. Melihat situasi di rumah apakah sudah terkendali atau justru ayahnya mendapat masalah baru. Dia juga sudah melihat calon suaminya saat pertemuan makan malam di rumah. Benar-benar seorang kakek! Serene mana sudi menjadi istrinya.
"Aku akan ikut pergi dengan anda!" tegas pelayan itu tiba-tiba. Membuat Serene hampir tak percaya mendengarnya.
"Eh?? Apa kau serius?" tanya Serene.
Pelayan bernama Emma itu lantas mengangguk mantap.