Tumbuh bersama dari kecil membuat Deriza terjebak dengan perasaan nya terhadap Albert. Namun rencana Albert yang ingin menikahi sepupu Deriza membuat nya dirundung kesedihan. Demi menenangkan hatinya Deriza mengunjungi club' tempat hiburan malam. Niat Deriza hanya ingin mencari ketenangan, namun yang terjadi malah ia terjebak dengan seorang pria yang tak dikenal dan membuat hidupnya berubah. Deriza ingin melupakan yang terjadi pada satu malam itu, tapi rupanya tak semudah yang dibayangkan. Bagaimanakah takdir memberikan jalannya pada Deriza? Akankah Deriza bertemu kembali dengannya? Ataukah melupakan satu malam panjang itu?
"Deriza sampai kapan kamu mau minum, sudah cukup! Hentikan Deriza." Seorang perempuan berjalan dan meraih gelas yang berada di genggamannya. Deriza berdecak kesal lantas meraih kembali gelas tersebut dan meminum segelas wine dengan sekali teguk.
"Aku tidak bisa Starla, kalau mau aku berhenti bicaralah pada Albert untuk membatalkan pernikahan nya dengan sepupu ku yang bermuka dua itu" balasnya.
"Sekali ini dengarkan aku deza, untuk apa mengharapkan dia. Kamu ini seorang Dokter sekaligus penerus di keluarga Nuenza, tak akan susah untuk mu mencari pria yang lebih baik dari bajingan itu. Apa yang kau harapkan dari nya? Hanya seorang manajer rendahan lalu kau tertarik?"
"Kamu tau aku menyukainya sejak kecil, tapi kenapa hanya disuguhkan tubuh bastard itu dia langsung melupakan janjinya pada ku"
Isak tangis nya semakin lama terdengar memilukan.
Oh tuhan, sekarang apalagi yang harus dilakukan Starla. Deriza tampak sangat kacau dan ia tak mungkin membawa Deriza pulang ke rumah. Sebab jika itu terjadi ia hanya akan mengundang bencana pada dirinya sendiri dan juga Deriza. Sebagai asisten sekaligus tangan kanan Deriza, Starla kini harus memutar otak untuk menyembunyikan atasan sekaligus sahabatnya ini.
Tak ada pilihan lain jika membawa Radeza ke hotel akan percuma saja, sebab dalam waktu singkat para bodyguard keluarga Nuenza akan menjemput Deriza dan ia pun akan terseret juga. Starla membawa Deriza ke apartemen yang dibelinya minggu lalu yang seharusnya menjadi kado untuk adik nya. Namun kini alih-alih memberikan pada adiknya justru Deriza lah yang pertama kali ia bawa ke sana.
"Starla, antarkan aku pulang. Aku akan meminta pada kakek untuk melamar Albert untuk menjadi suami ku."
Starla menarik napas panjang, jelas sekali Deriza sudah mabuk berat hingga meracau tidak jelas. Ini Indonesia mana bisa begitu. Belum ada sejarahnya perempuan yang melamar pria, meskipun zaman sudah modern tetap saja tidak bisa seperti itu. Starla hanya bisa menggeleng pelan, ia curiga Albert sudah memberi Deriza pelet yang sangat ampuh sampai mata atasan nya itu pun dibutakan oleh asmara yang ia rasa sedikit menjijikkan.
Starla membopong tubuh Deriza keluar dari tempat hiburan malam itu. Baru saja melangkahkan kaki nya keluar tiba-tiba ponsel Starla berdering, ia merogoh sakunya dan mendapati nama si penelepon adalah adiknya.
"Halo Dir, ada apa?"
'lekas lah pulang, ku mohon." Nada suara di seberang sana terdengar bergetar.
"ada apa memangnya? Kalau hanya membahas mengenai kekacauan yang kau buat, tadi bukankah sudah ku katakan besok aku yang akan menemui guru mu!"
'ini bukan tentang masalah ku, ibu jatuh dari tangga dan pingsan' ucap Dirta histeris.
Seketika wajah Starla memucat. Bagaimana ini, ia juga harus mengantarkan Deriza pulang. Tapi jika memilih mengantarkan Deriza duluan, Starla tak yakin punya cukup banyak waktu untuk menyelamatkan ibunya.
'Kak, kak.. halo kenapa diam saja. Cepatlah! Aku tak tau harus berbuat apa'
"Baiklah tunggu sepuluh menit lagi, aku segera pulang."
Starla mematikan teleponnya dan berpikir ulang, ia tak bisa mempercayai satupun bawahan keluarga Nuenza untuk kondisi seperti ini. Di satu sisi apartemen dan rumah nya juga berlawanan arah. Starla teringat kalau tempat hiburan ini punya kamar untuk pelanggan nya, meskipun tak sebaik hotel setidaknya bisa ditempati Deriza untuk saat ini.
Tanpa banyak berpikir lagi Starla kembali membawa Deriza yang sudah setengah sadar kembali masuk. Ia memesan kamar VVIP yang ada di tempat itu agar keamanan Deriza terjamin aman. Setelah memesankan kamar Starla membawa Deriza menuju kamar yang ia pesan dan membaringkan tubuh Deriza di kasur, namun karena terburu-buru Starla lupa mengambil kunci kamarnya setelah membayar kamar tersebut.
Dengan sedikit berlari Starla kembali ke bawah untuk mengambil kunci, kamar VVIP tersebut berada di lantai tiga sehingga Starla sedikit kelelahan hanya untuk sekedar mengambil kunci dan kembali lagi.
Di sisi lain, dua orang pria keluar dari lift dan berjalan di koridor lantai tiga. Salah satunya berjalan sempoyongan dan satu nya lagi berjalan di samping memapahnya. Dari pakaian yang dikenakan seperti nya ke duanya cukup terhormat, dengan memakai setelan tuxedo.
"Elkan cukup beri tau kamar nomor berapa dan kau bisa lekas kembali."
"Tidak Alden, biar ku antar saja sampai ke kamar."
Alden Renox Quart adalah CEO dari perusahaan MAC Corp. Salah seorang pengusaha muda di umur yang saat ini mencapai usia 27 tahun. Alden anak sulung dari keluarga inti yang ada di keluarga Quart. Sedangkan partner atau bisa dibilang saudara angkatnya yaitu Elkan Alkatiri Quart, merupakan Direktur di perusahaan yang dipegang Alden saat ini. Elkan sendiri adalah anak dari orang kepercayaan ayah Alden yang sudah meninggal demi melindungi ayah Alden. Karena mengenang itu akhirnya Elkan masuk sebagai saudara dan besar bersama Alden.
"Besok kau akan pergi bersama investor ke Bangkok jadi pulang lah. Aku bisa sendiri, besok pagi sekali aku akan minta supir di rumah menjemput. Jadi nomor berapa kamarnya?" Ujar Alden meyakinkan.
"Baiklah kalau begitu, ini kunci nya. Kamar mu berada di ujung nomor 6."
"Hm"
Alden dan Elkan berpisah di tengah koridor. Namun entah mengapa kepala Alden semakin bertambah berat dan merasa kamar yang ia tuju malah semakin jauh. Sungguh saat ini ia membutuhkan istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur, meskipun ia sudah biasa banyak minum dan tetap bisa menjaga kesadaran dengan kata lain meskipun ia banyak minum tidak akan membuatnya mabuk. Namun beda kasus malam ini, karena sebelumnya tadi pagi Alden memang sudah tidak seratus persen fit jadinya saat minum bersama kliennya tadi pusingnya semakin menjadi.
Di lantai tiga sendiri memiliki sepuluh kamar VVIP dan kamar Alden sendiri berada di ujung. Saat masuk ke kamarnya Alden tidak melihat jelas nomor kamarnya dan ia salah memasuki kamar nomor 5. Baru beberapa langkah terdengar pintu kamar dikunci dari luar, Alden tak banyak berpikir mungkin saja Elkan yang membantunya untuk menguncikan pintu.
Alden kembali berjalan menuju kasur dan melompat ke arah kasur king size tersebut. Namun bukannya nyaman ia justru malah mengenai sesuatu yang keras, dan tak lama terdengar suara rintihan.
"Awwss.. Starla, biarkan aku tidur sebentar saja." Racau nya.
Alden mengernyitkan dahinya. Kenapa ada seorang wanita disini? Apakah ini kerjaan Elkan? Tidak mungkin, ia tau betul Elkan meskipun Elkan seringkali menyuruh nya untuk mencari pasangan tapi tak akan mencarikan wanita untuk nya seperti ini.
Terpaksa Alden berjalan kembali untuk keluar, ia memutuskan untuk pulang saja. Akan sangat berbahaya kalau ia dan perempuan itu satu kamar semalaman. Belum lagi sepertinya perempuan tersebut juga tengah mabuk berat.
Namun saat memutar kunci, pintunya tidak dapat terbuka. Oh shit, Alden menyadari dirinya sudah salah memasuki kamar. Dan sekarang harus terjebak dengan perempuan yang tidak dia kenal sama sekali sebelumnya.
"Kau siapa? Dimana Starla? Oh apakah aku bermimpi? Oh god pria di mimpiku ini kenapa sangat tampan melebihi ketampanan Al. Kalau seperti ini mungkin saja aku tidak akan menyukai Al lagi." Ujar Starla yang kini berjalan mendekati Alden.
"Jangan mendekat sialan! Kau mau apa? Aku bisa membunuhmu saat ini juga," ancamnya.
"Oh ayolah aku hanya ingin melihat wajahmu lebih dekat," tambah Deriza.
Dalam hati Alden mengutuk dirinya kenapa harus seperti ini, ia hanya ingin istirahat dan kembali besok pagi tapi malah terjebak dengan wanita mabuk. Deriza juga semakin berani memeluk Alden dan mengalungkan tangannya di pundak Alden. Ini adalah cobaan berat untuk Alden, bagaimana pun juga dia adalah pria normal kan?