Serene kabur dari perjodohan konyol, lalu terjatuh ke dalam galian tanah dan terbangun di dunia asing yang modern. Dominic tidak menyukai wanita, mendadak harus mengurus seorang gadis aneh di rumahnya.
Pagi yang damai di rumah bangsawan, para pelayan wanita tampak sibuk di suatu ruangan. Mereka menyarankan gaun-gaun mewah yang terpajang cantik di hadapan seorang gadis. Rambut pirang panjangnya sedang disisir pelayan lain di belakang punggungnya. Dia harus memilih satu di antara banyak gaun mewah itu untuk dikenakan pagi ini. Sebuah rutinitas setiap selesai mandi.
"Aku ingin yang berwarna soft pink saja," sebut gadis itu memutuskan pilihannya.
Beberapa menit kemudian dia sudah melangkah turun menghampiri meja makan di mana sudah duduk pria baya di sana. "Selamat pagi, ayah." Nama gadis itu adalah Serene. Memiliki sorot mata yang penuh percaya diri dan senyuman ceria.
"Duduklah," kata ayahnya. Hanya mereka berdua yang duduk di meja makan untuk sarapan bersama. Acara sarapan berlangsung dengan tenang hingga suara ayahnya mengalihkan perhatian Serene untuk mendengar.
"Serene, ada yang ingin ayah bicarakan denganmu." Ayahnya tampak ragu. Tetapi Serene mempersilakan sang ayah melanjutkan ucapannya. "Usiamu sekarang sudah memasuki usia menikah. Ayah berencana menikahkan dirimu dengan kenalan ayah."
"Siapa dia? Apa dia pemuda yang gagah?" Serene penuh harap sembari membayangkan pria tampan. Begitu melihat wajah ayahnya yang murung, Serene merasakan firasat buruk akan terjadi kepadanya.
"Bukan, dia dua puluh tahun lebih tua dari ayah."
"Apa!" kaget Serene. Dia tercengang lebar. Reaksi yang sudah diprediksi sang ayah. Sehingga lelaki baya itu hanya dapat memejamkan mata dengan tenang.
Serene meletakan pisau dan garpunya. Selera makannya jadi menurun drastis. Serene memang tidak masalah jika dijodohkan. Tetapi tidak dengan pria tua yang akan tutup usia dalam waktu dekat. Bahkan dirinya lebih cocok menjadi cucu daripada calon istri. "Kenapa?" Serene bukan gadis bodoh. Keputusan ayahnya tidak mungkin sembarangan.
"Karena ayah memiliki hutang padanya. Jika rumah dan seisinya digadaikan untuk membayar hutang, kita akan tinggal di mana? Ayah tidak sanggup membayangkan hal buruk menimpa kita. Akhirnya saudagar itu meminta dirimu untuk menikahinya maka semua hutang ayah dianggap lunas." Penjelasan ayah sungguh mencengangkan dunia Serene. Sebanyak apa sebenarnya hutang ayahnya ini? Dia tidak pernah tahu beliau memiliki hutang pada seseorang. Well, karena yang dia lakukan hanya bersenang-senang.
"Ayah minta bantuanmu. Bertahanlah dengannya sampai dia meninggal lalu kau akan mewarisi seluruh hartanya. Bukankah kita yang lebih diuntungkan di masa depan?" Bujuk rayu ayahnya terdengar menggiurkan. Tapi Serene yang syok berat jelas menolak permintaan ayah. Impiannya untuk menikah dengan seorang pria gagah dan tampan harus musnah karena pernikahan itu. Tidak, Serene tidak ingin menikahi pria tua meskipun seluruh hartanya akan diwariskan kepada dirinya. Serene memimpikan hidup bersama seseorang yang dicintai lalu memiliki anak dan keluarga bahagia sampai akhir hayat. Persis seperti di buku dongeng. Bagus sekali! Hidup nyatanya tidak seindah dunia fiksi!
"Aku tidak mau menikah dengan pria tua ayah. Titik!" Kemudian Serene meninggalkan meja makan. Dia pergi dengan hentakan kesal.
Ketika malam yang direncanakan tiba, untuk besok pagi upacara pernikahan, Serene sudah mengganti pakaiannya dengan gaun yang lebih sederhana. Pelayan pribadinya menatap dengan khawatir. "Bagaimana jika anda tertangkap, nona?" katanya melihat persiapan Serene tengah malam di kamar.
"Aku tidak akan tertangkap. Seminggu sebelumnya sudah aku perhitungkan semua jalur untuk kabur. Selama tidak menimbulkan kegaduhan, aku akan berhasil menggagalkan pernikahan itu." Serene mengambil kantong koin untuk bekal perjalanan. Dia menyimpannya di saku rok gaun. Satu minggu yang lalu, tepat setelah ayah memberitahu kabar perjodohan itu, Serene tidak bisa tinggal diam. Di otaknya merencanakan kabur dari rumah, lalu keputusan diambil malam ini, beberapa jam sebelum hari pernikahan dia sudah siap pergi ke tempat jauh sampai beberapa hari saja niatnya. Melihat situasi di rumah apakah sudah terkendali atau justru ayahnya mendapat masalah baru. Dia juga sudah melihat calon suaminya saat pertemuan makan malam di rumah. Benar-benar seorang kakek! Serene mana sudi menjadi istrinya.
"Aku akan ikut pergi dengan anda!" tegas pelayan itu tiba-tiba. Membuat Serene hampir tak percaya mendengarnya.
"Eh?? Apa kau serius?" tanya Serene.
Pelayan bernama Emma itu lantas mengangguk mantap.
"Baiklah. Kita pergi sekarang."
Emma membawa buntalan kain berisi pakaian. Mereka menyelinap ke luar kamar dengan hati-hati. Seluruh pelayan sudah dipastikan tidur oleh Emma. Jadi mereka dapat bergerak dengan lebih cepat menuju pintu belakang. Karena hanya di pintu belakang yang rahasia dan gelap luput dari penjagaan.
Ada tembok tinggi yang harus mereka lewati di sini. Untungnya Serene sudah mempersiapkan dengan matang. Dia mengambil tangga kayu yang disembunyikan di balik semak belukar lalu satu persatu menaiki tembok. Hingga aksi mereka dipergoki salah satu penjaga rumah. "Siapa di sana!" Teriakannya dapat menarik perhatian penjaga lain yang berkeliaran.
Serene bergegas melompati tembok, disusul Emma yang terburu-buru di belakangnya. Untuk sejenak mereka berhasil keluar dari wilayah rumah. Tetapi dari tikungan lain di luar, Serene melihat penjaga rumahnya yang lain mengejar bersama beberapa temannya. Serena dan Emma berlari sekuat tenaga memasuki hutan yang gelap.
"Aku tidak mengenal para penjaga itu. Siapa mereka?" tanya Serene pada Emma di tengah napasnya yang tersengal.
"Tadi siang aku melihat mereka mulai bekerja di sini. Kudengar mereka adalah penjaga dari calon suami anda."
Serene mencebikan bibir. Pria tua itu sudah mengantisipasi dirinya kabur rupanya. Sungguh merepotkan dalam situasi ini. Sesekali Serene menoleh ke belakang. Para penjaga itu keras kepala. Mereka mengejarnya sampai ke dalam hutan tak peduli gelap atau berbahaya. "Cih! Lari mereka cepat sekali!" keluh Serene.
Tiba-tiba pijakan mereka kosong. Serena tersentak saat mereka ditarik gravitasi di dalam lubang jurang. Jurang? Serene melihat sekilas ini bukan jurang, melainkan jebakan yang biasa dibuat untuk binatang. Sial. Serene menutup matanya takut merasakan sakit saat terjatuh dengan keras di dasar lubang jebakan hewan ini.
***
Seseorang menutup buku tebal di pangkuannya. Dominic mendengus tanpa ekspresi setelah membaca buku itu. Tetapi Harry yang terlihat berdiri di dekatnya justru yang berkomentar mengenai isi buku tersebut. "Sebuah cerita dengan ending mengejutkan bukan? Pada akhirnya gadis itu menikah dengan pria lanjut usia. Benar-benar gadis yang malang."
Harry menggeleng kasihan. Sebelumnya dia sudah membaca penuh isi buku tebal itu. Menceritakan kisah seorang gadis bangsawan di kerajaan Elvalia yang lari dari perjodohan konyol, tapi usahanya sia-sia ketika tertangkap para pengawal yang mengejar. Bukan cerita yang disarankan berakhir bahagia.
Lalu perhatian Dominic teralihkan ke samping jendela. Tampak langit malam menyelimuti seluruh kota. Perlahan dia berdiri dan mendekat ke jendela ketika menyaksikan bintang jatuh di kejauhan sana.
"Menurut orang tua, kalau kita melihat bintang jatuh, sesuatu di luar dugaan akan menimpa kita," kata Harry. Mereka masih di ruang kerja kantor ketika semua karyawan sudah pulang. Sifat workaholic Dominic membuatnya terlambat pulang hari ini. Sedangkan Harry, sebagai asisten pribadinya tetap menemani Dominic sampai diperintahkan untuk pulang.
"Aku tidak percaya. Bintang jatuh adalah meteor luar angkasa dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan pribadi manusia." Dominic bukan tipe orang yang percaya tahayul. Dia hanya percaya apa yang dia lihat dan alami. Harry hanya tersenyum menanggapi.
"Kau boleh istirahat," kata Dominic kemudian. Membuat Harry undur diri dari ruang kerjanya dengan sopan.
***
Buku lain oleh Elga Cadistira dR
Selebihnya