Reagan Adam. Siapa yang tidak mengenal dirinya? Seorang pria kelas atas dengan wajahnya yang rupawan. Dirinya menjadi idaman kaum hawa dari berbagai usia. Namun, siapa sangka di balik wajahnya yang tampan itu menyimpan sejuta sisi gelap yang menjadi dalang di balik sebuah kasus pembunuhan berantai di Kota London. CEO muda itu kemudian di pertemukan dengan seorang gadis penjaga toko bunga. Seorang gadis periang yang menyita perhatiannya sejak pertama kali ia menatap dirinya. Reagan yang awalnya menargetkan Clara sebagai korban yang berikutnya, berubah pikiran begitu saja saat ia menatap pada kedua mata indah milik Clara. Ia kemudian memutuskan untuk menjadikan gadis itu sebagai miliknya. Lalu, apakah Clara akan diam begitu saja? Membiarkan dirinya hidup bersama seorang monster tampan yang bisa membunuhnya kapan saja? "Hidupmu, tubuhmu, semua yang ada pada dirimu adalah milikku, Clara. Tidak ada yang menyentuh ataupun melukainya, termasuk dirimu. Karena kau adalah milikku, milik Reagan Adam,"
Sebuah pagi yang indah di kota London. Pagi dengan matahari yang bersinar cerah namun, teriknya tak terasa menyengat. Sungguh pagi di mana seseorang dianjurkan keluar dari rumah untuk menikmatinya.
Begitu juga dengan Clara William. Seorang gadis cantik dengan rambut hitam sebahu. Ia tampak berjalan santai di sepanjang trotoar seraya menyenandungkan lagu kesukaannya. Sesekali, Clara tersenyum ketika bertemu dengan orang yang tidak sengaja berpapasan dengan dirinya.
Clara menghentikan langkah kakinya di depan sebuah minimarket. Ia kemudian membuka pintu minimarket tersebut lalu masuk kedalamnya untuk membeli beberapa bungkus roti karena ia belum sempat sarapan tadi.
Maklum saja, Clara hanya tinggal sendiri di rumah. Ibu Clara telah meninggal saat melahirkannya, sementara sang ayah mengakhiri hidupnya sendiri diakibatkan depresi yang ia alami.
Clara kemudian diasuh oleh neneknya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Hal tersebutlah yang membuat Clara terkadang tidak sarapan lebih dulu di rumah. Sang nenek yang biasanya memasak sarapan di pagi hari, kini tengah terbaring lemah di rumah sakit.
Bukan Clara tidak pintar memasak atau semacamnya. Hanya saja, semenjak Ny. Emma atau nenek Clara dirawat, gadis itu jadi sering terlambat bangun pagi. Selain itu, ia juga terlalu malas untuk membuat sarapan. Bagi dirinya, membeli sebungkus roti lebih praktis ketimbang harus repot-repot memasak.
Setelah menemukan roti yang ia inginkan, Clara kemudian mengambil sekaleng susu lalu berjalan menuju meja kasir untuk membayar. Gadis itu bersyukur, minimarket pagi ini tidak terlalu ramai. Sehingga ia tidak perlu mengantri untuk waktu yang cukup lama.
"Breaking news! Telah ditemukan sesosok mayat perempuan tanpa busana diduga korban pembunuhan. Terdapat luka sayatan pada leher korban dan beberapa luka tusuk pada tubuh korban. Di duga korban meninggal karena kehabisan darah."
"Lagi? Ini adalah yang ke sembilan di tahun ini. Apa polisi masih belum bisa menangkap pelakunya? Aku semakin merasa tidak nyaman berada di kota ini lagi," ujar seorang kasir perempuan seraya bergidik ngeri.
Bagitupun dengan Clara. Gadis yang berusia 21 tahun itu turut merasa ngeri mendengar berita tersebut. Sudah hampir 6 bulan kejadian keji tersebut berlangsung. Namun, hingga saat ini polisi masih belum bisa menemukan siapa pelaku di balik seluruh pembunuhan berantai tersebut.
"Aku hanya bisa berharap polisi akan segera menemukan pelakunya," ucap Clara lirih.
Kasir wanita itu menatap ke arah Clara serius. "Kau harus berhati-hati, Clara. Aku sering melihatmu pulang sendirian larut malam. Cobalah untuk tidak pulang terlalu malam lagi demi kebaikanmu. Pelakunya masih berkeliaran di sekitar kita."
Clara tersenyum hangat mendengar ucapan penuh kekhawatiran dari kasir wanita itu. Leta, nama kasir wanita itu, adalah teman Clara saat masih di bangku sekolah menengah atas. Karena itu, mereka terlihat akrab.
"Aku baik-baik saja, Leta. Semuanya akan baik-baik saja, tidak perlu mencemaskanku. Kau juga harus menjaga dirimu," ucap Clara mencoba meyakinkan teman lamanya itu.
Leta tersenyum tipis. Wanita itu menganggukkan kepalanya pelan. "Baiklah, ini dia belanjaanmu. Sampai jumpa, Clara."
Clara menganggukkan kepalanya seraya mengambil makanan yang ia beli tadi, tentu setelah gadis itu membayar semuanya. Setelah berpamitan dengan Leta, ia kemudian pergi dari minimarket tersebut.
Sementara itu, Leta memperhatikan Clara dari jendela minimarket yang transparan. Entah mengapa, gadis itu merasa begitu khawatir dengan Clara hari ini, tidak seperti biasanya. Ia merasakan perasaan aneh tentang temannya itu. Sebuah perasaan gelisah bercampur kekhawatiran yang ia tidak tahu apa sebabnya.
"Semoga kau selalu baik-baik saja, Clara," lirih Leta dengan penuh harap.
Di lain sisi, seseorang yang dikhawatirkan oleh Leta, tampak berjalan dengan santai. Ia seperti tidak pernah mendengar berita mengerikan di minimarket tadi. Tanpa rasa takut sedikitpun, Clara melangkah dengan tenang menuju toko bunga milik neneknya.
Gadis itu lagi-lagi bersyukur karena jarak dari rumahnya ke Emma florist tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit jika ditempuh dengan berjalan kaki. Itupun Clara sudah mampir ke minimarket sebelumnya.
Sesampainya, di toko bunga neneknya, Clara langsung saja membuka toko mungil tersebut lalu melakukan pekerjaan yang biasa gadis itu lakukan. Seperti menyapu, menyiram bunga dan pekerjaan lainnya. Setelah selesai, Clara kemudian menyantap roti yang ia beli di minimarket tadi.
"Clara? Kau di dalam, sayang?"
Clara menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara familiar dari luar toko. Gadis itu meletakkan sebungkus roti yang tadi ia pegang di atas meja lalu, keluar untuk memeriksa siapa yang datang ke Emma Florist.
"Ah, selamat pagi, Ny. Wilson," ucap Clara seraya tersenyum senang saat kedua matanya menangkap sosok wanita paruh baya yang mengenakan dress bewarna kuning berdiri di depan toko bunga neneknya. Ia adalah Jane Wilson, istri dari pemilik toko roti yang berada di seberang Emma Florist, toko bunga nenek Clara.
"Selamat pagi, sayang. Bagaimana kabarmu hari ini?"
"Seperti yang kau lihat, aku cukup baik. Kau sendiri bagaimana, Ny. Wilson?" Clara balik bertanya.
Jane tersenyum manis lalu mendekat ke arah Clara. "Sama sepertimu, sayang."
"Dress yang indah. Warna kuning sangat cocok untukmu, Ny. Wilson," puji Clara tulus.
Mendengar pujian dari Clara, membuat Jane seketika tersipu malu. Wanita itu kemudian menatap ke arah lain mencoba menghindari tatapan dari Clara.
"Ny. Wilson?"
"Ah, dress ini adalah pemberian dari suamiku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba membelikanku dress indah ini," jelas Jane yang masih tersipu malu.
"Itu berarti ia sangat mencintaimu, Ny. Wilson," komentar Clara.
"Ah, kau ini. Selalu saja menggodaku. Hentikan itu. Sebaiknya kau memberikanku bunga yang cantik pagi ini," ujar Jane yang sudah tidak tahan lagi digoda oleh Clara.
Clara tersenyum. Wanita itu kemudian mengambil sebuket bunga mawar bewarna merah yang segar lalu memberikannya pada Jane.
"Aku sudah menyiapkannya, untukmu," ucap Clara.
"Apa ini bunga tulip? Adikku sangat menyukai bunga ini. Kau bisa mengantarkan bunga ini kepadanya, Clara?"tanya Jane seraya menunjuk ke arah beberapa tangkai bunga tulip yang tumbuh subur.
"Tentu saja, Ny. Wilson. Aku akan mengantarkannya," jawab Clara.
Jane pergi beberapa menit setelahnya dan Clara segera mempersiapkan pesanan wanita paruh baya itu. Setelah semuanya telah selesai, Clara memutuskan untuk langsung mengantar sebuket bunga tulip segar ke alamat yang telah ditinggalkan oleh Ny. Wilson tadi.
Wanita itu bersyukur karena alamat rumah adik Ny. Wilson tidak terlalu jauh dari toko bunga neneknya. Clara bisa menempuhnya hanya dengan berjalan kaki sekitar 15 menit saja.
Langkah Clara terhenti karena lampu untuk pejalan kaki bewarna merah. Wanita itu memperhatikan ke sekelilingnya. Ada beberapa pejalan kaki yang juga sedang berhenti di dekatnya. Sekitar 5 atau 6 orang dengan jenis kelamin dan usia yang berbeda-beda. Mereka juga memiliki raut wajah yang berbeda-beda. Ada yang tampak cemas dan gelisah. Ada pula yang tampak santai seperti dirinya.
Sekitar 30 detik kemudian, lampu berganti menjadi hijau. Clara dan pejalan kaki lainnya pun bergegas melanjutkan kembali langkah mereka sebelum lampu lalu lintas kembali berganti.
Tanpa Clara sadari, ada seorang pria tampan bermata tajam tengah mengawasinya dari dalam sebuah mobil sedan mewah bewarna hitam. Pria itu terus saja mengawasi gerak-gerik Clara hingga wanita itu lenyap dari pandangannya.
Perlahan sebuah senyum mengerikan muncul di wajah tampan milik pria itu. Sebuah senyum yang jarang sekali bahkan nyaris tidak pernah ia tampakkan. Senyum itu begitu licik dan juga kejam.
"Cantik, cantik sekali. Kau akan menjadi yang berikutnya, nona," ucap pria misterius itu lalu melaju dengan mobil mewahnya.
Bab 1 Chapter 1
04/12/2021
Bab 2 Chapter 2
04/12/2021
Bab 3 Chapter 3
04/12/2021
Bab 4 Chapter 4
04/12/2021
Bab 5 Chapter 5
04/12/2021
Bab 6 Chapter 6
08/12/2021
Bab 7 Chapter 7
08/12/2021
Bab 8 Chapter 8
11/12/2021
Bab 9 Chapter 9
12/12/2021
Bab 10 Chapter 10
16/12/2021
Bab 11 Chapter 11
18/12/2021
Bab 12 Chapter 12
21/12/2021
Bab 13 Chapter 13
26/12/2021
Bab 14 Chapter 14
29/12/2021
Bab 15 Chapter 15
30/12/2021
Bab 16 Chapter 16
31/12/2021
Bab 17 Chapter 17
01/01/2022
Bab 18 Chapter 18
02/01/2022
Bab 19 Chapter 19
22/01/2022