Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Lady Al Rashaed

Lady Al Rashaed

Yooana Pucey

5.0
Komentar
127
Penayangan
5
Bab

"Mendampingi Asher Bolkiah Al Rashaed adalah kemampuan yang tidak mudah untuk menjadi figur yang juga tampil mewakili House of Al Rashaed di kancah dunia dan internasional. Ketika masyarakat luar menatap saya, mereka sedang menatap House of Al Rashaed secara sepenuhnya." Ini adalah tentang Zaura yang mendadak menyandang gelar sang wanita nomor satu di House of Al Rashaed di mana tuntutan kesempurnaan tanpa cela diarahkan kepadanya. - Zaura Mohsen -

Bab 1 Rahasia

OPERASI 5446 ICARUS HAS FALL

Operasi 5446 dinyatakan selesai, agen yang tersisa diperintahkan kembali ke markas dengan segera. Dan Misi Perdamaian Haitin dinyatakan dibatalkan.

***

Dua tahun Yang Lalu

Indonesia, Badan Intelijen Negara - January, 2021

"Zaura Mohsen?"

Ardhiyaksa Pramono, eksekutif Badan Intelijen Negara bergerak mendekati Zaura Mohsen yang sedang termenung di depan jendela lantai delapan markas pusat Badan Intelijen Negara, pria itu telah melihat Zaura seperti itu selama beberapa minggu terakhir ini setelah kepulangannya dari Misi Perdamaian Haitin.

"Ya Pak?"

Zaura menolehkan kepalanya dengan gerakan sangat lambat, wanita itu tidak bereaksi banyak selain hanya menatap pria paruh baya itu dengan pandangan yang cenderung kosong dan tidak memiliki banyak emosi yang terlihat di sana - Ardhiyaksa Pramono sadar kalau wanita itu persis seperti seorang Zaura Mohsen yang dia lihat lima tahun yang lalu, Zaura yang nyaris kehilangan arah hidupnya.

"Dokter Marisa sudah menunggu kehadiran kamu di ruangannya," katanya memberi tahu dengan suara pelan nyaris tidak terdengar, namun untungnya di koridor lantai delapan itu hanya ada mereka berdua.

"Oke," jawabnya singkat sebelum berjalan tanpa menoleh ke belakang menuju sebuah pintu bercat putih yang berada di lorong yang paling ujung.

Wanita itu mendorong pintunya untuk terbuka dan menemukan sebuah ruangan serba putih dan bersih menyambutnya, tidak banyak yang dapat Zaura lihat selain warna putih dan abu-abu bahkan segala perabotan yang ada di dalamnya juga berwarna putih.

"Zaura Mohsen?" tanya seorang wanita yang sedang duduk dibalik meja kerjanya.

Marisa Anika PsyD - adalah sebaris nama yang tertulis di papan akrilik mengkilap yang diletakkan di atas meja kerja wanita itu, dia berdiri untuk menyambut kedatangan Zaura yang kelihatan tidak senang berada di dalam ruangan serba putih tersebut.

"Bisa kita mulai Dokter Marisa?" tanya Zaura tidak ingin berlama-lama berada di ruangan itu.

Dokter Marisa mengangguk, ia begitu paham dengan kerisauan setiap agen lapangan yang baru kembali dari misi, mereka agak takut dan juga gugup mengenai hasil akhir penilaian dari para praktisi psikologis- sepertinya.

Dokter Marisa mengangguk cepat lalu mempersilahkan Zaura untuk duduk di sofa bed yang terlihat nyaman sedangkan wanita itu juga bergerak untuk duduk di kursinya sendiri yang tidak berada jauh dari Zaura.

"Zaura Mohsen, misi terakhir yang kamu lakukan adalah misi perdamaian Haitin saya melihat kamu telah melalui banyak hal sebagai seorang agen intelijen dan-"

"Anda ingin tahu tentang apa yang terjadi di Haitin bukan?" tanyanya memotong dengan cepat perkataan Dokter Marisa.

"Salah satu alasannya ya memang karena hal tersebut," kata Dokter Marisa berkata apa adanya.

Sebagai seorang psikologis untuk Badan Intelijen Negara sudah menjadi tugasnya untuk melakukan penilaian mental terhadap agen intelijen yang baru saja kembali dari misinya untuk mengetahui kesehatan mental mereka.

Zaura adalah salah satu orang yang dipantau secara khusus oleh departemennya setelah misi yang dijalankan wanita itu dinyatakan tidak berjalan sukses apalagi ditambah dengan fakta bahwa wanita itu juga harus kehilangan kedua rekan se-timnya dalam penugasan tersebut membuat beberapa petinggi meyakini kalau mental wanita itu terguncang karena bagaimanapun juga seorang agen intelijen juga manusia biasa.

Zaura menarik nafasnya dengan berat, ada jeda beberapa saat sebelum wanita itu akhirnya membuka mulutnya.

"Malam itu kami sepertinya mabuk berat karena Angelina bilang dia ingin mabuk untuk melupakan pengkhianatan pacarnya," kata Zaura mengawali sesi interogasi yang dibalut dengan sesi konseling.

"Kalian melanggar peraturan ya," gumam Dokter Marisa mencatat sesuatu di block note miliknya.

"Kalian mabuk di dalam rumah peristirahatan?" tanyanya memastikan sekali lagi.

"Ya kami memang melanggar peraturan dan ya itu kami lakukan di dalam rumah peristirahatan, misi kami hampir selesai dan karena alasan itu juga kami mengendurkan kewaspadaan."

Mata Zaura menatap ke depan dengan kosong, tetapi Dokter Marisa tahu kalau wanita itu sedang memaksa memutar kembali ingatan yang dia miliki tentang malam itu.

"Saya tidak tahu apakah saya tertidur, pingsan atau setengah terlelap tetapi ...." suara Zaura tercekat, tangannya terkepal dengan erat dan Dokter Marisa hanya mengawasi semua itu dengan waspada.

"Dini harinya saat saya sadar saya menemukan dua orang telah kaku dan dingin -mereka meninggal mengapung di dalam kolam renang," kata Zaura melanjutkan, ada nada getir di dalam suaranya membuktikan kalau wanita itu sebenarnya tidak baik-baik saja, kehilangan dua rekan setimnya secara bersamaan agaknya menjadi pemicu stresor bagi pertahanan jiwa wanita itu sendiri.

"Dua orang itu adalah kedua rekan kamu, Angelina dan Lusi?"

"Ya itu adalah mereka ...."

Zaura mengatupkan bibirnya rapat berusaha keras menahan dirinya sendiri sebagai bentuk mekanisme pertahanan ego karena perasaan kehilangan, marah dan konflik sekarang bercampur menjadi satu mendominasi batinnya.

"Hari itu saya tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, tidak tahu juga bagaimana mereka bisa berakhir di sana," kata Zaura walaupun sempat berhenti beberapa kali wanita itu berhasil melanjutkan kalimatnya.

"Kamu minum hingga mabuk dan tidak sadarkan diri?" tanya Dokter Marisa, ia mencatat sesuatu di dalam block note.

"Karena saya minum untuk pertama kalinya, saya benar-benar tidak ingat apa yang terjadi malam itu sekuat apa pun saya mencoba untuk mengingat saya tidak tahu," jawab Zaura dengan nada rendah, wanita itu frustrasi karena tidak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan.

"Pasti berat untuk kamu ya?" tanya Dokter Marisa merespons dengan retoris.

Mata sang Dokter lekat memandang segala perubahan yang terjadi kepada Zaura, bagaimana wanita itu tampak begitu kosong tetapi juga terasa dan terlihat baik-baik saja di luar.

Bagaimana wanita itu secara tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan diri dengan menganggap apa yang terjadi padanya akan segera berlalu dan dia akan baik-baik saja.

"Tidak saya baik-baik saja hanya saja ...." Zaura mengelak dengan cepat, matanya menatap Dokter Marisa.

"Katakan yang mengganggu kamu Zaura," ujar Dokter Marisa meyakinkan.

"Bagaimana jika saya mungkin sadar tetapi tidak menyelamatkan mereka kalau mereka benar-benar terjatuh dan tenggelam?"

Bola mata Zaura bergerak-gerak dengan gelisah, wanita itu juga menegakkan tubuhnya dengan postur yang begitu tegang menyadari kemungkinan lain yang terjadi malam itu.

"Atau bagaimana jika saya memang mendorong mereka dan membunuh mereka secara tidak sadar? Saya benar-benar tidak tahu Dokter Marisa, saya sama sekali juga tidak memercayai diri saya sendiri apa yang harus saya lakukan untuk menyingkap keraguan ini?"

"Zaura," panggil Dokter Marisa dengan suara yang begitu tenang wanita itu menutup block note ditangannya dan menatap Zaura sebagai gantinya.

Zaura mendongak dan balik menatap wanita tersebut dengan pandangan yang begitu kosong yang dapat dipahami oleh Dokter Marisa.

"Saya dengar sejak kamu kembali dari misi kamu tidak pernah hadir dalam sesi konseling kesehatan dan keagamaan right?"

"Ya," jawab Zaura cepat, dia memang tidak pernah menghadiri satu pun konseling yang diatur oleh markas. Dia hanya - bukan orang yang taat, ya dia memang penuh dengan dosa.

"Jika saya mengatur konseling-konseling itu lagi untuk kamu saya yakin kamu tidak akan tergerak untuk melakukannya seperti sebelumnya," gumam Dokter Marisa setengah memberikan sarkasme kepada wanita itu.

"Ya."

"Bagaimana kalau begini Zaura, bagaimana jika kamu mengambil jeda, maksud saya jeda untuk mengambil misi yang berisiko tinggi terlebih dahulu? Saya dengar Pak Ardhiyaksa sebelumnya telah menawarkan penempatan di KJRI Dubai kepada kamu bagaimana jika kamu mengambil itu?" tanya Dokter Marisa menyebutkan salah satu Consulate General of the Republic of Indonesia di negara timur tengah.

"Kalian membuang saya karena misi saya gagal dan dua rekan saya terbunuh kalian sama saja!" kata Zaura dengan sinis.

"Tidak ada yang membuang kamu Zaura," Dokter Marisa berkata dengan sabar, wanita itu tahu bagaimana anti-nya Zaura dengan misi-misi remeh - dan tentu saja penempatan di negara timur tengah adalah salah satu hal yang Jane hindari, alasannya rumit dan Marisa tidak ingin menyinggung hal itu ke permukaan mengingat kalau kondisi psikis Jane tidak stabil.

"Penempatan kamu di KJRI Dubai tidak seburuk itu dan semudah kelihatannya hingga kamu dapat memandangnya sebelah mata Zaura dan juga setidaknya kamu harus mulai menerima segala hal dengan lapang dada tentang apa yang terjadi ...."

"Baik di masa lalu kamu dan juga apa yang terjadi sekarang," kata Dokter Marisa dengan bijak.

Melupakan masa lalu? Zaura tersenyum sinis, wajahnya begitu masam dan ketidaksukaan menghiasi wajahnya.

Jangan berharap semudah itu!

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku