Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Bab 1.
"Kita hendak ke mana Van, kenapa baju Ibu di masukkan semua ke dalam plastik?" tanya Ibu sambil terbata-bata.
"Kita pindah ke kontrakan baru, Bu! Kita sudah di usir dari sini sama menantu Ibu," sahut Ivan.
Sambil terseok-seok Ibuku berjalan di tuntun oleh Ivan. Di luar, sebuah mobil pik-up sudah menunggu untuk membawa Ibu dan barang-barangnya.
"Kau bilang sama suamimu, kalau nanti dia mati, ku ludahi mayatnya. Dasar kalian anak durhaka," bentak adikku.
"Nanti kalau kau berumah tangga pasti merasakan seperti aku ini. Pilih istri atau orangtuamu," ucapku lirih.
Waktu itu hampir Magrib, ketika Ibu dan adikku meninggalkan rumah yang ku tempati ini. Aku terdiam, hatiku terenyuh melihat Ibu sudah duduk di dalam mobil pengangkut barang. Terdengar suara mesin mobil di hidupkan, perlahan mobil itu pun pergi dan menjauh. Aku masuk ke kamar lalu mengunci pintu dan menangis sejadi-jadinya. "Ibuuu ... maafkan akuuu."
🌷🌷🌷
Aku Nayla, seorang ibu rumahtangga beranak tiga. Aku tiga bersaudara, adikku keduanya laki-laki. Otomatis aku anak perempuan satu-satunya harapan Ibu. Tapi aku tak pernah berhasil membahagia kan Ibu. Sejak aku menikah dengan suamiku bernama Beni, Ibu tinggal bersama adikku, dengan mengontrak sebuah rumah kecil. Ivan dan Dery yang bergantian mengurus dan membiayai semua kebutuhan Ibu. Sedangkan aku susah payah menyisihkan sisa uang belanja agar bisa ku tabung. Niatnya untuk meringankan biaya Ibu, biar adikku bisa menabung untuk masa depannya.
Sudah setahun belakangan ini, Ibuku mulai lemah tubuhnya. Terserang strock ringan. Jalannya pun tertatih-tatih. Matanya mulai rabun efek dari gula darahnya yang tinggi. Kami anaknya sudah berusaha membawanya berobat ke dokter dan meminumkan ramuan yang bisa menetralkan penyakitnya. Karena Ibu mulai sakit-sakitan, ku bujuklah Bang Beni suamiku ini, agar mengizinkan Ibu tinggal bersama kami. Sedangkan adikku tetap tinggal di kontrakkan. Awalnya ia diam saja ku ajak berbicara. Setelah tiga hari menunggu jawabannya, barulah ia mengizinkan Ibu tinggal bersama kami.
Alangkah senangnya hatiku. Sejak menikah, ini yang ku inginkan. Bisa membawa dan mengurus Ibu. Setelah punya anak tiga barulah bisa terwujud. Awalnya semua baik-baik saja. Ibuku merasa senang, rame katanya di rumahku. Bisa lihat aku dan cucunya bermain.
Biasanya di kontrakkan ia merasa sendiri, sedih tak ada teman ngobrol. Sedangkan adikku bekerja dari pagi hingga malam. Sebulan tinggal bersamaku, kok tubuh Ibu semakin lemah, aku merasa khawatir, apakah Ibu merasa tertekan, atau memikirkan sesuatu.
Ternyata ia kangen dengan kedua adikku. Tak sanggup bila tak melihat mereka. Setiap sore di tunggunya adikku datang untuk menjenguk. Lalu ku telfon adikku, agar datang ke rumah. Adikku kaget melihat kondisi Ibu yang tambah lemah. Jadi kami anak-anaknya berinisiatif agar besok membawanya ke rumah sakit untuk periksa tensi dan kadar gula darahnya.
🌷🌷🌷
Keesokan paginya, adikku Ivan dan Dery datang ke rumah. Kebetulan hari ini mereka libur kerja. Setelah memandikan dan memberi Ibu makan. Ku beritahu ke Ibu kalau ingin membawanya berobat ke rumah sakit, biar sembuh tak lemas seperti ini. Ia pun menyetujuinya. Aku minta izin ke Bang Beni untuk membawa Ibu berobat. Dia diam saja tak menjawab. Aku pun berlalu darihadapannya. Anakku tak ada yang ikut, karena yang sulung sudah bisa menjaga adiknya. Lalu aku memesan taksi online. Kami bertiga pun pergi ke rumah sakit. Di dalam taksi Ibu bertanya.
"Kita hendak ke mana? Pinggang Ibu udah sakit nih, dari tadi tak sampai juga!" tanyanya.
"Bentar lagi sampai Bu, itu belok ke sebelah kanan, sudah nampak dari jauh rumah sakitnya," jawabku menenangkan hatinya.
"Kok tangan Ibu dingin dan gemetar? Ibu tak usah takut, kita cuma periksa saja, bukan di suntik," hiburku
Ivan pun ikut nyeletuk, "tapi Ibu ingin jalan-jalan lagi. Harus sehatlah jangan lemah seperti ini," ledeknya.
Sesampainya di rumah sakit, adikku meminta kursi roda untuk Ibu. Kemudian memapah Ibu turun dari taksi, lalu mendudukannya di kursi roda. Perawat menyambutnya di depan pintu masuk, lalu membawa Ibu ke ruang UGD. Aku dan adikku pun bingung. Ibuku kan tidak sakit parah, kenapa di bawa ke ruangan itu. Alasannya wajah Ibu terlihat pucat pasi. Perawat itu khawatir lalu memeriksa tensi Ibu.