DEWASA AREA!!! Lilyana Maranatha dianggap sebagai istri pajangan oleh suaminya, Richardo Maliando Wayne. Bahagia dan cinta yang didambakannya setelah menikah ternyata hanya angan belaka. Lelaki itu memperlakukannya dengan buruk. "Jangan karena kamu kuanggap sebagai pajangan di dalam rumah ini, bukan berarti tubuhmu akan kuabaikan." Lily tidak mengerti dengan jalan pikiran Richard. "Kamu membenciku tapi kamu malah menyukai tubuhku." Kisah cinta yang berjalan sejajar dan tidak menemukan titik temu. Lily dengan dunianya dan Richard dengan segala pekerjaannya. Sebulan sekali Richard kembali ke rumah, pada setiap kepulangannya Lily senantiasa mendapatkan sakit baik tubuh maupun hatinya. Akankah kehangatan dalam rumah tangga mereka terjadi? Bilamana kasih yang akan terjalin? Ataukah perpisahan yang menjadi jawabannya?
Suara gemuruh petir memenuhi cakrawala. Hujan deras sudah melanda kota Morba sejak pukul tujuh malam. Tampak seorang wanita meringkuk di king size sambil memeluk guling. Ia setengah sadar karena sempat terjaga ketika gemuruh petir sebelumnya.
Ceklek!
Pintu kamar seketika terbuka. Seorang lelaki yang sempoyongan langsung berjalan menuju ranjang. Disibaknya selimut yang menutupi tubuh wanita itu lalu mencumbuinya dengan kasar.
Seketika wanita itu terjaga. Matanya langsung membelalak kaget mendapati seorang lelaki dengan aroma alkohol yang tajam sudah menindih tubuhnya. Jantungnya berdetak cepat karena rasa terkejut sekaligus takut. Wanita itu berusaha memberontak agar terbebas dari kurungan itu.
Perlahan gerakan wanita itu terhenti setelah menyadari siapa lelaki itu. Lilyana Maranatha sudah empat kali mengalami hal serupa. Bahkan waktunya hampir sama. Sejak menikah setahun yang lalu, suaminya jarang kembali ke rumah. Dan kini lelaki itu kembali dalam keadaan mabuk dan bertindak liar di atasnya.
"Hey Bitch."
Kalimat yang sering kali didengar Lily ketika sang suami perlahan membuka kancing baju tidurnya. Lily hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan menahan muak dalam hatinya. Karena kancing yang dibukanya terasa sulit, sang suami langsung menariknya dengan kasar sehingga kancing baju itu berhamburan di atas ranjang. Tersisa bra hitam di tubuhnya.
"Hentikan, Richard!" Lily dengan nada tegas.
Perkataannya bagaikan angin lalu. Richard bahkan tidak menatap lembut wajah istrinya. Lelaki itu dengan segala nafsunya sedangkan Lily yang tidak menginginkan hal itu terjadi.
Pasangan lain akan sama-sama menyukainya. Melakukan adegan itu di atas ranjang hingga mencapai kenikmatan bersama. Tidak dengan Lily, yang dirasakannya hanyalah sakit di tubuh dan juga hatinya.
Richard mulai melakukannya dengan kasar. Meremas kuat dua gunung kembar yang kenyal di dadanya. Lily langsung mendesah, bukan karena kenikmatan tetapi kesakitan. Jemari Richard perlahan mulai bermain di bagian ujungnya. Lily menggigit bibir bawahnya dan menatap nanar wajah samar-samar Richard di tengah kegelapan kamarnya.
Napas lelaki itu memburu dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Udara di kamar Lily yang sebelumnya dingin, kini mulai terasa panas seiring dengan gairah bercinta yang tercipta dari Richard dan Lily yang diam tak bergeming ketika diperlakukan demikian.
Richard menghentikan gerakan tangannya di dada Lily. Ia menatap sejenak wajah wanita yang juga menatap netranya dengan tatapan sayu. Sorot mata wanita itu seakan menyimpan ribuan luka dan mampu menyayat hati Richard.
"Jangan karena kamu kuanggap sebagai pajangan di dalam rumah ini, bukan berarti tubuhmu akan kuabaikan. Mendesahlah, Bitch." Nada dingin lelaki itu mampu membekukan seluruh pikiran Lily. Kilat yang menyala sekilas menampilkan wajah Richard. Lily segera memalingkan wajahnya ke samping dan mengabaikan permintaan suaminya. Richard bahkan tidak mencium wajah ataupun bibirnya. Lelaki itu menganggap kotor wanita yang kini dalam kurunganny.a itu. Namun, Richard tidak bisa menahan hasrat kala melihat leher jenjang Lily, segera ia mendaratkan kecupan di sana. Menyesap sembari merasakan titik nadi di kulit lembut. Lidah lelaki itu mulai bermain dan menari hingga ke tengkuk wanita itu.
Desahan pelan keluar dari mulut Lily. Ia bisa menahan rasa yang lainnya namun titik lemahnya berada di bagian tersebut. Mendengar desahan manja dari istrinya Richard mulai membabi buta dan tidak dapat mengontrol dirinya lagi. Ia segera melepaskan semua pakaian yang dikenakan istrinya. Setelah Lily tanpa sehelai benang pun yang menutup dirinya, Richard segera membuka pakaiannya sendiri.
Napas Richard seketika terjeda, ia menahan gelora dan gairah yang berkecamuk di dadanya. Ia memang tidak peduli pada istrinya ini namun tidak dengan tubuh indahnya. Dadanya berdesir mengharuskannya untuk segera menikmati tubuh indah itu.
Richard langsung membenamkan wajahnya di atas dada Lily. Menyesap dan mencium bagian kiri dan kanan bergantian. Lily hanya bisa menutup matanya dan menggigit bibir serta menahan sakit akibat ciuman Richard yang terlampau kuat.
"Ahhh..." Lily sekali lagi melepaskan desahannya ketika bibir lelaki itu menyentuh puncak dadanya. Richard mulai menghisap, menggigit kecil payudara selembut kapas tersebut. Tangan kiri lelaki itu mulai bermain liar di puncak dada bagian satunya.
Tidak diketahui lelaki itu jika Lily sangat menderita dan muak mendapat perlakuan seperti itu. Sedangkan Richard sudah tidak tahan dengan rangsangan yang ada pada dirinya.
Lily terperanjat kaget ketika merasakan sesuatu yang tumpul menyentuh bagian inti tubuhnya. Merasakan penyatuan yang cukup sakit, Lily lagi-lagi menggigit bibir bawahnya. Setelah ini ia akan menderita, menahan sakit yang luar biasa akibat gairah liar yang tidak terkontrol dari lelaki yang menganggapnya sebagai pajangan.
"Shit!" Richard seketika memejamkan mata dan mengernyit tajam serta menahan napas seiring dengan gerakan mendorong dan memaju mundur. Ia kembali merasakan kenikmatan yang luar biasa setelah tiga bulan tidak dirasakannya. Lelaki itu merasa kenikmatan yang mampu membuatnya melayang dan merinding.
Bagi Lily, melakukan hubungan yang tidak didasari rasa cinta yang jadi pemenang adalah Richard. Yang diinginkannya adalah ikatan batin juga ikut menyatu bukan hanya nafsu birahi. Lily hanya bisa terdiam sembari air mata mengalir di pipinya, membiarkan Richard menghujam keluar masuk benda pusakanya terus menerus dan kasar. Sampai pada puncak kenikmatan lelaki itu, Lily akhirnya bernapas lega dan terbebas dari kurungan.
Setelah mendapat kenikmatannya, Richard langsung tertidur. Sedangkan Lily dengan menahan sakit dibagian kewanitaannya, ia berusaha turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi dengan terseok-seok. Sepertinya akan terasa pedih ketika terkena air nanti.
Di bawah guyuran air hangat, Lily menangis memeluk lututnya sendiri. Mimpinya menikahi orang yang dicintainya ternyata hanya sebatas angan. Kini ia terjebak dalam kisah rumah tangga yang lara.
"Jangan sampai lupa untuk minum obat." Baritone berat dan dingin terdengar dari balik shower room. Lily yang sedang meratapi nasibnya seketika tersadar dan langsung mengusap air mata yang sudah tercampur dengan air biasa itu. Ia mengambil handuk lalu membungkus tubuhnya.
Richard terlihat sedang berendam di bathub. Kedua tangan memegang sisi bathub dan matanya terpejam. Lily enggan untuk menyapa dan terus berjalan menuju wastafel lalu mengambil hair drayer dan mengeringkan rambutnya.
"Benda itu sangat bising." Lelaki itu biasanya enggan berbicara namun malam ini dia begitu cerewet. Lily tidak memedulikan ucapan suaminya. Ia tidak bisa melanjutkan tidurnya jika rambutnya masih basah.
PRANGG!!
Bunyi tempat pengharum ruangan ketika mengenai dinding. "Apakah kamu tuli? Hah!" Richard dengan mata elangnya menatap tajam wanita yang membeku di depan cermin. Lily dapat melihat raut marah dari suaminya. Masih dengan mulut terkatup, wanita itu segera mencabut colokan hair drayer dan keluar dari kamar mandi.
"Huahhh..." Lily menghembuskan napasnya kasar. Ia meletakkan hair drayer di atas meja riasnya dan mulai merapikan tempat tidur yang berantakan akibat pergulatan Richard sebelumnya. Ia menatap nanar ke pintu kamar mandi di mana lelaki itu masih berada di dalamnya. Lily mengambil hair drayer-nya dan keluar dari kamar itu.
"Tidak ada yang bisa menghancurkan dirimu selain mental dan pola pikirmu sendiri." Kata-kata yang keluar dari mulut Lily untuk menguatkan diri sendiri agar tidak menjadi gila dan depresi akibat perlakuan suaminya. "Dia boleh kejam padamu tapi duniamu bukan hanya tentangnya."
Dalam hati Lily berharap, mengharapkan sebuah kemungkinan Richard sedikit lembut padanya. Tidak menganggapnya pajangan ataupun deretan guci di dalam rumah mewah itu. Ada namun tak dianggap.
"Bagaimana aku akan menganggapmu sebagai suami jika kita berdua tidak lebih dari dua orang asing yang terpaksa mendekat?"
Buku lain oleh Kakarlak
Selebihnya