Tak ada yang tahu dengan perasaan aneh Sebastian Sachdev Rendra yang jatuh cinta pada adiknya sendiri. Dan, tak ada yang tahu pula, jika Elvina bukanlah anak kandung dari orang tua Bastian. Alias Bastian juga bukan kakak kandung Elvina. Perasaan itu terus menggunung seiring jalannya waktu yang ia habiskan bersama Elvina. Hingga suatu hari, Luna, sang mama tak sengaja membaca diary milik Bastian. Semuanya berisi tentang Elvina.Tentang ia jatuh hati pada adiknya sendiri. Pada akhirnya, Luna pun menyampaikan bahwa Elvina bukanlah adik kandungnya. Bastian tentu senang mendengar itu. Namun, bagaimana dengan Elvina? Sementara perempuan itu sangat menyayangi Bastian sebagai kakak yang selalu melindunginya. Rahasia itu harus disembunyikan dari Elvina. Sampai waktunya tiba, orang tuanya akan mengatakan yang sebenarnya. Akankah Elvina membalas cintanya Bastian. Atau memilih tetap jadi adiknya walau hanya sebagai adik angkat?
Di pagi hari yang cerah membuat Elvina merasa semangat berangkat kuliah hari itu. Dengan tergesa-gesa melangkahkan kakinya di atas anak tangga membuat kakinya tersandung namun masih beruntung. Ada Sebastian sang kakak yang menopangnya.
"Makanya hati-hati kalau jalan tuh, Dek!" omel Bastian kemudian.
Pria itu menarik tangan Elvina menuruni anak tangga kemudian mendudukkannya di kursi ruang makan. "Sarapan dulu, habis itu berangkat bareng."
"Iyaaa. Emang dari orok juga kayak gitu."
Bastian kemudian mengacak rambut adiknya sambil mengulas senyumnya. "Pinter!"
Perempuan itu menyunggingkan bibirnya kemudian menyapa orang tuanya yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Tadi Mama dengar El teriak. Kenapa, Nak? Digendong tiba-tiba lagi, sama Kakak?" tanya Luna, sang mama.
"Nggak, Ma. Tadi El jalannya buru-buru terus kesandung sama kakinya sendiri. Hampir aja jatoh kalau nggak ada Bastian," ujar Bastian menceritakan kenapa Elvina berteriak tadi.
"Ooh. Hati-hati, Sayang. Bisa cedera lho kalau jatoh dari tangga. Gak bisa kuliah dan ketinggalan banyak pelajaran. Gak bisa ketemu sama pacar juga."
Mendengar kata 'pacar' membuat Bastian merasa canggung. Entah kenapa dia tidak suka jika Elvina memiliki pacar. Rasa cemburunya sangat kuat jika Elvina dekat dengan pria lain.
Padahal, Bastian ingin membebaskan adiknya untuk memilih siapa yang menurutnya paling cocok untuk dijadikan pendamping hidupnya.
"El gak akan pernah punya pacar sampai kapan pun kalau Kak Bastian masih ikut campur."
"Kok Kakak sih? Emang Kakak ngapain cowok kamu?"
Elvina mengangkat bahunya kemudian menghela napas kasar. "Pokoknya, kalau El punya pacar, nggak akan awet. Biang keroknya ada di Kak Bastian. Selalu ikut campur urusan percintaan El. Semuanya diajak gelud kalau nggak adu kecerdasan. Mana ada yang berani coba."
Lantas kedua orang tua itu tertawa mendengar ucapan anak bungsunya itu.
"Itu artinya Kakak ingin kamu punya pacar yang lebih pintar dari kamu. Dan nggak ada yang bisa nandingi kepintaran kamu kecuali Kakak sendiri," ujar Luna berasumsi.
Uhuk! Uhukk!!
Tiba-tiba Bastian terbatuk saat mendengar Luna bicara seperti itu. Elvina segera memberi segelas air putih pada sang kakak yang tersedak makanan itu.
"Hati-hati napa makannya, Kak." Elvina menepuk-nepuk punggung kakaknya itu.
Bastian menatap orang tuanya dengan tatapan mencurigakan. Seolah tahu dengan perasaannya yang tidak biasa itu. Ada rasa mengganjal dalam diri Bastian pada Elvina. Dia mencintai adiknya itu. Adik kesayangan satu-satunya perempuan yang sangat dia sayangi setelah mamanya.
Namun, rasa sayang itu bukan sayang pada adik. Melainkan menyayanginya sebagai wanita. Itulah kenapa Bastian ingin sekali membuang perasaan itu karena tak ingin orang tuanya tahu dan kecewa padanya.
"Yuk Dek, Berangkat. Udah jam setengah delapan. Kakak ada kelas di jam sembilan nanti," ajak Bastian pada sang adik.
Yang kemudian kedua orang itu pamit pada orang tuanya berangkat ke kampus. Bastian melanjutkan S-2 nya di kampus yang sama dengan Elvina. Ia ingin terus memantau sang adik agar tidak terjadi hal-hal yang membuatnya murka.
Setelah keduanya keluar dari rumah itu. Luna memegang paha suaminya sambil menatapnya dengan tatapan pasrah.
"Ada apa lagi, Ma? Karena Bastian melihat Elvina seperti wanita, bukan adiknya?" tanya Edwin. Seolah tahu apa yang tengah dipikirkan istrinya.
Luna menghela napasnya dengan kasar. "Mama menemukan secarik kertas di tong sampah Bastian, Pa. Dan isinya adalah, 'aku mencintai adikku sendiri. Tolong hapus perasaan itu untuk dia, Tuhan. Aku tidak mau Mama dan Papa kecewa padaku.' Kita harus gimana, Pa?"
"Kasih tahu Bastian, tapi Elvina jangan dulu. Kasihan juga anak kita terjerat oleh perasaannya yang seharusnya tidak pernah terjadi dalam diri Bastian."
Luna mengangguk. "Mama mengkhawatirkan kondisi Elvina jika tahu yang sebenarnya, Pa. Gimana kalau nanti dia kecewa dan marah pada kita dan juga Bastian? Mama nggak mau kehilangan anak bungsu Mama. Mama sangat menyayangi Elvina."
Edwin mengusapi bahu istrinya itu. "Oleh karena itu, kita harus memberi tahu Bastian. Pastikan lagi perasaannya, apakah benar mencintai Elvina atau hanya perasaan biasa saja. Jika benar Bastian mencintai Elvina, mau gak mau kita harus mengikuti maunya anak kita, Ma.
"Biarkan Bastian menyimpan perasaan itu hingga tiba waktunya El tahu jika dia adalah anak angkat kita."
Luna sudah hilang arah. Sudah bertahun-tahun Luna mencurigai gelagat aneh Bastian akhirnya tahu jika anaknya benar-benar mencintai Elvina, adiknya sendiri. Walaupun hanya sebagai anak angkat, namun Elvina sudah diasuh oleh Luna dan Edwin sejak usianya baru delapan bulan. Masih belum tahu apa-apa, juga orang tuanya yang sudah meninggal akibat kecelakaan maut.
Di kampus, Bastian menggenggam tangan Elvina agar masuk ke dalam kelasnya karena tak ingin adiknya itu keluyuran tidak jelas. Elvina yang sudah tahu betapa possessive-nya Bastian padanya, hanya bisa menuruti apa maunya kakaknya itu.
"Belajar yang bener, sebentar lagi mau KKN habis itu kejar skripsi. Kejar cita-cita kamu. Banggakan Mama, Papa dan Kakak. Okay?"
"Iyaa Kakak Bastian yang paling ganteng, bawel, cerewet ... tapi ngangenin, hehehe." Elvina menerbitkan senyum manisnya hingga membuat wajah pria itu memerah.
Namun segera ia bangun dari alam bawah sadarnya. "Ya udah, jangan melamun. Kalau dosen lagi nerangin, perhatiin. Okay?"
Elvina mengangguk. Ia melambaikan tangannya pada Bastian yang akhirnya keluar dari dalam kelas itu. Elvina mengembungkan pipinya, menatap punggung sang kakak yang semakin mengecil kemudian hilang dari pandangan.
"Napa, El?" tanya Tamara. Teman sekaligus partner curhat Elvina. "Katanya putus lagi ya, gara-gara Chiko nggak bisa jawab rumus logaritma yang dikasih Babas ke dia?"
"Hooh. Punya abang satu gilanya minta ampun. Syaratnya aneh-aneh. Ada yang bisa jawab pertanyaan Kak Bastian, gak bisa taekwondo. Dahlah. Nasib jomblo emang udah mandarah daging dalam tubuh gue!"
Tamara lantas terkekeh mendengarnya. "Sesayang itu yaa dia sama elo. Udah bukan ke adik, tapi lebih ke pacar. Possessive dan sangat membatasi elo buat berbuat macam-macam."
"Macam-macam apaan, Tamara? Pulang di atas jam sepuluh aja udah diteleponin nanya masih di mana."
"Yaa itu, El. Dia nggak mau elo kenapa-kenapa dan berbuat macam-macam. Padahal, ke bar aja gak pernah kita yaa. Paling mentok bioskop. Itu juga masih dibuntuti Bastian and the gang."
Elvina mengangguk. "Gimana sama Kak Riko? Lancar, pendekatannya?"
Tamara mengangguk antusias. "Kakak lo yang comblangin gue mati-matian sama Riko. Dan, berhasil. Hebat bener emang kakak lo itu. Dia punya pacar nggak sih, El?"
Elvina menggeleng pelan. "Dia ada bilang, dia suka sama seseorang yang mungkin tidak akan pernah dia miliki selamanya. Hanya bisa memendamnya dan semoga rasa itu segera terhapus dalam dirinya. Dia nggak mau terjebak dalam cinta tepuk sebelah tangan itu."
Tamara mengangguk paham. "Siapa pun itu, semoga orangnya segera peka dan bisa membalas cintanya kakak lo yang ganteng dan baik hati itu. Idola kaum hawa, tapi dia cintanya cuma orang itu. Definisi cowok yang akan setia sama pasangannya tuh."
"Udah pasti. Sama adeknya aja sayang pake banget. Selalu menjadi prioritas utamanya. Selalu ada saat dibutuhkan. I love him full and forever pokoknya."
"Cinta? Lo cinta sama kakak lo? Gilak! Dunia kiamat kalau elo cinta sama kakak elo sendiri, Elvina!"
Perempuan itu lantas memutar bola matanya dengan malas. "Gak paham definisi cinta dan sayang sama kakak sendiri lo, Ra."
"Iyaa, iyaaa."
Bab 1 Mencintainya
18/08/2023
Bab 2 Bukan Anak Kandung
19/08/2023
Bab 3 Fokus Mencintai Sang Adik
19/08/2023
Bab 4 Bukan Salah Bastian
19/08/2023
Bab 5 Rasa yang Bercabang
19/08/2023
Bab 6 Sakti Membuat Onar
19/08/2023
Bab 7 First Kiss
19/08/2023
Bab 8 Selamanya hanya Elvina
19/08/2023
Bab 9 Apa Kamu Menikmatinya
19/08/2023
Bab 10 Lanjut Kuliah di Luar Negeri
19/08/2023
Bab 11 Pengakuan Bastian
19/08/2023
Bab 12 Hilangnya Elvina
19/08/2023
Bab 13 Kecelakaan
19/08/2023
Bab 14 Kondisi Elvina
19/08/2023
Bab 15 Tidak akan Diberi Maaf!
19/08/2023
Bab 16 Tak Mudah untuk dimaafkan
19/08/2023
Bab 17 Minta Maaf
19/08/2023
Bab 18 Akan Menjaga Kamu Seumur Hidupku
19/08/2023
Bab 19 Bukan itu Maksud Mama
19/08/2023
Bab 20 Sudah Tahu Semuanya
19/08/2023
Bab 21 Permintaan Elvina
24/11/2023
Bab 22 Pertanyaan Elvina
24/11/2023
Bab 23 Tidak Percaya Diri
25/11/2023
Bab 24 Jawaban Cinta Elvina
27/11/2023
Bab 25 I Love You
27/11/2023
Bab 26 Siap Mendonorkan Matanya
28/11/2023
Bab 27 Kiss in Bed
28/11/2023
Bab 28 Keep Positif Thinking
29/11/2023
Bab 29 Cinta Pertama dan Terakhir
29/11/2023
Bab 30 Selamat Jalan
30/11/2023
Bab 31 Akan Bisa Melihat lagi
30/11/2023
Bab 32 Menyentuh Pertama Kalinya
30/11/2023
Bab 33 Kedatangan Bagas
02/12/2023
Bab 34 Rasa yang Menggebu
02/12/2023
Bab 35 Belum Move On
03/12/2023
Bab 36 Selalu Bersama Selamanya
03/12/2023
Bab 37 Berkunjung ke Makam Orang Tua Elvina
03/12/2023
Bab 38 Will You Marry Me
06/12/2023
Bab 39 Hanya Berdua
06/12/2023
Bab 40 Mau punya Anak Berapa
07/12/2023
Buku lain oleh Senja Berpena
Selebihnya