Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Kaluna melangkah memasuki ruangan dan terpaku sejenak saat mendapati seorang pria muda dengan rambut hitam pendek dan kacamata berbingkai persegi sudah duduk menunggunya dengan pandangan seakan menghakimi.
“Kaluna Demetria?” tanya si pria dengan nada dingin seperti es. Punggung pria muda yang lebar itu sedikit melengkung ketika dia duduk di kursinya dan kedua mata tajamnya seakan menghakimi Kaluna untuk sebuah kesalahan yang tidak pernah bisa dimaafkan.
Kaluna sendiri kaget dengan atmosfer di ruangan yang terasa begitu berbeda, ditambah keberadaan pria muda yang dia kenali sebagai Estefan, seorang guru matematika sekaligus wali kelasnya di SMA Oasis.
“Bapak ... memanggil saya?” lirih Kaluna, dengan tidak yakin kedua matanya menatap mata Estefan yang tersembunyi di balik lensa kacamatanya. “Ada apa ya, Pak?”
“Duduk,” tunjuk Estefan dengan mata mengarah ke kursi yang ada di depannya.
Tanpa perlu diperintah dua kali, Kaluna menurutinya dan segera duduk di kursi kosong itu.
“Kamu siswi tingkat akhir, dan sudah beberapa kali pindah sekolah berdasarkan catatan tambahan yang ditulis oleh guru kamu di sekolah yang lama.” Estefan membuka-buka buku yang terbentang di atas meja. “Alasan kamu keluar hampir selalu sama: membolos, ribut dengan teman laki-laki, tidak mengerjakan tugas, dan menjawab soal ulangan dengan asal-asalan.”
Kaluna diam saja dan tidak membantah.
“Kamu lantas mengulang kesalahan yang sama di sekolah ini,” sambung Estefan sambil menutup buku itu kemudian memandang Kaluna lurus-lurus. “Apa kamu berniat pindah sekolah lagi untuk memecahkan rekor nasional?”
Kaluna diam membisu, tetapi pikirannya melayang ke momen terakhir yang membuatnya memilih untuk meninggalkan sekolahnya yang lama dan terdampar di sekolah baru tempat Estefan mengajar.
***
Pagi itu seharusnya Kaluna tiba di sekolah lebih awal karena kekasih hatinya yang bernama Dewa ingin merayakan hari jadi mereka yang pertama, jika saja Tante Ola tidak menyuruhnya untuk sarapan dulu di rumah.
Sebagai permintaan maaf, Kaluna mampir membeli sekotak kue untuk dimakan berdua di atap sekolah.
Begitu tiba, Kaluna dengan penuh semangat menaiki anak tangga yang akan membawanya ke atap sambil menenteng sekotak kue yang sudah dia beli tadi.
“Dewa!” panggil Kaluna dengan wajah ceria. “Maaf, aku terlam – bat ....”
Keceriaan yang terpancar di wajah cantik Kaluna seketika meredup hanya dalam sepersekian detik saja ketika menyaksikan Dewa sedang memeluk erat cewek lain yang ternyata adalah teman dekatnya sendiri: Rara.
“Dewa?!” ulang Kaluna dengan suara melengking tinggi dan sukses memisahkan kedua manusia berlainan jenis itu.
“Eh, kamu ... kamu sudah datang Lun?” Dewa merapikan rambut dan seragamnya dengan segera. Rara ikut menjauh dengan tampang sedikit salah tingkah.
“Apa yang kalian berdua lakukan?” tanya Kaluna dengan nada menghakimi, pandangannya menatap nanar Dewa dan Rara bergantian.
“Lun, aku jelaskan dulu ...” bujuk Dewa sambil mendekati Kaluna. “Tadi itu aku nunggu kamu dan kamu belum datang.”
“Aku nggak nanya soal tadi!” sergah Kaluna sambil memandang Dewa tajam-tajam. “Aku nanya tentang kamu sama dia!”
Jari telunjuk Kaluna mengarah jelas kepada Rara yang berdiri tidak jauh darinya dan Dewa.
“Jawab!” bentak Kaluna ketika Dewa hanya diam mematung. “Hari ini seharusnya kita merayakan satu tahun hubungan kita, tapi kamu malah ... merayakannya dengan berselingkuh sama teman aku sendiri?”
Betapa herannya Kaluna, baik Dewa maupun Rara tidak ada yang menyangkal tuduhannya sama sekali. Apa itu berarti mereka berdua benar-benar telah menjalin hubungan diam-diam di belakangnya?
“Mendingan kamu jujur deh, Ngga.” Rara memberanikan diri bersuara.
“Siapa yang suruh kamu bicara?” tanya Kaluna sengit sembari memandang Rara dengan mata menyipit penuh kemarahan.
“Bukannya kamu sendiri yang minta penjelasan?” Rara masih berani menjawab. “Ini aku sama Angga mau menjelaskannya sama kamu, Lun.”