/0/28909/coverorgin.jpg?v=341ddf8b4db8f3ff48005139ab5ba64c&imageMogr2/format/webp)
"Pa, Ibu demam," ucap Tasya anak Dio yang berusia 5 tahun, terlihat raut wajahnya yang begitu was-was karena melihat ibu sambungnya yang masih terbaring lemah di ranjang dengan badan yang terasa panas.
Dio tersentak ketika mendengar ucapan anak semata wayangnya. Dio pikir Marisa, istrinya hanya tidur kesiangan seperti biasa, makanya sampai saat ini dia belum bangun juga.
Terpaksa Dio menghentikan pekerjaannya membereskan adonan cendol untuk nanti siang jualan keliling. Setelah itu ia menghampiri sang istri yang masih berada di dalam kamar.
Tatkala Dio membuka daun pintu kamar, terlihat wajah Marisa yang pucat pasi, badannya menggigil kedinginan, hanya dibaluti helaian selimut yang tipis, bibirnya gemetar. Dio menyentuh dahi Marisa dengan punggung tangan, dan ternyata memang panas, suhu tubuhnya sangatlah tinggi.
"Sayang, kamu demam tinggi seperti ini sejak kapan? perasaan semalam kamu baik-baik saja," tanya Dio sambil membangunkan Marisa yang masih terpejam.
"Pa, ibu kenapa?" Tasya sangat khawatir melihat keadaan ibunya.
Dio tak menghiraukan pertanyaan putri kecilnya. Hal itu karena pikirannya yang dipenuhi kecemasan. Dengan cepat Dio mengambil lap kecil dan air dingin untuk mengompres Marisa. Ia berharap semoga saja dengan cara itu demamnya bisa turun.
"Mass .…" Akhirnya Marisa terbangun ketika Dio meletakkan lap kecil basah di dahinya.
"Ada apa, Mar? Apa kau mau sesuatu?" tanya Dio was-was.
"Kenapa gak bawa saja ke dokter, Pa? Kasian Ibu," ujar Tasya si gadis kecil mungil.
Dio hanya menundukkan kepala. Jangankan untuk memeriksa Marisa ke dokter, bahkan untuk makan sehari-hari keluarga Dio sudah kesusahan. Apalagi sekarang musim hujan, hanya mengandalkan jualan cendol keliling kampung saja, rasanya sudah kepayahan karena jarang habis.
"Mas, kamu tidak berdagang hari ini?" tanya Marisa dengan suara seraknya.
Marisa mengerti betul kalau saja hari ini suaminya tidak berjualan keliling, bagaimana nanti sore keluarganya bisa makan? Sedangkan adonan sudah siap. Tidak mungkin kalau Dio membiarkannya begitu saja. Tentu akan merugikan.
"Keadaan kamu gimana? Mas gak tega, kalau harus ninggalin kamu di sini dengan Tasya."
"Aku baik-baik saja, Mas. Nanti Tasya belikan obat di warung. Pasti akan mendingan nanti," ujar Marisa sambil berusaha bangkit dari tidurnya.
"Iya, semoga saja kamu sembuh," kata Dio berusaha membuang kecemasannya itu. Dia lalu bangkit dari duduknya untuk segera mempersiapkan cendol dan akan segera berangkat berkeliling.
Rasanya berat sekali untuk melangkah dengan kondisi istri yang terbaring lemah. Tak ada pilihan lain, Dio mulai mengayunkan kaki yang terasa berat ini menuju arah dapur. Ia lalu mempersiapkan cendol di gerobak, menatanya dengan rapi. Namun, santan ketinggalan, entah tersimpan di mana, Dio lupa. Karena tadi Tasya datang tiba-tiba.
Setelah 3 menit Dio mencari, ternyata ketemu di bawah wastafel. Dengan segera tangan Dio meraihnya. Akan tetapi, tak sengaja matanya melirik pada wadah persegi empat yang biasa di isi beras. Wadah itu nampak kosong, hanya ada beberapa butir beras yang tersisa. Lelaki itu mengambil dan memperhatikan wadah tersebut dengan gamang.
Nanti bagaimana Marisa dan Tasya akan makan, sedangkan beras sudah habis? Pikirnya. Pagi ini Dio hanya sarapan nasi goreng yang tinggal satu piring. Itu pun Dio sisakan untuk Marisa dan Tasya.
"Astaghfirullah."
Dio bingung, apa yang harus dilakukannya. Ternyata menjalani hidup jauh dari orang tua tidaklah mudah. Sedangkan mertuanya sendiri Bu Minah sangat membenci Dio, karena dia orang tidak punya, dan profesinya hanya tukang cendol keliling yang uangnya tak seberapa.
Dio pun menghembuskan napas kasar. 'Mengapa menjalani hidup sepahit ini? Hidup begitu melarat, kasihan sekali anak dan istriku, mereka tersiksa karena aku menjadi suami yang tidak becus memberi mereka kebahagiaan. Jangankan kebahagiaan, mencukupi makan sehari-harinya saja aku sangat kesusahan,' batinnya menyesali diri.
Dio mengusap wajah dengan air mata yang menetes membasahi pipi. Pria itu segera mengayunkan kaki dengan rasa cemas merasuki isi kepala sebab istri yang sakit. Akan tetapi, apa boleh buat, mencari uang untuk membeli beras itu lebih penting saat ini.
/0/15831/coverorgin.jpg?v=20250123121039&imageMogr2/format/webp)
/0/16949/coverorgin.jpg?v=7e3b9e7a6ce7e81d5304f7071e96f64d&imageMogr2/format/webp)
/0/17236/coverorgin.jpg?v=20240425200023&imageMogr2/format/webp)
/0/14914/coverorgin.jpg?v=20250123120431&imageMogr2/format/webp)
/0/19450/coverorgin.jpg?v=20240830165630&imageMogr2/format/webp)
/0/16548/coverorgin.jpg?v=bd0b5dc03a919af13be6269ac9c7390a&imageMogr2/format/webp)
/0/16214/coverorgin.jpg?v=bd3cc26a627eb974d7232f0cb9cd42dc&imageMogr2/format/webp)
/0/18334/coverorgin.jpg?v=20240531211020&imageMogr2/format/webp)
/0/18180/coverorgin.jpg?v=50bde00ea8f9f6849091efb21ba5ce23&imageMogr2/format/webp)
/0/19092/coverorgin.jpg?v=20240730192948&imageMogr2/format/webp)
/0/15671/coverorgin.jpg?v=74d2f39c3fb4e4db67973a2933f899b5&imageMogr2/format/webp)
/0/15368/coverorgin.jpg?v=199ea0e3a62e7a87c12cf428676dde62&imageMogr2/format/webp)
/0/3066/coverorgin.jpg?v=20250120140603&imageMogr2/format/webp)
/0/4896/coverorgin.jpg?v=20250121182826&imageMogr2/format/webp)
/0/5888/coverorgin.jpg?v=88ed910bbcf55b640b1eb6eb4ed85c97&imageMogr2/format/webp)
/0/4290/coverorgin.jpg?v=f69af7fae1687f0e6c25f81bff95b97e&imageMogr2/format/webp)
/0/3583/coverorgin.jpg?v=20250122110017&imageMogr2/format/webp)
/0/19142/coverorgin.jpg?v=20241202100313&imageMogr2/format/webp)