Menyukai Bos Pengusaha

Menyukai Bos Pengusaha

Faizal Rais

5.0
Komentar
519
Penayangan
21
Bab

Maya, asisten eksekutif baru yang baru saja bergabung dengan tim, tengah beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang sibuk. Maya merupakan wanita muda bersemangat dan terampil, dan posisi ini adalah kesempatan besar baginya untuk menunjukkan kemampuannya. Meskipun awalnya merasa cemas, Maya bertekad untuk menjalani tugasnya dengan sebaik mungkin.

Bab 1 Awal yang Baru

Pagi hari di kantor pusat perusahaan teknologi terkemuka itu dipenuhi dengan hiruk-pikuk aktivitas. Di antara tumpukan dokumen dan lampu-lampu neon yang menyala, tampak sosok Alex, CEO perusahaan, sibuk dengan rapat penting yang dijadwalkan hari itu. Alex adalah seorang pengusaha sukses dengan reputasi yang kokoh di industri teknologi. Karyawan-karyawan di kantor selalu memandangnya dengan rasa hormat dan kadang-kadang ketegangan.

Di sisi lain kantor, Maya, asisten eksekutif baru yang baru saja bergabung dengan tim, tengah beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang sibuk. Maya merupakan wanita muda bersemangat dan terampil, dan posisi ini adalah kesempatan besar baginya untuk menunjukkan kemampuannya. Meskipun awalnya merasa cemas, Maya bertekad untuk menjalani tugasnya dengan sebaik mungkin.

Saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi, Alex dan Maya berada di ruang rapat. Alex berdiri di depan papan tulis, mempresentasikan rencana strategis perusahaan kepada timnya. Maya duduk di meja, memperhatikan dengan seksama dan mencatat poin-poin penting yang perlu diingat.

"Sebagai langkah berikutnya, kita akan meluncurkan produk baru bulan depan," ujar Alex dengan tegas. "Kita perlu memastikan semua tim berkoordinasi dengan baik untuk memenuhi tenggat waktu."

Maya mencatat dengan cepat, berusaha untuk menangkap setiap detail yang disampaikan. Setelah rapat selesai, Alex meminta Maya untuk tetap di ruangan. "Maya, bisakah kamu tetap di sini sebentar?"

Maya mengangguk dan setelah semua orang meninggalkan ruang rapat, dia mendekati meja Alex. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Alex menatap Maya dengan serius, tetapi dengan nada yang lebih lembut dibandingkan saat rapat. "Saya ingin memastikan kamu merasa nyaman di sini dan punya semua yang kamu butuhkan untuk sukses. Apakah ada hal-hal tertentu yang ingin kamu diskusikan?"

Maya merasa sedikit terkejut dengan perhatian Alex. "Terima kasih, Pak. Sebenarnya, saya masih mencoba memahami beberapa aspek pekerjaan ini, tetapi saya rasa semuanya berjalan baik sejauh ini."

Alex tersenyum. "Jika kamu butuh bantuan atau ada pertanyaan, jangan ragu untuk bertanya. Kita semua di sini untuk mendukung satu sama lain."

Dengan senyuman hangat itu, Alex memberi Maya dorongan moral yang sangat dibutuhkan. Maya merasa lebih percaya diri dan berterima kasih atas sikap Alex yang mendukung.

Hari berlalu dengan cepat dan Maya menghabiskan sebagian besar waktu di kantornya, mengatur jadwal dan menyiapkan berbagai dokumen penting. Saat istirahat makan siang, Maya duduk di kafe kantor, berusaha untuk bersantai sejenak dari kesibukan.

Maya merenung tentang kehidupannya. Dia baru saja pindah ke kota ini untuk pekerjaan ini, meninggalkan teman-teman dan keluarga di tempat asalnya. Meskipun dia menikmati tantangan baru, dia juga merindukan kenyamanan rumahnya.

Di sisi lain kantor, Alex juga memiliki tantangannya sendiri. Sambil menyelesaikan tugas administratif di mejanya, dia memikirkan bagaimana caranya memperbaiki komunikasi internal timnya. Sebagai seorang pemimpin, dia sering merasakan tekanan untuk memastikan semuanya berjalan lancar.

Kembali ke ruangannya, Maya berusaha menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk rapat esok hari. Dia merasa puas saat melihat hasil kerjanya yang terorganisir dengan baik.

Saat jam pulang kerja mendekat, Alex menghampiri Maya yang masih bekerja. "Kamu bekerja keras sekali hari ini. Apakah ada yang bisa kubantu?"

Maya menoleh dan tersenyum. "Terima kasih, Pak. Saya hanya ingin memastikan semuanya siap untuk rapat besok. Sepertinya saya sudah siap."

Alex memandangnya dengan rasa kagum. "Kamu benar-benar menunjukkan dedikasi. Aku menghargainya."

Maya merasa lebih rileks setelah pujian tersebut. "Terima kasih, Pak. Saya hanya ingin melakukan yang terbaik."

Ketika hari berakhir, Alex dan Maya sama-sama pulang ke rumah mereka masing-masing. Alex merasa lega bahwa hari itu berjalan lancar dan dia merasa optimis tentang perkembangan proyek-proyek perusahaan. Maya, di sisi lain, merasa semakin nyaman dengan posisi barunya dan semakin memahami cara kerja di perusahaan tersebut.

Malam itu, Maya duduk di apartemennya yang kecil namun nyaman, menilai kembali hari pertamanya. Dia merasa bahwa dia telah membuat langkah awal yang positif dan berharap hubungan kerjanya dengan Alex dan tim lainnya akan semakin kuat seiring waktu.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Faizal Rais

Selebihnya

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku