/0/28909/coverbig.jpg?v=341ddf8b4db8f3ff48005139ab5ba64c&imageMogr2/format/webp)
Stella pernah merasakan ketulusan cinta Marc, dan juga pengkhianatannya yang menusuk dalam. Dia membakar potret pernikahan di hadapannya, sementara Marc mengirim pesan mesra pada selingkuhannya. Dengan dada sesak dan mata yang dipenuhi kobaran amarah, Stella melayangkan tamparan yang tajam. Kemudian, dia menghapus identitasnya, mendaftar untuk misi penelitian rahasia, lenyap tanpa bekas, dan meninggalkan sebuah kejutan besar untuk Marc. Pada hari peluncuran, dia menghilang. Dan di pagi yang sama, perusahaan Marc bangkrut. Yang dia temukan hanyalah akta kematian Stella dan dia pun hancur. Ketika mereka bertemu lagi, sebuah acara gala menyoroti Stella di samping seorang pengusaha sukses. Marc berkata memohon padanya. Namun, dengan senyum sinis, Stella berkata sambil merangkul pria di sampingnya, "Sayangnya, kamu sama sekali tidak pantas untukku yang sekarang."
Sebuah pesan masuk ke ponsel Stella Russell, menampilkan serangkaian foto. Pakaian yang berserakan di lantai, dua tubuh yang saling terjerat, seprai kusut, dan bayangan samar di cermin yang berembun ....
Stella sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Ini bukan hal baru baginya.
Hanya melihat sekilas pada tangan besar yang mencengkeram pergelangan tangan wanita di foto itu, Stella langsung mengetahui bahwa itu adalah tangan Marc Walsh, suaminya, pria yang telah menikahinya selama 4 tahun.
Matanya menangkap tanggal di foto-foto itu dan perutnya seketika terasa mual. Tanggal itu adalah hari ulang tahun pernikahan mereka.
Marc berjanji akan merayakan hari yang istimewa itu dengan menghabiskan malam bersamanya, tapi pria itu malah menghilang selama 3 hari. Stella hanya menerima pesan dari asisten Marc yang mengatakan bahwa suaminya tiba-tiba ada urusan mendesak.
"Urusan mendesak?" ucap Stella sambil tertawa sinis. Urusan mendesak itu ternyata berada di atas ranjang wanita lain. Dia menutup pesan itu, lalu menelepon seseorang dari daftar kontaknya.
Panggilan telepon itu langsung terhubung.
"Stella," sapa sebuah suara di seberang.
"Aku sudah membuat keputusan tentang proyek penelitian rahasia itu," ucap Stella dengan tenang.
"Siapa kandidatnya?" tanya orang itu.
"Aku sendiri."
Keheningan yang mencekam menggantung di ujung telepon sebelum terdengar suara yang tajam dan tegas, "Jangan bercanda, Stella. Kamu tahu apa artinya ini! Begitu kamu terlibat dalam proyek penelitian rahasia itu, tidak ada jalan untuk kembali. Tidak ada lagi kontak dengan dunia luar, tidak ada lagi hubungan pribadi. Begitu kamu menjadi bagian dari tim proyek, kamu akan dinyatakan hilang dan semua masa lalumu akan dihapus. Kamu akan mendapatkan identitas baru. Jadi, pikirkan baik-baik, apa kamu benar-benar siap meninggalkan keluargamu? Meninggalkan Marc?"
Pandangan Stella jatuh pada bingkai foto pernikahan mereka yang tergantung di dekatnya.
Setiap kali melihat senyum yang merekah di foto itu, kehangatan memenuhi hatinya, tapi sekarang, itu hanya menyisakan rasa nyeri di hatinya.
Janji-janji Marc, yang dulu terdengar begitu manis, kini terasa dingin dan hampa.
Dia berkata dengan yakin, "Keputusanku sudah bulat. Besok aku akan datang untuk mengisi formulirnya."
Dia langsung menutup panggilan telepon sebelum orang di seberang sempat bersuara lagi. Dia tidak mau mendengar lebih banyak. Tekadnya sudah bulat.
Tepat pada saat ini, suara rem yang berderit terdengar dari lantai bawah. Tidak lama kemudian, Marc melangkah masuk. Pria bertubuh tinggi dan tegap itu melepas jasnya dan menggantungnya di gantungan dengan santai sebelum melonggarkan dasi hitamnya dan bergegas menuju kamar mandi.
Jas itu masih menyisakan aroma parfum FIRE2, parfum wanita terbaru dari Vlexoot yang memiliki aroma yang berani dan menggoda. Hal ini berbeda dengan Stella, yang biasa-biasa saja dan tidak menarik.
Beberapa menit kemudian, Marc keluar dari kamar mandi dalam balutan jubah handuk berwarna abu-abu, bulir-bulir air masih menempel di sekujur kulitnya.
Jubah itu terpasang longgar, memperlihatkan dada dan perutnya yang bidang. Rambutnya yang masih basah menutupi sebagian wajahnya dan uap air memperdalam intensitas di matanya yang dingin.
Sebagai pewaris Keluarga Walsh yang berkuasa, Marc memiliki segalanya, dari penampilan, status, dan kekayaan.
Dulu, semua hal itu berhasil meluluhkan hati Stella. Sekarang, semua itu hanya membuatnya muak.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Marc sambil terkekeh sebelum melingkarkan lengannya di pinggang Stella. Suaranya terdengar rendah dan menggoda saat dia melanjutkan, "Apa kamu merindukanku, sayang?"
Tangannya mulai menjelajahi sisi tubuh Stella, tapi sentuhannya justru membuat kulit wanita itu merinding dan buru-buru menarik diri.
Tangan Marc membeku di udara, alisnya sedikit berkerut saat dia bertanya, "Kenapa? Apa kamu marah padaku?"
Berusaha menenangkan diri, Stella menarik napas dalam-dalam. Dia tidak mau membuang tenaga untuk bertengkar.
Sambil menahan rasa sakit di hatinya, dia membungkuk dan mengambil sebuah kotak terkunci dari laci, lalu menyerahkannya pada Marc sambil berkata, "Ini hadiah untukmu."
Di dalam kotak itu terdapat surat cerai yang sudah dia tanda tangani. Itu merupakan hadiah terakhir darinya untuk Marc. "Kamu harus menebak kata sandinya untuk membukanya," ucapnya dengan nada datar.
Mengira ini hanyalah salah satu permainan aneh Stella, Marc meliriknya sekilas sebelum melempar kotak itu ke atas meja. Kemudian, dia menarik Stella lagi dan menyandarkan dagunya di bahu wanita itu sambil berkata, "Kamulah satu-satunya hadiah yang aku inginkan."
Tubuh Stella menegang tanpa sadar. Menyadari hal ini, Marc tertawa kecil.
"Apa kamu masih marah karena aku melewatkan hari ulang tahun pernikahan kita? Pekerjaanku menumpuk, jadi aku tidak bisa merayakannya bersamamu," ucapnya sambil mendaratkan kecupan di pipi Stella.
Kemudian, dia melepaskan pelukannya, mengambil sebuah kotak kecil dari saku mantelnya, dan menyodorkannya di hadapan Stella.
"Apa kamu menyukainya?"
Di dalam kotak tersebut ada sebuah jepit rambut berlapis emas yang elegan dan memiliki detil yang rumit.
"Aku membuatnya khusus untukmu. Kamu selalu menyukai hal-hal semacam ini, kan? Coba kenakan dan lihatlah apakah ini cocok untukmu."
Suaranya terdengar sedikit arogan, tapi diwarnai dengan sentuhan kasih sayang yang lembut.
Nada bicaranya selalu berhasil meluluhkan semua pertahanan Stella.
Semua orang di Kota Koria percaya bahwa Marc sangat memanjakan istrinya.
Dulu, Stella juga memercayai hal ini.
Kalau bukan karena foto-foto di ponselnya, mungkin Stella akan benar-benar tersentuh oleh hadiah itu.
Gadis di foto itu berusia dua puluhan, memiliki paras yang cantik dan percaya diri, dengan sorot mata genit serta rambut panjang bergelombang. Rambutnya disanggul longgar dengan jepit yang sama persis seperti yang kini ada di hadapannya. Gaya rambut acak-acakan itu memperlihatkan lehernya yang jenjang dan penuh dengan bekas ciuman.
"Jepitan ini hanya ada satu di dunia. Kamu menyukainya, kan?" tanya Marc sambil mengangkat rambut Stella dengan lembut, jari-jarinya yang kasar menyentuh kulit leher wanita itu dengan cara yang terasa akrab sekaligus terlalu intim.
Kesabaran Stella sudah habis sampai dia nyaris ingin menusukkan jepitan itu ke dada Marc.
Dia menatap pria itu dengan sorot mata yang lebih dingin dari biasanya dan bertanya, "Satu-satunya di dunia?"
Marc bisa merasakan ada yang tidak beres dari Stella. Namun, begitu Stella tersenyum, kelembutan yang tidak asing itu kembali, dan keraguan Marc sirna.
"Kalau memang ini benar-benar satu-satunya di dunia, aku tentu saja menyukainya," ucap Stella sambil menutup kotak itu dengan tenang. "Aku ada pekerjaan malam ini. Kamu tidur duluan saja."
Dia melepaskan diri dari pelukan Marc, menggenggam kotak itu erat-erat, lalu melangkah pergi tanpa menoleh sedikit pun.
Angin dingin menyelinap ke dalam jubah Marc yang terbuka, dan entah kenapa, ini membuatnya merasa hampa.
Malam ini, Stella tampak jauh lebih dingin dari biasanya.
Dia melirik kotak yang terkunci di atas meja, dan perasaan tenang yang aneh kembali menyelimutinya.
Bagaimanapun, tidak ada yang lebih memahami perasaan Stella selain dirinya. Wanita itu mencintainya, begitu dalam sampai apa pun yang dia lakukan, Stella tidak akan pernah benar-benar beranjak dari sisinya.
Tidak sekarang, dan tidak akan pernah di kemudian hari.
Ponselnya bergetar terus-menerus di saku jubahnya.
Ketika dia akhirnya mengeluarkan ponselnya, pesan-pesan genit dan berani bermunculan di layar, membuat tenggorokannya tercekat.
Dia membalas pesan-pesan itu dengan singkat, menghapus semuanya, lalu melempar ponselnya ke atas nakas sebelum merebahkan diri di atas ranjang.
Aroma lembut yang tidak asing di permukaan seprai menenangkan sarafnya, sehingga tidak lama kemudian, dia tertidur lelap.
Sementara itu, di ruang kerja, Stella diam-diam memotret jepit rambut itu dan mengirimkannya ke sebuah butik barang mewah bekas. "Jual jepit rambut ini secepatnya."
Kemudian, dia melampirkan nomor rekening bank. "Kirim uangnya ke sini."
Itu adalah rekening resmi institut.
Bahkan barang yang sudah ternoda pun masih ada gunanya.
....
Keesokan paginya, saat Marc membuka mata, Stella sudah berpakaian rapi.
Dia bangkit dengan bertumpu pada sikunya dan memberi isyarat agar Stella mendekat.
Suaranya serak dan lembut, khas orang baru bangun tidur. "Kemari. Peluk aku".
Jari-jari Stella berhenti sejenak di kancing blusnya sebelum dia menarik napas dalam-dalam. Sorot matanya jernih dan tenang saat dia berkata, "Ada urusan mendesak di institut. Aku harus berangkat sekarang. Aku belum sempat menyiapkan sarapan, jadi kamu harus menyiapkan sarapanmu sendiri."
Stella mengambil tasnya dan berjalan keluar, sama seperti semalam sebelumnya, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.
Tangan Marc berhenti di udara, perasaan hampa kembali menyelinap di dadanya. Dia perlahan memijat pelipisnya, mencoba mengusir perasaan aneh tersebut.
Sesibuk apa pun jadwalnya, Stella tidak pernah melewatkan pagi mereka. Dia selalu memastikan sarapan siap tepat waktu. Lalu, dia akan membangunkan Marc dengan lembut, meminta pelukan, dan memberi pria itu ciuman pagi sambil tersenyum manis.
Namun, tidak hari ini.
"Stella."
Saat membuka pintu, Stella mendengar suara Marc dari belakangnya. Rasanya seperti ada sesuatu yang merobek dadanya dengan tajam dan dalam.
Dia berbalik perlahan dengan sorot mata yang tenang dan bertanya, "Ya?"
Marc mengamati Stella cukup lama dan tidak menemukan hal yang janggal. Mungkin itu hanya perasaannya saja. "Ingatlah untuk makan meskipun kamu sibuk, dan jangan begadang. Proyek Marina Horizon sedang macet, jadi aku akan lembur minggu ini. Jangan menungguku."
"Oke," ucap Stella dengan senyum mengembang di wajahnya.
Dengan sinar matahari yang menerpa wajahnya, senyum hangat dan mata berbinar itu mengingatkan Marc pada gadis yang dulu pernah membuatnya terpana.
Sebuah getaran lembut menyentuh hati Marc, membuat suaranya semakin lembut saat dia berkata, "Begitu pekerjaan ini selesai, aku akan mengajakmu ke Pulau Midstream untuk mengganti bulan madu kita yang tertunda."
Hati Stella, yang sudah telanjur sakit, kini terasa hancur berkeping-keping.
Dulu, saat merencanakan pernikahan, dia dengan cermat merencanakan berbagai tempat yang akan mereka kunjungi bersama. Dia membuat perjanjian dengan Marc bahwa pada setiap ulang tahun pernikahan, mereka akan mengunjungi kembali salah satu destinasi bulan madu mereka. Dia percaya mereka akan saling mencintai selamanya.
Namun tahun ini, Marc justru membawa wanita lain ke tempat itu. Foto-foto mereka berdua masih tersimpan di ponselnya.
Stella menunduk dan menjawab dengan suara pelan, "Oke, setelah pekerjaanku selesai."
Setelah itu, dia berbalik dan beranjak pergi.
Tidak ada sedikit pun kehangatan yang tersisa di matanya.
Dan sayangnya bagi Marc, kesempatan itu tidak akan pernah datang.
Bab 1 Kesempatan Itu Tidak Akan Pernah Datang
01/12/2025
Bab 2 Tertangkap Basah
01/12/2025
Bab 3 Hanya Teman
01/12/2025
Bab 4 Mau Menjadi Teman Kencan Satu Malamku
01/12/2025
Bab 5 Tertangkap Basah
01/12/2025
Bab 6 Apa Dia Menciummu
01/12/2025
Bab 7 Kondom Ultra Tipis
01/12/2025
Bab 8 Dia Sama Sekali Tidak Menyadari Ada yang Tidak Beres
01/12/2025
Bab 9 Mengembalikan Jasnya
01/12/2025
Bab 10 Perpanjangan Paten
01/12/2025
Bab 11 Sebuah Tamparan untuk Haley
01/12/2025
Bab 12 Masuk ke Mobil Yang Salah
01/12/2025
Bab 13 Mobil yang Salah
01/12/2025
Bab 14 Menggunakan Paten Secara Gratis
01/12/2025
Bab 15 Ditinjau Langsung oleh William
01/12/2025
Bab 16 Batu Loncatan Menuju Kekuasaan
01/12/2025
Bab 17 Demi Kebahagiaan Haley
01/12/2025
Bab 18 Jebakan
01/12/2025
Bab 19 Memastikan Haley Pergi Sambil Menanggung Malu
01/12/2025
Bab 20 Apa Kamu Pikir Dirimu Sangat Penting
01/12/2025
Bab 21 Kamu Luar Biasa
01/12/2025
Bab 22 Duduk di Pangkuan William
01/12/2025
Bab 23 Kesalahpahaman
01/12/2025
Bab 24 Bukan Wanita Seperti Itu
01/12/2025
Bab 25 Mungkin Dia Terlalu Keras Padanya
01/12/2025
Bab 26 Menghadang Mobilnya
01/12/2025
Bab 27 Menghilang dari Dunianya
01/12/2025
Bab 28 Dia Telah Mengetahui Segalanya
01/12/2025
Bab 29 Awasi Dia
01/12/2025
Bab 30 Dia Tidak Pantas Mendapatkannya
01/12/2025
Bab 31 Sekalinya Sampah Tetaplah Sampah
01/12/2025
Bab 32 Namanya Tidak Ada di Dalam Daftar
01/12/2025
Bab 33 Rencana Baru
01/12/2025
Bab 34 Dia Tidak Serapuh Itu
01/12/2025
Bab 35 Kenapa Kamu Tidak Pulang
01/12/2025
Bab 36 Penguntit yang Lebih Hina dari Kotoran
01/12/2025
Bab 37 Luapan Amarah
01/12/2025
Bab 38 Garis Tegas
01/12/2025
Bab 39 Dia Akan Menanggung Akibatnya
01/12/2025
Bab 40 Mungkin Dia Salah Melihat Orang
01/12/2025