/0/25091/coverorgin.jpg?v=32fc9b36aa4ede9f3eedb3c97ca99daa&imageMogr2/format/webp)
"Reva! Reva, bangun nak!" seru wanita paruh baya di pagi-pagi buta, membangunkan anak bungsunya yang baru saja lulus SMA.
"Emmm ... masih ngantuk Ma, aku 'kan juga masih libur," ucap Reva, gadis bertubuh pendek mungil itu dengan suara serak bahkan matanya masih terpejam.
"Bangun nak! cepat siap-siap sekarang, hari ini kamu nikah!" Mata Reva seketika terbuka, langsung duduk, menatap mamanya dengan mata melotot. "Apa Ma? nikah? Mama jangan bercanda dong. Bukannya hari ini Kak Risa yang nikah?"
"Kakakmu enggak ada, dia kabur dari rumah., Mama enggak tahu lagi harus gimana, Mama pusing. Hari ini pernikahannya tapi dia malah kabur enggak tahu ke mana," ungkap Dina, Mama Reva seraya mengusap dahinya yang terasa berdenyut.
"Hah, Kak Risa kabur? kok bisa?" kepala Reva tiba-tiba berdenyut, terlalu banyak kabar mengejutkan pagi ini, bahkan ini baru beberapa jam setelah hari berganti.
"Udah, kamu jangan banyak tanya dulu ya. Sekarang, kamu mandi terus siap-siap." Mama Reva menarik tangan anaknya agar segera beranjak dari kasur.
"Hah, tapi aku enggak mau nikah Ma, aku belum siap. Masa aku yang harus gantiin Kak Risa." Reva merengek, menggoyang-goyangkan tubuhnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, berontak seperti anak kecil.
"Reva jangan buat Mama tambah pusing deh. Sekarang kamu pilih mau gantiin Risa atau enggak usah tinggal di rumah ini lagi," ancam Dina terpaksa. Sebenarnya ia sayang sama anak bungsunya itu dan tidak mau memaksanya untuk melepas masa lajang secepat ini tapi sekarang dalam keadaan genting. Hari ini adalah pernikahan Kakaknya, otomatis semuanya sudah dipersiapkan dan banyak tamu akan hadir di acara ini, tidak mungkin semua itu akan dibatalkan begitu saja.
"Aaa Mama kok gitu sih, tega banget sama anak sendiri," Rasanya Reva ingin menangis saja. "Udah cepat sekarang kamu mandi. Kamu itu udah besar, jangan jadi anak cengeng." Setelah dipaksa mamanya, Reva akhirnya menuruti perintah Mamanya.
Sementara itu di kediaman mempelai pria, tampak seorang pria tinggi bertubuh tegap dengan dada bidang yang kelihatan memikat sudah rapi dengan setelan outfit pernikahan bernuansa putih suci itu.
"Kenapa Ma?" tanya Zidan, pria yang akan melangsungkan pernikahan hari ini pada Mamanya setelah memperhatikan gerak-gerik mamanya sehabis menerima telepon.
"Aduh Zidan, gimana ini ya, Mama bingung banget." Wanita paruh baya itu mondar-mandir seraya mengigit kuku jarinya. Zidan mengernyitkan dahinya, memperhatikan gerak-gerik mamanya yang tidak biasa.
"Kenapa sih Ma?" tanyanya lagi.
"Zidan, barusan calon besan telepon katanya Risa enggak ada di rumah."
"Hah! enggak ada di rumah gimana Ma?"
"Katanya dia kabur dari rumah,"
"Astaga! terus pernikahan ini gimana? enggak mungkin dibatalin 'kan? hanya tinggal beberapa jam lagi."
"Mama juga belum tahu, katanya nanti Bu Dina akan menelepon lagi," jawab Eva menunggu telepon dengan hati cemas. "Sebenarnya si Risa itu punya cowok, tapi orangtuanya enggak setuju kalau Risa sama cowok itu, jadi dia dijodohin sama kamu. Orangtuanya aja juga enggak menyangka bakal jadi kayak gini." Eva, Mama Zidan tiba-tiba bercerita, sementara Zidan hanya bisa menghela napas kasar seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sebenarnya dia tidak terlalu menyesali keadaan saat ini sebab memang belum ada cinta yang tumbuh di antara mereka. Mereka dijodohkan karena orangtua mereka bersahabat serta usia kedua mempelai juga tak lagi muda. Mereka hanya berkenalan singkat sebelum memutuskan untuk menikah.
*
1 jam sebelum acara dimulai, terlihat rombongan Zidan sudah lebih dulu sampai ke gedung acara. Hari ini adalah hari pernikahan Zidan, Zidan adalah seorang CEO muda sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang tekstil dan pakaian. Ia naik jabatan menjadi pimpinan perusahaan setelah menggantikan jabatan papanya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sesuai rencana awal, akad nikah dan resepsi akan dilangsungkan di ballroom hotel berbintang 5 yang terletak di pusat kota.
"Aduh, Bu Dina sekeluarga kok belum datang ya," Eva menunggu dengan cemas, memperhatikan ballroom hotel yang sudah mulai didatangi para tamu. Ia mencoba untuk menghubungi besan namun teleponnya tidak ada yang aktif. "Aduh, kok enggak aktif sih nomor hpnya."
"Sabar Ma, sebentar lagi mungkin datang," ujar Zidan menenangkan mamanya.
/0/23223/coverorgin.jpg?v=13fafc757166bcc33aaec03226211df6&imageMogr2/format/webp)
/0/21120/coverorgin.jpg?v=fdd38c3480a108ed83ad83ab658c83c4&imageMogr2/format/webp)
/0/12530/coverorgin.jpg?v=be0f830b602d8f97ae5e967e9f4006f4&imageMogr2/format/webp)
/0/16096/coverorgin.jpg?v=15c0e24c8a7ad12a41541555859cb02b&imageMogr2/format/webp)
/0/23628/coverorgin.jpg?v=aa00cb521fffa8c6f930180bf76937e1&imageMogr2/format/webp)
/0/20182/coverorgin.jpg?v=a53e41a2e46325c41c71a0efec4d98b5&imageMogr2/format/webp)
/0/4454/coverorgin.jpg?v=ed5ebcf6d3a160941f315a46bdde27bf&imageMogr2/format/webp)
/0/22524/coverorgin.jpg?v=20250323172304&imageMogr2/format/webp)
/0/2923/coverorgin.jpg?v=68d2838c3ce6df5b17da8ebe41d681e7&imageMogr2/format/webp)
/0/3979/coverorgin.jpg?v=e4c4b5b5d21bd614cdac431d715f47c1&imageMogr2/format/webp)
/0/17208/coverorgin.jpg?v=cb00cab493b840a194801d08d4971e3b&imageMogr2/format/webp)
/0/16637/coverorgin.jpg?v=c3d4169a78d92ec9a94f028d3a0c7015&imageMogr2/format/webp)
/0/4254/coverorgin.jpg?v=d84a0741127769f3d57e79c54cb9eefb&imageMogr2/format/webp)
/0/10935/coverorgin.jpg?v=e86a26eb8434a9f9a6f97106a2619d18&imageMogr2/format/webp)
/0/17998/coverorgin.jpg?v=a7613bb9bc22ad1edee1fe36ae271d43&imageMogr2/format/webp)
/0/2918/coverorgin.jpg?v=dd4de52991ab7a4fda6e3def1f6f0e52&imageMogr2/format/webp)
/0/16751/coverorgin.jpg?v=f612d8dba1185a003f2be71447074c8c&imageMogr2/format/webp)
/0/6665/coverorgin.jpg?v=95620bb7883df9f2de35ae8ace74a672&imageMogr2/format/webp)