Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dinikahi Guru Bk

Dinikahi Guru Bk

Farasha

5.0
Komentar
9.5K
Penayangan
38
Bab

18+ "Pak Bapak jangan galak-galak kenapa? nanti gantengnya luntur loh!" ucap Anggun dengan santainya kepada guru BK di hadapannya tersebut. "Nggak papa luntur wong saya udah punya calon istri kok," balas Arjuna dengan tatapan tak terbaca. "Hahahaha... Bapak ngigau deh! Selama dua tahun ke luar masuk ruangan Bapak, nggak ada tuh satu pun guru yang bilang Bapak udah punya calon istri," cibir Anggun tak percaya dengan ucapan guru BK yang berjuluk malaikat pencatat amal tersebut. "Jadi penasaran, siapa Pak?" Kembali Anggun melayangkan pertanyaan. Sejujurnya Anggun sengaja ingin mengalihkan fokus Arjuna yang sejak satu jam lalu tanpa henti memberikan tausiyah padanya. "Ya siswi yang paling sering masuk ruangan saya."

Bab 1 1. Jodoh Pilihan Nenek

"Cantik bener calon istri cucu nenek," puji Sovia, perempuan berusia 66 tahun tersebut menelisik penampilan sederhana Anggun dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tersenyum puas.

Terhitung sudah hampir 5 tahun lamanya Sovia tidak pernah berjumpa lagi dengan gadis cantik di hadapannya. Sebagai pencetus perjodohan antara cucunya dan cucu sahabatnya tersebut Sovia berharap pernikahan itu berjalan lancar. Mengingat cucunya yang hingga kini belum juga memiliki niat untuk berumah tangga maka Sovia terpaksa harus turun tangan. Tentu saja Sovia tidak ingin cucunya tersebut terus berstatus melajang. Sebelum dirinya meninggal dunia ia ingin melihat cucunya menikah dan hidup bahagia bersama keluarga barunya.

"Nek, maksudnya apa ini? Kenapa Nenek Sovia bicara seperti itu?" bisik Anggun di telinga perempuan tua berusia 66 tahun yang tampak sumringah sejak kedatangan sahabatnya 50 menit yang lalu.

"Kan sudah aku bilang sejak dulu klo cucuku ini selain pintar dia juga cantik," balas Umi, nenek Anggun dengan bangga tanpa berniat menjawab pertanyaan dari cucunya.

Lalu kedua nenek tersebut tertawa bersama. Puas dengan keinginan mereka masing-masing. Umi bertujuan mencari seseorang yang mampu menjaga dan mendidik cucunya kelak sedangkan Sovia menginginkan hati cucunya yang telah beku segera mencair karena patah hati yang pernah dialaminya. Tentu saja semuanya impas. Urusan cinta, kedua perempuan tua itu yakin jika cucu mereka nantinya pasti akan jatuh cinta dengan seiring berjalannya waktu.

"Bagaimana klo kita makan malam bersama dulu sambil menunggu cucumu datang?" tawar Umi karena tak ingin masakannya dingin.

"Ayo! Dia pasti datang. Tadi katanya ada urusan penting sebentar," balas Sovia lalu beranjak dari tempat duduknya. Namun belum sampai mereka semua meninggalkan ruang tamu terdengar suara pintu mobil dari luar. Mereka akhirnya menunggu kedatangan seseorang yang menjadi topik pembicaraan mereka sejak tadi.

"Nah dia sudah datang," ujar Sovia dengan tersenyum lebar. Akhirnya cucunya datang juga.

"Nek, ini ada apa sih! Anggun nggak ngerti deh!" Kembali Anggun berbisik di telinga Umi menuntut penjelasan. Tak seperti tadi Umi acuh, kali ini perempuan tua itu memberikan jawaban yang membuat Anggun langsung syok.

"Udah kamu tenang aja. Calon suami kamu sudah datang itu," balas Umi lalu melangkah bersama Sovia menyambut kedatangan laki-laki yang disebut-sebut sebagai calon suami Anggun tersebut.

"Assalamualaikum," salam laki-laki itu berdiri di ambang pintu dengan seulas senyuman.

Laki-laki berpakaian serba hitam itu terlihat lebih muda dan tampan tanpa kacamata yang biasa menemani hari-harinya. Celana hitam berpadu kemeja senada lantas tetap tak mampu menutupi tubuh atletis yang tercetak jelas di sana. Bulu-bulu halus yang sengaja dibiarkan mengitari rahang tegasnya menjadi nilai plus untuk laki-laki dewasa tersebut. Tentu tak akan ada satupun perempuan yang mengingkari pesonanya. Mata elang yang biasanya menyorot tajam pada siapapun yang ditemuinya malam ini berubah menjadi lembut. Pun dengan senyuman lembutnya yang mampu mencairkan gunung es sekalipun.

Namun hal itu tidak berlaku bagi Anggun yang masih membeku di tempatnya. Semua nilai plus tadi tak berguna baginya. Laki-laki di hadapannya bukanlah tipe suami idamannya. Anggun menginginkan laki-laki yang kelak menjadi imamnya adalah laki-laki religius. Memiliki ilmu agama yang mumpuni. Jika perlu ustadz sekalian agar mampu menuntunnya kembali ke jalan yang benar. Anggun sangat sadar jika dirinya selama ini telah tersesat. Untuk itu ia selalu berdoa dalam setiap salatnya agar diberikan jodoh laki-laki yang shaleh.

"Pak Arjuna!" Pekik Anggun saat kedua netranya mengenali siapa sosok laki-laki tersebut. Dia adalah guru BK di sekolahnya. Guru yang paling hobi memberikan hukuman padanya.

"Maaf Nek saya datang terlambat," ucap Arjuna setelah menatap Anggun sekilas. Diraihnya tangan keriput Umi dan Sovia lalu diciumnya penuh takzim.

Melihat cara Arjuna memperlakukan neneknya membuat Anggun yakin jika mereka sudah saling kenal sejak lama. Memang Anggun sudah beberapa kali bertemu dengan Nenek Sovia tapi dengan cucunya Anggun belum pernah bertemu sama sekali.

"Ndak papa Nak yang penting kamu sudah datang sekarang," jawab Umi sembari menelisik penampilan laki-laki muda di hadapannya. Tentu saja Umi yakin jika laki-laki pilihannya untuk Anggun tidak akan salah. Arjuna pasti mampu menjaga Anggun dengan baik ketika ajal tiba-tiba menjemputnya kelak. Saat itu Umi akan pergi dengan tenang.

Tiba-tiba saja Anggun menggamit lengan Umi dan membawanya sedikit menjauh dari Sovia dan cucunya.

"Nek, ini cuma bercanda kan? Kenapa ada Pak Arjuna di sini? Tolong Nek jelasin ke Anggun," cecar Anggun dengan lirih yang tentu saja masih bisa terdengar jelas oleh Sovia dan Arjuna.

"Loh bercanda gimana sih Nduk, Nenek kan udah pernah bilang klo kamu sudah dijodohkan dengan cucu sahabat Nenek," balas Umi memberikan pengertian.

Anggun melayangkan tatapan ke arah Arjuna yang sejak datang tadi tersenyum padanya. Sungguh ini adalah sebuah bencana besar bagi Anggun. Mana mungkin guru BK yang selama ini sangat dibencinya justru yang akan menjadi suaminya. Bisa-bisa Anggun mati berdiri karena harus mendengarkan tausiah membosankan seperti yang biasa dilakukan oleh laki-laki itu di sekolah. Membayangkan hidup bersama Arjuna selama 24 jam plus seumur hidup tentu membuat Anggun tak mampu berkata-kata lagi. Nasibnya benar-benar nahas.

Gegas Anggun mengurai gamit tangannya dari lengan Umi lalu mendekati Arjuna tanpa sedikit pun memutus kontak netra mereka yang sejak tadi saling memaku.

"Pak ini cuma bercandaan kan?" tanya Anggun dengan serius.

"Tanyakan saja pada Nenek Umi dan Nenek Sovia," balas Arjuna dengan santai.

Anggun menghela napas panjang. Mencoba melapangkan dadanya yang mendadak terasa sesak bagai terhimpit batu besar. Dunianya runtuh seketika. Mendadak pandangan Anggun mengabur lalu tak lama gelap gulita menguasai kesadarannya.

"Ya Allah Nduk kamu kenapa?" Umi panik mendapati Anggun yang saat ini berada dalam pelukan Arjuna dalam kondisi tak sadarkan diri. Seingatnya tadi Anggun tidak apa-apa. Cucunya sehat wal afiat. Tapi mengapa tiba-tiba bisa pingsan?

Sovia pun tak kalah panik, diusapnya kening Anggun lalu memerintahkan Arjuna untuk segera membawa gadis itu ke kamarnya. Gegas Umi berjalan menuju kamar Anggun dan membuka pintu. Arjuna segera membawa tubuh lemas Anggun dan merebahkan di atas ranjang secara perlahan.

"Nenek nggak perlu panik. Anggun nggak papa kok, dia cuma kaget," terang Arjuna untuk menenangkan kepanikan kedua perempuan tua yang masih terlihat bugar dan lincah tersebut.

"Nenek ambil minyak kayu putih dulu," pamit Umi lalu bergegas ke luar dari kamar cucunya. Mengambil minyak kayu putih secepatnya.

Dipandanginya wajah Anggun dengan saksama. Terselip rasa bersalah dalam hatinya karena menerima perjodohan mereka. Anggun masih terlalu muda untuknya. Masa depan gadis itu masih panjang. Seharusnya Anggun meneruskan pendidikannya bukan malah menikah. Tapi Arjuna pun tidak memiliki pilihan lain. Ia tidak mungkin mengecewakan neneknya lagi. Apalagi neneknya lah yang paling antusias dengan perjodohan ini.

Tak lama Umi kembali dengan sebotol minyak kayu putih di tangannya. Arjuna lantas menerima dan segera membuka tutup botol tersebut. Tiba-tiba Arjuna teringat jika dirinya harus melepaskan sesuatu yang dipakai oleh Anggun.

"Nek saya izin untuk melepaskan pengait...," ucap Arjuna yang mendadak merasa gugup dan tidak berani menyebutkan barang pribadi yang dikenakan oleh Anggun.

"Ya udah lepasin aja. Lagian minggu depan kalian juga bakal menikah," tukas Sovia yang saat ini duduk di tepi ranjang sambil mengusap kepala Anggun.

Arjuna menghela napas panjang sebelum menyusupkan satu tangannya ke belakang punggung Anggun. Dia laki-laki dewasa normal yang tentu saja sensitif jika bersentuhan langsung dengan kulit halus seorang perempuan. Apalagi sudah dengan jelas barang apa yang akan dilepaskannya. Pengait penutup dada milik Anggun. Bagian tubuh perempuan paling menggoda yang pasti menjadi favorit para kaum adam.

"Astagfirullahalazim," ucap Arjuna dalam hati secara berulang demi mengembalikan kewarasannya. Mencoba menanamkan dalam benaknya jika gadis tak sadarkan diri di hadapannya adalah siswi di sekolah tempatnya mengajar. Sekaligus menyingkirkan pikiran jika Anggun adalah calon istrinya agar tak sampai berbuat khilaf.

Arjuna mulai mengoleskan minyak kayu putih di hidung, kedua telapak tangan dan kaki Anggun agar segera siuman. Tak lama usaha Arjuna berhasil. Anggun mulai menunjukkan pergerakan tubuhnya. Tangan gadis itu terangkat lalu menyentuh kepalanya.

"Alhamdulillah kamu sudah siuman Nduk," ucap Umi merasa lega. Diraihnya jemari Anggun lalu diusapnya lembut dengan tatapan sendu. Jika memang karena perjodohan ini membuat Anggun bersedih maka ia rela membatalkannya. Sudah cukup penderitaan Anggun selama ini karena perceraian kedua orang tuanya. Umi tidak ingin menambahkan lagi penderitaan cucunya tersebut.

Mendengar suara familiar neneknya, Anggun perlahan membuka kedua mata. Ditatapnya satu persatu ketiga orang yang saat ini mengitarinya. Lalu pandangan Anggun berhenti pada satu-satunya laki-laki yang berada di kamarnya. Menyadari tatapan tak suka Anggun lantas Arjuna membuka kata.

"Nek, bolehkah saya berbicara sebentar dengan Anggun?" pinta Arjuna kepada kedua nenek yang masih terlihat khawatir.

Umi dan Sovia saling tatap. Seolah saling meminta pendapat. Lalu secara serempak mereka beralih menatap ke arah Anggun dan Arjuna penuh arti.

"Silahkan kalian mengobrol sepuasnya, kami tunggu di ruang makan," sahut Sovia kemudian mengajak Umi ke luar dari kamar.

Setelah memastikan kedua perempuan tua tersebut pergi barulah Arjuna kembali mengalihkan perhatian kepada Anggun.

"Apa Bapak udah tau ini semua?" todong Anggun tanpa basa-basi.

Arjuna bergeming. Netranya memaku ke dalam netra Anggun yang tampak mulai berkaca-kaca. Arjuna sungguh tak tega. Tapi kesepakatan telah dibuat. Jadi ia tidak akan bisa membatalkan rencana perjodohan mereka berdua.

"Dengarkan saya bicara dulu Anggun," sahut Arjuna dengan penuh kelembutan. Perlakuan yang sebelumnya tak pernah ia lakukan kepada perempuan manapun kecuali mantan tunangannya.

"Sejak kapan Pak?" Anggun kembali melayangkan pertanyaan, menghiraukan permintaan Arjuna.

"Kamu cukup percaya jika semuanya akan baik-baik saja. Saya sudah berjanji akan selalu menjagamu," terang Arjuna tentang janji yang telah ia ucapkan kepada neneknya beberapa bulan yang lalu.

Arjuna memang tidak mencintai Anggun. Hatinya telah mati bersama Marsya, mantan tunangannya yang telah tiada. Tapi ketika ia mulai mengenal Anggun dan menangani semua masalahnya di sekolah Arjuna mengerti. Bagaimana penderitaan gadis tersebut menjalani kehidupan dalam keluarga yang broken home. Jadi Arjuna putuskan akan menuruti semua permintaan neneknya.

"Bohong! Pak Arjuna pasti bohong! Hubungan kita hanya sebatas guru dan siswi Pak!" Peringat Anggun dengan netranya yang telah mengabur. Buliran bening yang telah menggantung di pelupuk mata ia biarkan berderai sesuka hati demi meluapkan emosi yang dirasakannya saat ini.

Arjuna menghela napas panjang. Menahan sejenak di dada sebelum menghembuskan dengan kasar. Lalu di raihnya jemari Anggun. Ia bawa ke dalam genggaman tangannya.

"Iya saya tahu itu. Tapi saya tidak pernah berniat mempermainkan sebuah pernikahan. Semua ini saya terima semata-mata demi Nenek. Beliau adalah satu-satunya orang tua yang saya miliki saat ini. Jadi saya tidak ingin mengecewakan beliau," jujur Arjuna apa adanya. "Saya percaya kamu juga akan melakukan hal yang sama," sambung Arjuna memberi pengertian agar hati Anggun segera luluh.

"Anggun, saya siap menjadi teman, kakak, ataupun guru buat kamu." Arjuna tak lepas menatap Anggun dengan iba. "Asal jangan menganggap saya ayah kamu saja," sahut Arjuna mencoba mencairkan suasana. Seketika Anggun menyebikkan bibir. Mimpi apa ia semalam sampai bisa mengalami peristiwa yang fenomenal seperti ini.

"Nggak lucu Pak! Sumpah garing banget lelucon Bapak," sahut Anggun dengan kesal. Meskipun Anggun akui melihat tampang kalem Arjuna saja sudah merupakan peristiwa langka baginya.

Suasana mendadak hening untuk beberapa menit. Baik Anggun maupun Arjuna hanya saling tatap tanpa berniat sedikit pun membuka kata. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing yang sedang mencari cara alternatif lain untuk menggagalkan rencana perjodohan ini tanpa melukai hati nenek mereka.

"Pak?" Panggil Anggun sembari mengubah posisinya menjadi duduk.

"Katakan! Apapun yang mengusik hatimu!" balas Arjuna seraya terus memperhatikan gerak-gerik gadis di hadapannya.

"Saya akan menerima pernikahan ini tapi dengan syarat..." Anggun sengaja menggantungkan kalimatnya demi melihat ekspresi seperti apa yang akan ditunjukkan oleh Arjuna padanya.

"Tentu, katakan saja Anggun!" sahut Arjuna dengan santai.

Sebelum menyampaikan semua syarat yang akan diberikannya, Anggun membenarkan posisi duduknya dengan nyaman.

"Pertama, saya tidak ingin pernikahan ini diketahui oleh semua penghuni sekolah," sebut Anggun yang ternyata di luar ekspetasinya. Arjuna tetap tenang bahkan ekspresi wajahnya seolah tanpa emosi sedikit pun.

"Lalu?" sahut Arjuna tanpa melepaskan objek di hadapannya.

Anggun menelan saliva dengan keras saat hendak menyampaikan syarat yang kedua. Syarat yang tentu saja akan sangat memberatkan Arjuna nantinya.

"Ke kedua, saya tidak ingin kita tidur dalam satu ranjang untuk waktu yang tidak ditentukan." Tanpa jeda Anggun menyampaikannya dengan gugup.

"Terus?" tanggap Arjuna masih dengan ekspresi yang sama. Laki-laki dewasa itu justru terlihat mengulas senyuman sangat tipis hingga Anggun tak menyadarinya.

Anggun tampak berpikir keras untuk mencari syarat yang memberatkan bagi Arjuna agar laki-laki itu bersedia membatalkan perjodohan ini.

"Di sekolah kita harus bersikap biasa. Jangan sampai ada orang yang curiga," sambung Anggun yang langsung disambut Arjuna dengan senyuman.

"Apapun syarat dari kamu saya akan terima, asalkan..." Arjuna memberi jeda pada kalimatnya seraya mengusap lembut punggung tangan Anggun yang sejak tadi digenggamnya.

"Kamu tidak meminta cerai dari saya."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Farasha

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku