Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjerat Pesona Dokter Tampan

Terjerat Pesona Dokter Tampan

Farasha

5.0
Komentar
3.3K
Penayangan
84
Bab

Rate 18+ Bimo Aryo Sadewo, laki-laki berusia 29 tahun dari keluarga sederhana tak ingin menyia-nyiakan tawaran dari sahabatnya. Dengan suka cita Bimo menerima perjodohan dengan gadis yang memang sejak pertemuan pertama mereka di Yogyakarta membuat dirinya jatuh cinta. Tak peduli gadis bernama Azkia Khairani Alfarizi tersebut selalu bersikap dingin dan acuh padanya. Berhasilkah Bimo meluluhkan hati Kia yang sudah terlanjur membeku karena pengkhianatan dari cinta masa lalunya ataukah Bimo memilih mundur karena cintanya yang tak pernah mendapatkan balasan?.

Bab 1 My Wedding

Bimo hanya mampu mengulas senyuman tipis seraya menikmati ekspresi kesal pengantin perempuannya yang saat ini tengah membersihkan sisa make up di wajahnya. Bimo sengaja berdiam diri di atas ranjang sambil memainkan ponsel miliknya. Sesekali ia membenarkan posisi bantal yang saat ini menahan beban tubuhnya. Sudah setengah jam yang lalu Bimo berada di kamar pengantinnya. Tapi tak sepatah kata pun yang terlontar dari bibirnya. Memperhatikan gadis yang baru beberapa jam lalu sah menjadi istrinya jauh lebih menarik daripada melakukan hal lain.

Tanpa disadari gadis itu Bimo beberapa kali mengambil gambar dari berbagai ekspresi yang menyemai di wajah ayu itu dengan kamera ponselnya. Sungguh kegiatan yang paling menyenangkan baginya saat ini. Tak masalah jika gadis itu terus saja mendiamkan dirinya. Yang pasti mulai malam ini dirinya bisa memandang wajah gadis itu sepanjang malam sudah lebih dari cukup. Biarlah cinta datang dengan sendirinya, dirinya cukup bersabar dan berusaha memenangkan hati gadis yang telah terlanjur terluka karena cinta masa lalunya tersebut.

"Udah deh Mas Bimo nggak usah senyum-senyum terus. Puas kan sekarang ngerjain Kia!" Kesal gadis bernama lengkap Azkia Khairani Alfarizi tersebut kepada laki-laki yang beberapa jam lalu telah resmi menyandang status sebagai suaminya.

"Siapa sih yang ngerjain kamu Sayang?" Bimo balik melayangkan pertanyaan yang sukses membuat Kia menatapnya dengan tajam. Dan Bimo sangat menyukai netra berwarna madu yang berkilat emas diterpa oleh sinar lampu tersebut.

"Nggak usah panggil-panggil sayang. Kia risih dengerinnya," protes Kia yang justru semakin melebarkan senyuman di bibir Bimo.

"Ya udah, klo gitu Kia mau dipanggil apa selain sayang?" Bimo menyeringai lalu kembali berkata-kata, "Neng gelis, honey, baby, sweetie, sweetheart, atau my love?."

Kia menatap tajam ke arah Bimo dengan mendengus kesal. Kia tak pernah menyangka jika akhirnya ia bisa terjebak dalam pernikahan bersama laki-laki penebar pesona dan perayu ulung seperti Bimo, sahabat Abangnya. Kia tak bisa menolak permintaan ayahnya untuk segera menikah. Dan bodohnya Kia mengapa pasrah saja saat menerima perjodohan itu tanpa menanyakan terlebih dahulu siapa laki-laki itu. Andai ia tahu jika laki-laki itu adalah Bimo sudah pasti Kia menolaknya secara mentah-mentah. Kia tidak menyukai laki-laki penebar pesona seperti laki-laki yang saat ini menatapnya dengan seringai aneh.

"Panggil Kia aja klo gitu." Tegas Kia. "Nggak usah embel-embel yang lain!" Kia kembali memperjelas keinginannya.

"Terserah Kia aja. Asalkan Kia bahagia," jawab Bimo dengan santai.

Kia kembali melanjutkan kegiatannya, menatap pantulan dirinya di hadapan cermin. Kia mulai melepaskan sanggul di kepala lalu mengurai rambut panjang kecokelatan miliknya. Kia mulai menyisir lalu mengikatnya dengan asal. Kini Kia berdiri hendak melepaskan gaun pengantin yang melekat begitu pas di tubuhnya. Namun tak semudah bayangan Kia. Resleting panjang di bagian punggungnya ternyata sulit dijangkau oleh kedua tangannya. Seperti tadi, Bimo masih terus memperhatikan Kia, menunggu hingga gadis itu meminta bantuannya.

Helaan napas kasar lolos dari bibir Kia saat usahanya tak membuahkan hasil. Gaun indah itu tetap melekat sempurna di tubuhnya. Dengan terpaksa Kia melayangkan tatapan ke arah Bimo yang saat ini tengah menatapnya dengan seringai jahil. Logika dan hati Kia kini tengah berperang hebat, antara ke luar dari kamar dan meminta bantuan untuk melepaskan gaun pengantinnya kepada Bundanya atau pasrah dengan bantuan Bimo. Lalu Kia bangkit, memilih duduk di tepian ranjang. Dalam posisi memunggungi Bimo Kia berujar, "Mas tolong bukain!" Bimo bisa mendengar kalimat itu ke luar dari bibir Kia dengan nada frustasi.

"Tentu saja Kia sayang," jawab Bimo singkat lalu menggeser tubuhnya demi mendekati tubuh Kia. Seketika senyuman kemenangan terlukis di bibirnya.

Dengan lembut dan penuh hati-hati Bimo mulai menarik ke bawah resleting itu dengan tatapan memuja ke arah punggung mulus yang saat ini terekspos nyata di depannya. Pemandangan yang seharusnya biasa bagi laki-laki playboy seperti Bimo, mengingat dirinya yang sering bersama perempuan yang dikencaninya. Bahkan Bimo beberapa kali melihat tubuh para kekasihnya tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuh mereka. Tapi bersama Kia Bimo merasa berbeda. Ada rasa tak biasa setiap kali berdekatan dengan gadis itu. Bahkan hanya dengan memandang wajah Kia saja jantung Bimo berdetak tak karuan. Bimo hendak menyentuh punggung putih mulus itu tapi dalam waktu yang bersamaan Kia bangkit dengan memegang gaun bagian depannya. Kia menoleh menatap Bimo lalu berkata-kata, "terima kasih Mas."

Bimo mengedikkan kedua bahu lalu turun dari ranjang melalui arah berlawanan. Hati Bimo berdesir. Desiran yang mengantarkan dirinya pada rasa hangat yang menjalar dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin adalah alternatif terbaik saat ini. Bimo tahu ia tidak akan mendapatkan malam pengantinnya untuk waktu yang tak terprediksi.

Seperti mendapatkan angin segar Kia membebaskan napasnya yang tadi sempat tercekat di kerongkongan. Tentu saja Kia belum siap jika harus berganti pakaian di depan Bimo meskipun status mereka sekarang adalah suami istri. Kia memperhatikan Bimo yang mulai turun dari ranjang, membuka lemari untuk mengambil handuk yang telah disediakan hotel hingga laki-laki itu menghilang di balik pintu kamar mandi. Gegas Kia menurunkan gaun pengantinnya lalu mengambil koper miliknya. Membuka dan memilih piyama untuk ia kenakan malam ini dengan cepat. Tak akan ada lingerie seksi ataupun malam pertama seperti malam pengantin pada umumnya. Mereka hanya akan tidur tanpa aktivitas apapun.

Bimo ke luar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan kain putih yang melilit di pinggangnya. Kia terpaku dengan bibir terbuka saat melihat bagaimana dada sixpack dengan bulu-bulu tipis itu terpampang dengan jelas di depan matanya. Untuk pertama kalinya Kia melihat laki-laki bertelanjang dada selain keluarganya.

"Mas Bimo kok nggak pakai baju sih. Porno tau!" protes Kia seraya mengalihkan pandangan ke arah lain dengan pipi merona. Gegas Kia meraih ponselnya lalu berpura-pura sibuk untuk menyembunyikan wajahnya yang terasa memanas.

"Emang kenapa? Wajar kan klo aku nggak pakai baju di depan istri sendiri. Mau coba lihat yang lain?" goda Bimo dengan tergelak. Laki-laki itu melangkah sembari menyugar rambutnya yang masih basah dengan seringai aneh. Bimo juga mengubah sebutan mereka menjadi aku dan kamu agar terdengar lebih santai dan terkesan akrab.

"Nggak nggak. Kia nggak mau!" Pekik Kia sambil meraih bantal untuk menutupi wajahnya.

Bimo semakin gencar menggoda Kia. Lantas Bimo duduk di tepian ranjang seraya mengambil paksa bantal dari wajah Kia. Bantal terlepas dan Kia segera menutup mata dengan kedua tangannya. Perlahan Bimo mendekatkan wajahnya. Meniup wajah Kia yang tampak memerah bahkan Bimo bisa melihat dengan jelas warna merah itu menjalar dari wajah hingga ke leher putih milik Kia.

"Nggak nggak Kia sayang. Nanti juga klo kamu udah tahu rasanya pasti akan minta lihat terus. Dielus atau lebih juga boleh. Aku siap kapan pun kamu mau," ucap Bimo dengan tergelak.

"Dasar omes!" Pekik Kia lalu berguling untuk menghindari Bimo tanpa sedikit pun melepaskan kedua tangannya dari wajah.

Bimo menghentikan kejahilannya. Beranjak dari atas ranjang kemudian mengambil tas miliknya. Melepaskan handuk dan menyisakan bokser di tubuhnya. Lalu mengeluarkan sarung dan kaos untuk ia kenakan salat. Kia yang merasakan keheningan mulai membuka kedua tangannya secara perlahan. Lalu berbalik badan mencari seseorang yang tadi menggodanya. Kini yang Kia temui bukan lagi sosok laki-laki dengan kilat jenaka di kedua netranya tapi sesosok laki-laki religius seperti ayah dan abangnya.

Kembali Kia menimbang penilaiannya terhadap Bimo. Laki-laki dengan kriteria jauh dari laki-laki idamannya itulah yang kini menghalalkan dirinya. Mungkinkah laki-laki pilihan ayah dan abangnya salah?.

"Kamu belum salat isya' kan?" ujar Bimo yang seketika berhasil menyentak lamunan Kia. Tanpa sedikit pun ingin menanggapi pertanyaan Bimo, Kia segera beranjak menuju kamar mandi dengan debaran jantung tak biasa. Mulai malam ini dirinya harus membiasakan diri menerima kehadiran Bimo dalam hidupnya. Entah suka atau pun tidak.

Dalam benaknya Kia terus berpikir,"Duh gimana ya caranya kabur dari malam pertama?"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Farasha

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku