Dinikahi Mas Pandu

Dinikahi Mas Pandu

Rianievy

5.0
Komentar
21.8K
Penayangan
82
Bab

Setelah dilamar dan menikah dalam kurun waktu 4 jam, kini Pandu dan Zita memulai hidup baru di kota tempat Pandu bekerja di perusahaan minyak negara. Zita selalu dibuat kesal oleh suaminya sendiri, sampai ia bersumpah tidak akan mudah luluh dengan godaan suaminya yang masih belum bisa mendapatkan malam pertama mereka? Tapi apa bisa? Disaat Zita gerah karena Pandu yang tak enakan dengan orang lain, mendadak membuatnya cemburu? *Bisa membaca judul Silent lebih dulu untuk tahu siapa Pandu & Zita, ya, supaya nggak bingung, sebenarnya tanpa baca Silent juga nggak apa-apa, karena Buthor akan kasih beberapa clue, juga jadi judul tersebut, kok, Terima kasih.*

Bab 1 Kota baru, pengantin baru

"Mas! Ini serius boleh di tanamin bunga sama aku?" teriak Zita sambil memegang skop kecil dan bibit bunga di tangannya.

"Hm," jawab Pandu sembari bermain game di ruang tengah rumah mereka di kota Dumai.

"Bibit bunganya hidup nggak di tanam di sini?! Nanti mati belum keluar pucuknya?" Masih berdiri di pintu ruang tamu, Zita menatap suaminya yang mengangguk.

"Mas!" Panggil Zita lebih kencang. Pandu menoleh.

"Tanam aja, kalau mati, tanam lagi yang baru." Sahutnya santai dengan nada suara beratnya.

"Aku tanam bunga bangke sekalian aja kalau gitu." Ambek Zita.

"Ide bagus, Zit! Kamu bisa masuk TV karena rumah kita viral, ada bunga bangkenya." Sahut Pandu lagi. Zita kesal, baru pindah setelah satu minggu menetap di hotel, mendadak ia emosi karena Pandu terlalu cuek, santai dan masa bodoh dengan apa saja yang istrinya lakukan itu dengan semua yang ada di rumah.

Zita senang menanam bunga, beruntung halaman rumah itu masih bisa ditumbuhi rerumputan walau cuacanya panas terik. Ia belum sempat berkenalan dengan tetangga, karena lagi-lagi, Pandu mager kalau udah di rumah.

Tak lama kemudian....

"Zit! Zita!" Panggil Pandu dari dalam rumah. Wanita yang sadar namanya di panggil, sontak mematikan keran yang tersambung dengan selang, karena ia sedang menyiram bibit tanamannya.

"Ya," jawab Zita sudah berdiri di dekat suaminya itu.

"Makan, Zit, laper." Tatap Pandu sembari tersenyum. Pandu tak lagi brewokan, sesuai janji, suaminya itu mencukur hal yang membuat Zita sebal.

"Makan mie instan mau? Kamu tau kan aku--"

"Nggak bisa masak. Tau, yaudah bikinin, pake telor, cabe rawitnya tiga."

"Ya." Zita lalu berjalan melewati Pandu yang melirik seraya mengulum senyum. Kegiatan Zita di dapur masih bisa dilihat Pandu, rumah itu tak besar. Ruang tamu kecil, ruang tengah yang jadi satu dengan ruang makan, lalu dapur, ruang jemur baju di dekat dapur, dan dua kamar, rumah type 36 itu cukup bagi mereka.

"Zit, aku udah ngurus surat numpang nikah, tapi nggak bisa bulan depan ke Yogyanya, gimana?" Pandu bertanya dengan mata menatap layar televisi 52 inch dengan stik PS di tangannya.

"Gimana apanya?" Zita balik bertanya. Pandu menekan tanda henti sementara dibenda yang sedang ia pegang.

Saatnya isengin Zita. Ucap Pandu dalam hati.

Grep.

Tangan Pandu memeluk pinggang istrinya dari belakang. Zita berdiri mematung.

"Lepas. Mas! jangan sampai nih air kuah mienya tumpah ke mana-mana." Kesal. Zita jelas kesal, karena perjanjiannya kan, harus nikah sah di negara baru ada kegiatan enak-enak. Lagi pula, surat keterangan nikah agama dan sementara itu, juga tak bisa dilaporkan ke kantor untuk catatan fasilitas kesehatan dari kantor Pandu untuk Zita.

"Terus kapan, Zita sayang," ledek Pandu. Ujung hidung bangir Pandu menggesek wajah Zita yang memilih menjauhkan wajahnya dari hadapan Pandu.

"Mas! Ih! Jangan ngarep sebelum aku pegang buku nikah." Ia melepaskan pelukan tangan Pandu.

"Oke. Gini aja kalau gitu." Pandu menangkup wajah Zita. Dengan cepat pria itu mengecup berkali-kali bibir Zita. Dasar modus. Awalnya iseng, ujung-ujungnya nyosor. Zita protes, ia menghapus jejak bibir suaminya dengan punggung tangan. Kedua matanya menatap tajam. Ia menginjak kaki Pandu sekuat tenaga lalu membawa mangku berisi mie rebus telor extra rawit tiga ke meja makan. Pandu cekikikan, tapi seketika ia syok. Zita menikmati mie rebus requesannya dengan santai. Mengabaikan dirinya yang lapar.

"Heh anak kecil! Aku yang minta. Sini!" tegur Pandu. Zita melirik sinis, ia memunggungi suaminya. Menikmati mie rebus yang buru-buru ia tiup lalu menikmatinya. Pandu menelan ludahnya, ia lapar, auto ngiler.

"Zita..." bujuknya.

"Ngalah sama anak kecil, bikin sendiri sana." Oceh Zita. Pandu bersedekap.

"Oh, gitu. Dosa kamu lho, nyuruh-nyuruh suami."

Mulai, seminggu ini senjata andalan Pandu kalau Zita menolak ini itu bawa-bawa dosa. Zita yang tau, ia pun kesal. Di sodorkannya mie yang masih banyak isinya ke arah Pandu, ia melirik sinis lalu beranjak. Beralih ke panci bekas membuat mie yang ia cuci bersih, tak lupa merapikan piring-piring juga.

Pandu tersenyum sembari menikmati mie rebusnya. Zita akan membalas keisengan Pandu. Ia sudah menyediakan air minum juga untuk suaminya itu, semakin membuat Pandu tersenyum. Istrinya melangkah menjauh, tapi mendekat ke PS 5 yang sedang dimainkan suaminya.

"Zita, jangan coba-coba..." tegur Pandu. Zita berjalan santai, lalu,

Sret.

Dengan santai mencabut sambungan listrik yang otomatis mematikan televisi dan PS 5 itu. Ia berjalan cepat ke teras. "Rasain! Balasa dendam itu menyakitkan, kapten!" teriaknya. Pandu hanya bisa pasrah sembari mengusak rambutnya kasar. Kesal dengan balas dendam istrinya itu, tapi ia tak menampik jika level kematangan mie rebus dan telor buatan Zita, baginya sempurna dan sesuai seleranya.

***

"Belanja seperlunya. Jangan boros." Belum apa-apa Pandu udah bawel, padahan Zita mengambil barang sesuai dengan daftar yang sudah ia catat dari rumah. Pandu merangkul bahu Zita yang tinggi tubuhnya hanya seketiaknya. Tapi hal itu yang membuat Pandu gemas.

"Jangan pegang-pegang, belum halal seratus persen." Tegur Zita.

Pandu cuek, ia justru kembali modus dengan berdiri di belakang istrinya yang lagi memilih deodoran untuknya, dengan meletakkan dagu di atas kepala Zita.

"Berat, Mas," keluh wanita itu yang menghindarkan kepalanya dari dagu Pandu.

"Pendek, sih. Kirain ganjelan dagu." Lalu Pandu berjalan sambil mendoring keranjang belanjaan.

"Pindik sih, kiriin ginjilin digi. Modus banget!" Dumel Zita. Ia sudah memilih deodoran yang wanginya ia sukai. Pandu udah bilang kalah ia suka merek R, tapi Zita tak suka, ia mau Pandu memakai merek N. Pandu ngalah karena Zita berbicara ...

Emang kamu suami siapa? Yang nanti tiap hari tidur sambil peluk kamu siapa? Yang usel-usel siapa? Cewek lain? Nggak kan, aku. Yaudah, ini aku suka wanginya.

Pandu ngalah, dari pada misi mencoblos Zita gagal tanpa menunggung buku nikah, maka ia turuti kemauan istrinya itu. Mereka sudah berdiri di kasir, keranjang cukup penuh, kedua mata Pandu melirik ke kotak durex dan sutera. Ia kembali iseng.

"Zit," bisik Pandu ke telinga Zita. Wanita itu menoleh, begitu dekat jarak wajahnya dengan wajah tampan juga dewasa suaminya itu. "Ada kondom. Beli, yuk. Kita cobain, kata orang-orang, masih bisa kerasa enak kok, yuk, cobain."

Usaha terusss, Mas Pandu emang. Membuat Zita goyah, namun ia ingat ucapannya.

"Boleh, Mas, tapi, tunjukin buku nikahnya, mana?!" Pelotot Zita dengan suara penuh penekanan.

Gagal modusnya, Pandu hanya membuang napas kasar. Kedua matanya menangkap sorot mata Zita yang melihat video boyband korea yang sedang diputar di layar televisi besar. Istrinya senyum-senyum, membuat gerah Pandu. Lagi-lagi, ide iseng Pandu muncul. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Zita.

"Joged-joged doang aku juga bisa, apalagi goyang-goyang gitu, mau cobain nggak, Zit, yuk, di atas kasur kita."

Usaha lagi, namun Zita bergeming, ia seolah budeg mendadak dengan ocehan suaminya. Pandu kesal, ia menatap sinis ke layar televisi, dan seolah para anggota boyband itu bernyanyi dan berjoged meledeknya puas dengan goyangan pinggul ke bawah.

Asyem. Keluh Pandu dalam hati.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rianievy

Selebihnya

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Gairah Liar Perselingkuhan

Gairah Liar Perselingkuhan

kodav
5.0

Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku